"Ini urusanku dengan Aira Antlia… Aku rasa tidak ada hubungannya denganmu ya, Clark Campbell…" Lucas Van berdiri dan mendesis dengan wajah sinis.
"Kau terus saja memaksakan perasaanmu dan ingin menyakiti wanita yang kucintai ini. Kalau itu tidak menjadi urusanku, lantas itu menjadi urusan siapa! Kau kira itu menjadi urusanmu sehingga kau semena-mena bisa memaksakan kehendakmu dan menyakiti Aira Antlia kesayanganku!" tukas Clark Campbell dengan sorot mata menantang.
"Aira Antlia kesayanganmu! Kau masih merasa punya hak menyebut 'Aira Antlia kesayanganmu' setelah kau ketahuan main-main sama perempuan lain di sebuah hotel ya, Clark Campbell!" desis Lucas Van Williams masih dengan sinisme dan sarkasme yang sama.
"Yah… Aku tidak pernah main-main sama perempuan lain! Aku yakin aku dijebak oleh seseorang yang hanya bisa mengandalkan jalan belakang untuk merebut Aira Antlia kesayanganku dariku! Okelah… Kalaupun aku benar-benar ada main sama perempuan lain, setidaknya aku tidak pernah memaksakan cinta, perasaan dan keinginanku pada wanita mana pun, asal kau tahu saja ya, Bro!"
Lucas Van Williams tidak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya terus memandangi Clark Campbell yang ada di hadapannya dengan sinar mata ingin membunuh.
"Suatu hari nanti aku pasti akan bisa menyingkirkanmu sampai tuntas, Clark Campbell! Kau tunggu saja nanti!"
"Pergilah dari sini, Bro! Aku rasa di sini sudah tidak ada urusanmu lagi!" gumam Clark Campbell menunjuk ke mobil Lucas Van Williams yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka.
Lucas Van Williams masuk ke dalam mobilnya. Dia menginjak pedal gas kuat-kuat. Mobil melaju sekencang mungkin meninggalkan bangunan apartemen tempat Aira Antlia Dickinson tinggal.
Tinggallah Aira Antlia yang menatap sang lelaki yang dirindukan dan dicintainya itu dengan sinar mata kaku. Dia jadi tidak tahu mesti berbuat apa atau berucap apa. Jelas dari kata-kata dan reaksi Lucas Van Williams, keadaan Clark Campbell yang bisa tanpa busana di sebuah hotel tempo hari sedikit banyak adalah gara-gara perbuatan Lucas Van Williams. Jelas Aira Antlia sulit mempercayai Lucas Van Williams – si teman masa kecil yang dulunya begitu hangat dan perhatian – kini bisa berubah menjadi sesosok manusia yang licik nan penuh perhitungan hanya demi memisahkan Aira Antlia dari lelaki yang dicintainya.
"Kau tidak kenapa-kenapa?" tanya Clark Campbell hendak menyentuh tangan dan bahu Aira Antlia. Namun, begitu tangannya menyentuh tangan dan bahu sang kekasih pujaan hati, buru-buru dijauhkannya tangan itu. Dia sungguh takut Aira Antlia akan marah dia menyentuh wanita itu sesuka hati.
"Aku… tak apa-apa… Kenapa kau bisa ada di sini, Clark?" tanya Aira Antlia agak kaku dan serba salah, diliputi sedikit perasaan bersalah.
"Aku… mampir sebentar tadi… Aku… Aku ingin menengok keadaanmu sebentar. Sudah berminggu-minggu kita tidak bertemu…" kata Clark Campbell menghadap ke arah jalan dan hendak berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di seberang apartemen tempat Aira Antlia tinggal.
"Kau… tidak ingin mampir sebentar? Aku… Aku… Aku akan masak makan malam hari ini…" Aira Antlia sedikit berteriak ketika dirasa-rasanya tubuh Clark Campbell bergerak semakin menjauh.
Langkah-langkah Clark Campbell terhenti seketika. Perlahan-lahan dia berbalik dan menatap sang kekasih pujaan dengan sorot mata nanar, sarat akan cinta dan kerinduan.
"Kau bilang apa tadi?" Bibir Clark Campbell yang gemetaran hanya mampu melontarkan pertanyaan menggantung seperti itu.
Dengan senyuman lemah lembut kali ini, Aira Antlia mendadak berlari ke arah sang kekasih pujaan hati dan memeluknya erat. Untuk beberapa detik lamanya, Clark Campbell tertegun dan tubuhnya membeku dalam pelukan sang kekasih pujaan hati.
"Maafkan aku, Clark… Maafkan aku, Clark… Maafkan aku tidak mempercayaimu… Maafkan aku…"
"Aira Sayang… Kau sudah mempercayai dan menerimaku kembali? Aku bebas memeluk dan menyentuhmu sekarang kan?" Terdengar suara Clark Campbell yang sedikit bergelugut.
Aira Antlia mengangguk-ngangguk cepat. "Lucas Van Williams yang menjebakmu sepertinya, Clark… Sungguh tidak kusangka dia yang dulunya hangat dan perhatian, kini bisa berubah menjadi sesosok manusia yang licik nan penuh perhitungan hanya untuk memisahkanku darimu, Clark… Aku sungguh tidak menyangka dia akan berubah sedrastis ini."
Kontan tangan Clark Campbell terangkat dan membalas pelukan sang kekasih cantik jelita pujaan hati. Tangan Clark Campbell dengan cekatan membelai-belai kepala hingga punggung sang bidadari cantik jelita yang dicintai dan dirindukannya selama ini.
"Aku tidak peduli apa yang dilakukannya terhadapku, Aira Sayangku… Yang penting adalah kau tetap mempercayaiku, tetap percaya pada cinta dan ketulusanku padamu…" kata Clark Campbell.
"Maafkan aku, Clark… Aku percaya padamu…" tukas Aira Antlia lirih.
Clark Campbell mempererat pelukannya. "Oh… Aku begitu merindukanmu, Aira Sayang… Selama beberapa minggu ini, aku hampir tidak bisa tidur setiap malam karena selalu memikirkanmu… Aku sudah hampir gila karena selama beberapa minggu ini kita tidak bertemu…" kata Clark Campbell sungguh larut ke dalam perasaannya.
"Maafkan aku, Clark… Malam ini kita sudah bertemu dan kau bisa meluapkan kerinduanmu padaku…" bisik Aira Antlia dengan nada yang sedikit janggal dan misterius.
Clark Campbell melepaskan pelukannya sejenak dan menatap Aira Antlia dengan kerutan di dahi. Akan tetapi, Aira Antlia tidak berkata lebih lanjut. Dia hanya tersenyum misterius kepada sang pangeran tampan nirmala.
"Aku jadi tidak ada mood masak makan malam malam ini, Clark… Apakah kau mau menemaniku makan malam di luar saja? Biarlah bahan-bahan makanan ini kusimpan di kulkas dan kumasak besok malam saja…"
Seperti tersihir oleh Aira Antlia kesayangannya, Clark Campbell mengangguk-nganggukkan kepalanya dengan cepat mengiyakan permintaan sang bidadari cantik jelita kesayangannya.
Aira Antlia tersenyum cerah. Sinar antusiasme dan semangat kembali terpancar dari kedua bola matanya.
Clark Campbell kembali meraih Aira Antlia ke dalam pelukannya.
"Biarkanlah aku memuaskan rasa rinduku padamu dulu, Aira Sayang… Kau tidak keberatan kan tetap dalam posisi ini selama beberapa menit kemudian?" tanya Clark Campbell sedikit merasa deg-degan.
"Kau benaran merindukanku, Clark Sayang…?" tanya Aira Antlia sembari mengulum senyumannya.
"Sangat, Aira Sayang… Sangat merindukanmu…" Clark Campbell tetap mempererat pelukannya.
Langit sudah mulai gelap. Kerlip lampu jalan di depan bangunan apartemen tempat tinggal Aira Antlia bersaing ribuan gemintang bintang di hati Clark Campbell.
***
"Hah? Jadi kau sudah menikah? Kenapa Mom dan Dad bisa sampai tidak tahu?" Bu Desenda Taylor Campbell terhenyak di kursinya malam itu.
Terjadi sedikit video calling antara Max Julius Campbell dan kedua orang tua angkatnya malam ini. Tentu saja pasangan suami istri Campbell itu terhenyak Max Julius anak mereka telah menikah dan bersiap-siap menanti kelahiran anak kembarnya.
"Really really sorry, Dad, Mom… Banyak yang terjadi dalam hidupku sebenarnya sebelum kalian mengadopsiku dan aku masuk ke dalam keluarga Campbell. Aku kembali bertemu dengan cinta masa kecilku sewaktu aku duduk di bangku SD dan SMP. Aku selama ini tidak pernah menceritakannya pada kalian semua karena aku mengira jodohku dengannya sudah berakhir walau rasa cintaku tetap tidak berkurang selama ini. Ternyata aku salah… Tuhan masih berbaik hati padaku, Dad, Mom… Aku kembali bertemu dengan Junny Belle kesayanganku setelah melalui banyak tragedi dan kesalahpahaman. Aku benaran tidak bisa berpisah darinya sekarang lagi, Dad, Mom… Aku akan tetap di Jakarta sini sampai Junny Belle Darlingku melahirkan nanti. Kalian tidak keberatan kan?" tutur Max Julius panjang lebar, sedikit merasa bersalah terhadap kedua orang tua angkatnya.
Pak Concordio Campbell dan Bu Desenda Taylor Campbell saling berpandangan sesaat.
"Tentu saja tidak, Anakku… Asalkan itu membuatmu berbahagia, kami akan merestui dan mendukungnya… Setelah anak-anakmu lahir, jangan lupa bawa mereka ke Sydney dan perkenalkan kepada kami ya…" kata Pak Concordio dengan senyuman lebar pada wajahnya.
"Iya, Max Juliusku… Bawa kedua anak kembarmu nanti ke Sydney… Kami ingin bertemu dengan kedua cucu kembar kami…" sambung Bu Desenda Taylor Campbell.
Max Julius bernapas lega. Dia bahagia sekali kedua orang tua angkatnya tidak menyalahkannya dan tetap mendukung apa pun yang menjadi keputusannya.
"Tentu saja, Dad, Mom…" Senyuman tipis merekah di sudut bibir Max Julius.
"Lalu bagaimana dengan Qaydee Zax, Max? Kau sudah menjelaskan kepadanya bahwasanya sesungguhnya yang kaucintai selama ini adalah wanita lain?" tanya Pak Concordio Campbell.
"Sudah… Aku merasa bersalah padanya, Dad. Namun, aku tetap akan menegaskan kepadanya masalah perasaan adalah suatu hal yang tidak bisa dipaksakan." Max Julius tidak berniat merincikan masalah dengan Qaydee Zax Thomas lebih lanjut.
"Oke… Kau selesaikanlah dengan Qaydee Zax, Max…" kata Bu Desenda Taylor Campbell.
"Jaga istri dan kedua anak kembarmu dengan baik, Max. Kapan pun kau membutuhkan bantuan, jangan lupa kabari kami," timpal Pak Concordio.
"Thanks, Dad, Mom… Masalah The Pride yang di Sydney sana untuk sementara ditangani dulu oleh Clark, Dad. Aku sudah bilang padanya dan dia setuju. Biarlah untuk sementara aku mengurus dulu The Pride yang ada di Indonesia sini."
"Oke… Oke… Ada apa-apa, jangan lupa kabari kami ya, Max…" kata Pak Concordio. Hubungan komunikasi pun terputus.
"Wah… Tak kusangka Max Julius selama ini mencintai wanita yang menjadi cinta masa kecilnya, Concordio… Dia yang pendiam, berwajah es, dan jarang tersenyum itu ternyata bisa memiliki cerita cinta yang romantis dan membuai perasaan seperti itu…" cetus Bu Desenda Campbell.
"Makanya kau tidak boleh meremehkan orang pendiam…" kata Pak Concordio meledak dalam tawa lepasnya.
"Dan sebentar lagi kita akan segera memiliki cucu… Cucu kembar laki-laki lagi… Mereka pasti akan terlihat sangat tampan, sama seperti ayah mereka…" kata Bu Desenda Taylor Campbell penuh semangat.
Pak Concordio Campbell hanya mangut-mangut. Asa bahagia perlahan melungkup di benak pikiran sepasang suami istri Campbell itu.