Chereads / Menara Cinta / Chapter 18 - K.U.A

Chapter 18 - K.U.A

Senyum merekah hadir di wajah sang pengantin baru, binar bahagia terlihat jelas di mata mereka.

Dengan Lian sebagai wali dari mempelai wanita. Juga Farrel sebagai saksi dari pernikahan mereka. Kini Bryan dan Sasya telah resmi menjadi sepasang suami-istri.

"Andai gua gak dateng, pasti kalian belum sah." Ujar Lian tiba-tiba.

Bryan mendelik tajam, sudut bibirnya terangkat. "Coba aja gak dateng, saya pastikan kamu jadi jomblo seumur hidup." Ucap Bryan pedas. Sasya hanya meringis antara kesal dan kasihan pada kakak angkatnya.

Alis Lian menukik tajam, ia melirik penghulu yang masih duduk manis diseberangnya. "Pak, batalin aja pernikahan mereka." Katanya tanpa rasa bersalah.

Sedang semua orang disana menatapnya terkejut, sebuah pukulan mendarat manis dikepala Lian.

"Kak, kok tega banget sama adik sendiri."

Nah.. ini dia pelakunya. Sasya Arletta Handoko.

Lian mencebik, kepalanya sakit sekali. Sungguh.. apakah Sasya bisa berterimakasih dengan cara yang normal?

Farrel menahan tawa. Ia tak habis pikir dengan kelakuan sang nona.

Bryan sendiri hanya menatap mereka. Matanya menatap serius kearah buku nikah yang tengah ia pegang.

Menyadari keanehan sang suami, Sasya menepuk pundak pria itu pelan.

"Kenapa Bry..?" Tanyanya lembut.

Bryan menoleh, satu ide terlintas dalam otaknya.

"Gimana kalau kita foto?" Lian, Farrel dan Sasya saling memandang.  Tampak memikirkan penawaran Bryan.

"Ya, nggak masalah sih. Buat kenang-kenangan juga." Gumam Sasya lirih.

Kemudian mereka keluar dari gedung KUA setelah urusan mereka selesai. Kini mereka sedang mencari posisi, mencari tempat yang bagus untuk latar foto mereka.

Dan Farrel sebagai fotografer dadakan, ia mengatur tuan dan nona nya untuk berdiri di tengah. Dibelakang mereka terpampang jelas huruf kapital kantor urusan agama tersebut.

Setelah mengambil beberapa pose. Sasya meminta Lian dan Farrel untuk bergabung di sisi mereka, Sasya diapit oleh Lian juga Bryan. Sedangkan Farrel, dia berdiri disisi  Bryan yang tak terisi.

"Wah.. sekali datar tetap aja datar." Ujar Sasya dengan nada mencibir. Ia menatap tajam ketiga pria didepannya.

"Harusnya kalian itu gak pelit senyum! Ini bukan foto buat di KTP! Kenapa gak ada yang senyum selain aku sih.. huh!" Sambungnya melayangkan protes.

Bisa cepat mati kalau dirinya terlalu lama dengan pria dingin macam mereka. Kepala Sasya menggeleng miris. Kenapa ia bisa kenal dengan mereka. Senyum saja tidak bisa! Rutuknya kesal.

Sedangkan ketiga pria yang menjadi alasan Sasya marah hanya menahan senyum, Farrel memalingkan wajah salting. Lian menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Sedangkan Bryan mengendik bahu, pura-pura tidak peduli.

Melihat itu, emosi Sasya kembali naik. Maklum, hormon ibu hamil memang menyeramkan.

"Kali ini kalian harus senyum. SENYUM!!" peringati Sasya, masih dengan tatapan tajamnya.

Mereka kembali berpose, beberapa gaya mereka ambil. Termasuk gaya bebas, disini mereka semua tersenyum, seperti memang benar-benar merasa bahagia.

Tanpa sadar, air mata Sasya jatuh. Ia menangis haru melihat hasil foto mereka.

Tatapannya berhenti saat melihat foto dirinya dan Bryan sedang memegang buku nikah. Senyumnya semakin mengembang seketika.

.

.

Berbeda dengan Sasya yang tengah berbahagia. Bagas malah meringis saat istrinya terus menempel bagai lem. Ia menatap jengah kearah sang istri, kantin cukup ramai dengan semua murid yang berhamburan disana.

Jujur saja Bagas risih dengan kelakuan Kiara.

Ingin meminta bantuan dari sahabat pun percuma, Dimas takkan menolongnya. Karena sahabatnya itu tengah melepas rindu dengan adik tersayang.

"Berhenti bersikap memalukan seperti itu." Desis Bagas tajam.

Sungguh, Bagas tak nyaman saat banyak pasang mata menatap kearahnya.

Bibir Kiara mengerucut, ia tak suka dengan kata-kata Bagas tadi.

"Aku istrimu, aku berhak memelukmu kapan saja!" Balasnya tak kalah tajam. Tidak, sekarang ia takkan melepas Bagas lagi.

Bagas menatapnya datar, dingin dan menusuk. "Ini sekolah, tempat umum, tempat belajar. Bukan rumah." Bagas berhenti, mengambil nafas sejenak. "Kalau kau masih mau menjadi istriku, lakukan perintahku. Menurutlah, jika kau tidak menurut. Kau harus terima konsekuensinya." Ancam Bagas dengan nada yang berbahaya.

Kiara tampak tak suka dengan keputusan sang suami. Namun Kiara memilih diam dadi pada menyulut api Bagas. Pria itu bahkan bisa saja dengan mudahnya membunuh seseorang.

Tanpa sadar, Kiara menghela nafas berat. Dan menyetujui perintah Bagas.

"Kiara terlalu rewel, gua cukup nyaman disamping Sasya..." batin Bagas.

.

.

Setelah urusannya selesai, Sasya dan Bryan mengajak Farrel serta Lian makan siang bersama. Kata Sasya sih.. ini bentuk rasa syukurnya karena sudah bertemu mereka.

Sasya duduk dengan anggun, meskipun perutnya berteriak meminta makan hanya saja ia harus menjaga imagenya didepan tiga kepala es itu.

"Oh ya Bry, aku kan masih sekolah.. apa kamu ijinin aku balik ke sana?" Tanya Sasya memecah keheningan.

Ketiga pria disana saling melempar tatapan, Bryan berdehem pelan. Ia mengerutkan dahi, ternyata Bryan sedikit melupakan fakta bahwa istrinya masih berstatus pelajar.

"Kamu gak perlu ke sekolah lagi." Ujar Bryan tenang. Namun cukup untuk membuat Sasya terkejut.

Melihat Sasya menatap tajam dirinya, buru-buru Bryan menambahkan.

"Kamu bisa lanjut home schooling."

Alis Sasya mengernyit tak suka, ia ingin melayangkan protes. Namun tidak jadi,karena perutnya kembali sakit.

Tanpa sadar Sasya meremas perutnya sendiri. Dahinya dibanjiri keringat. Salah satu kaki Sasya menendang Bryan.

Bryan menoleh, mendadak selera makannya hilang saat melihat raut kesakitan Sasya.

"Sya.. kamu-" kalimatnya terputus. Ia menghampiri Sasya yang duduk diseberangnya.

"S-sakit.." ringis Sasya pelan.

Bryan menatap khawatir, dengan cepat ia menggendong Sasya. Keluar cafe.

"A.. kita kerumah sakit sekarang!"

Lian dan Farrel mengekor di belakang mereka. Menuju rumah sakit.