Chapter 5 - Chapter 4

Sanjit sudah mengenal Setsu sejak pemuda itu memasuki fase dewasa, pertemuan mereka cukup buruk tapi pada akhirnya hubungan mereka berdua hampir tidak bisa dirusak atau dipisahkan. Tidak ada yang tidak diketahui oleh Sanjit jika itu berkaitan dengan Setsu, meski ia sering berkelana dan hanya kembali saat musim dingin ia tetap mengawasi sahabatnya itu.

Termasuk tragedi yang terjadi pada sahabatnya, dimana ia tidak berada disana melindunginya dan membiarkan pemuda itu hancur perlahan. Itulah satu – satunya penyesalan Sanjit, dia tidak ada ketika sahabatnya membutuhkan dirinya. Namun Setsu , sahabatnya tidak menyalahkan dirinya malah berharap jika Sanjit menjauh darinya.

Sahabatnya sudah berubah dan ia tidak bisa melakukan apa – apa, dia bukan Setsu yang ia kenal.

Dan Sahabatnya kembali berubah, perubahan yang bagi Sanjit sendiri membingungkan. Apakah ini pertanda baik atau sebaliknya?

Sejak insiden ledakan di ruangan eksperimen sahabatnya, Setsu berubah menjadi lebih cerah dan lebih hangat. Bagi Sanjit, ia seperti melihat Setsu yang dulu . Setsu yang pertama kali ia kenal.

Perubahan itu tidak hanya di bagian sikapnya tapi juga ketertarikannya pada makhluk hidup. Sejak tragedi itu, Setsu tidak pernah sekalipun mengulurkan tangannya pada orang yang kesusahan. Ketika ia melihat orang yang sedang dalam keadaan hidup atau mati, ia melewati orang itu seolah orang itu tidak ada.

Kini dia berubah, memberikan obat yang ia tidak pernah pakai dan tidak pernah diberikan pada siapapun bahkan dirinya. Apakah Setsu yang ia kenal sudah kembali? Kalau iya kenapa? Bagaimana bisa? Sanjit tidak menemukan hal atau alasan yang bisa membuat sahabatnya kembali seperti semula.

Mungkinkah Setsu memiliki kepribadian ganda? Tidak tidak, Setsu tidak memiliki masalah mental sejauh yang ia ingat. Jadi apa?

Badai berhenti ketika pagi datang, tidak ada suara burung yang biasa kudengar ketika matahari menyambut hari. Hanya cahaya yang samar – samar terlihat dari jendela, ah dinginnya...

Aku mengusap pelan mataku, selimut yang menutupi tubuhku jatuh ke lantai. Semalaman aku dan Sanjit bergantian mengawasi kedua manusia ini, mereka tidak menunjukkan simptom yang menurutku gawat tapi mereka tidak kunjung sadar. Sejujurnya, ini membuatku sedikit khawatir.

Anak itu, male lead dari game yang kumainkan di kehidupan sebelumnya beberapa detik membuka matanya tapi nafasnya begitu terburu – buru dan suhu tubuhnya mulai naik. Jadilah aku segera memanggil Kyong untuk mengambilkan obat penurun panas, Ibunya tidak menunjukkan keanehan tapi tetap saja membuatku khawatir.

Hm tunggu? Aku memang bilang 'mereka tidak kunjung sadar' sebelumnya tapi sekarang yang berada di kasur hanya anak dari wanita itu. Seketika mataku terbuka lebar, kemana wanita itu?!

Sanjit juga tidak membangunkanku, jika terjadi sesuatu pasti dia akan membangunkanku. Jendela masih tertutup rapat tertanda dia tidak kabur, apa mungkin dia berada di luar?

Perhatianku teralih ketika pintu yang berada di sebelahku terbuka, menunjukkan rambut pirang yang digelung rapih dan dress putih yang sangat bersih "Ah, Anda sudah sadar?" Suaranya begitu indah sampai aku terdiam . Aku menghela nafas berat, astaga ... Wanita ini membuatku panik.

"Kalau sudah sadar setidaknya bangunkan aku"

"Maaf, tapi Tuan yang satu lagi memintaku untuk tidak membangunkan Anda"

Sanjit sialan, aku akan menghukumnya nanti dengan memotong kayu sampai malam.

Di tangan wanita itu ada sebuah nampan yang berisikan semangkup sup dan roti serta susu hangat, kenapa ia membawa nampan itu kemari? Anaknya belum sadar dan jika da mau makan di ruang makan tidak ada yang melarang.

"Kalau kau mau makan, kau bisa makan di ruang makan ..."

"Tidak... Ini untuk Tuan, rubah kecil di ruang makan meminta saya untuk membawa ini pada Anda"

Ah benar, hari ini yang bertugas memasak adalah Kyong. Dia sangat ketat soal jam makan jadi sudah pasti ia akan meminta siapapun untuk membawakan makanan pagiku, tapi aku belum merasa lapar jadi aku hanya mengambil roti yang berada di piring kecil kemudian memberikan sisanya pada wanita itu. Ekspresinya terlihat kebingungan dan sedikit panik, aku tidak memasukan racun jadi kenapa dia berekspresi begitu?

"Tu-tuan?"

"Kau makan sisanya, aku hanya makan ini saja dan jangan beritahu dia"

"Ah... Baik kalau begitu saya akan makan ini"

Dia mengambil kursi dan menempatkan kursi itu di sebelah kasur dimana anaknya masih tertidur, sesekali tangan lentiknya mengelus perut buncitnya. Senyum terbentuk di mulutnya kala ia mengelus perut itu, setelah mengelus perutnya ia mulai makan sup hangat yang dibuat Kyong.

Aku sendiri tertarik pada kehidupan yang ada di dalam perut wanita itu, dari ukurannya mungkin di angka 7 atau 8 bulan dan dengan umur kehamilan segitu wanita ini menempuh badai. Antara bodoh atau berani terkadang beda tipis, aku harus memeriksa keadaan kehidupan baru itu.

Selain perut wanita itu, aku juga tertarik pada wajahnya. Tidak, ini bukan tertarik sebagai pria dan wanita. Hatiku atau hati Nara Se hanya milik satu wanita dan dia tidak akan pernah tergantikan, kembali ke topik , apa yang membuatku tertarik pada wajah wanita itu? Dia terlihat sangat muda sampai aku berpikir apakah wanita ini masih muda atau memang kulitnya saja yang awet muda.

"Kau.. Umurmu berapa?"

Wanita itu melihat kepadaku kemudian terkekeh pelan, apa yang lucu?

"Tuan, bukankah tidak sopan menanyakan umur wanita sebelum menanyakan namanya?"

"...."

Alisku berkedut sebelah, apakah ini yang manusia maksud dengan etika?Mungkin karena sudah lama tidak hidup di Kekaisaran membuatku lupa akan etika, aku menyalahkan Sanjit disini karena dia manusia yang tidak punya etika dan akhlak sebagai manusia sehingga aku tertular kebiasaannya.

"Aku ... Minta maaf, aku sendiri belum memberikan namaku. Nara Se"

"Guinevere, senang berkenalan dengan Anda dan umur saya 20 tahun"

Dia masih muda! Jika aku tidak salah ingat, wanita Kekaisaran di umur segitu masih bertunangan dan belum masuk tahap pernikahan tapi wanita ini sudah punya anak dan kini sedang mengandung anak kedua. Pria bejat mana yang berani menghamili wanita muda ini.

Jangan terlalu dipikirkan Nara Se, ini bukan urusanmu soal siapa pria bejat ini. Urusanku adalah kesehatan wanita ini, tubuhnya terlihat kurus untuk seorang wanita. Aku yakin dia berasal dari keluarga bangsawan jika dilihat dari gerak-geriknya, jadi kenapa tubuhnya begitu kurus?

Tangan kanan wanita itu kini mengelus kepala anak laki – lakinya yang terbaring di kasur, ekspresi sama seperti ia melihat kehidupan yang ada di perutnya. Melihat ekspresi itu membuatku teringat akan masa lalu kelamku, dulu ekspresi ini juga kulihat pada wanita yang kucintai. Ketika anak pertama kami lahir, ia menggendongnya dengan hati – hati dan senyum yang tak bisa kujelaskan terbentuk di mulutnya.

"Terima kasih sudah menolong kami, Tuan Nara Se. Bila Anda tidak menolong kami, apa jadinya anakku dan kehidupan kecil ini..."

Tangannya bergetar, ekspresi kebahagiaan itu berubah menjadi ketakutan. Dia sangat menyayangi kedua anak manusia itu, entah kenapa aku merasa iri dengan kedua anak itu. Mereka memiliki seseorang yang menyayangi mereka dan memeluk mereka dengan sepenuh hati, aku juga memiliki seseorang itu tapi akan sangat menjijikan kalau orang itu memelukku.

Aku tidak mau kelurusanku dipertanyakan oleh Sal dan Kyong.

Aku berdiri dan berjalan menuju kasur dimana anak itu tidur dan duduk dipinggirnya, aku memegang tangan wanita itu dengan lembut karena aku takut bilang kuku tajam ini melukainya. Ia melihatku dengan ekspresi yang tidak berubah, sudah berapa lama aku tidak melihat eskpresi seperti itu. Rasanya aneh.

"Kau selamat dan tidak ada kemungkinan lain, jika anak ini bangun bawalah dia ke ruang makan dan kau datang ke ruanganku agar aku bisa melihat keadaan kehidupan kecil itu"

"Terima kasih tapi izinkan saya bertanya satu hal... Kenapa Anda sejauh itu menolong kami? Saya... Saya merasa tidak pantas"

Karena kau adalah bagian dari rencanaku, mana mungkin aku berkata begitu. Lagipula aku sendiri tidak bisa membayangkan wanita ini kembali berkelana dengan anak di dalam perutnya, mau jadi apa anak itu nanti kalau dibawa lari – lari oleh Ibunya.

Aku menarik tanganku kemudian berdiri dan berjalan menuju jendela yang kini tertutup oleh salju, sepertinya aku harus membesihkan jendela ini karena cahaya matahari tidak bisa masuk sepenuhnya ke ruangan ini.

"Benar juga, apa yang membuatku berbuat sejauh ini? Tentu saja bukan karena wajahmu"

Dia tersentak, sudah kuduga ia berpikir aku menolongnya karena wajah cantiknya itu.

"Yah apapun alasanku menolongmu sejauh itu , anggaplah kau beruntung... Hanya itu"

"Saya tidak bisa menerima jawaban seperti itu"

"Hmm mungkin karena anakmu lucu, hahaha bukan itu alasannya ... Aku hanya tidak suka membuang kehidupan yang sudah diberikan , itu alasannya"

Anak keduamu akan menjadi second male lead jadi tidak mungkin aku membiarkannya mati, juga aku sendiri tidak bisa merawat kedua anakmu sendirian kalau kau mati Guinevere. Aku butuh seorang wanita yang bisa memberikan pendidikan moral pada anak – anak, kalau aku mengandalkan Sanjit pasti akan hancur semuanya apalagi soal etika.

"Saya merasa itu bukan jawaban Anda yang sebenarnya tapi untuk sementara saya menerima alasan itu"

"Haha maaf ya"

"Tidak apa – apa, saya yakin Anda tidak memiliki maksud buruk"

Mungkin saja Guinevere, mungkin saja "Tinggalah disini sampai anakmu lahir, aku mengizinkannya"