Seketika keempat orang di dalam ruangan itu terkejut dengan amukan Mr.X.
&&&&&
"Siapa yang menerima tawaran ini?" Mr.X menatap satu persatu wajah orang yang sedang menatapnya dalam diam.
"Aku." A1 mengangkat tangannya.
"Dan siapa yang menyetujuinya?!" Mr.X menatap tajam ke arah A1.
Tidak semua tawaran yang datang kepada mereka bisa langsung di terima begitu saja. Mereka harus menyeleksi terlebih dahulu siapa calon korban mereka. Dan Mr.X sudah mengatakan semua tawaran pekerjaan mereka harus mengikuti peraturan yang telah ada. Diantaranya yaitu mereka tidak boleh menerima tawaran untuk membunuh orang biasa. Mereka hanya boleh membunuh orang yang memiliki kekuasaan atau pun berasal dari kalangan dunia gelap. Makanya tidak heran kalau mereka selalu menerima bayaran yang fantastis setiap kali menyelesaikan tugasnya. Itu karena Mr.X tidak ingin keterampilan yang dia berikan kepada pengikutnya hanya untuk menangani kasus yang remeh. Karena menurutnya kasus-kasus remeh seperti itu hanya akan mempersulit mereka ke depannya. Dia tidak ingin pekerjaan mereka tercium oleh polisi. Karena bila setiap orang yang menjadi korbannya adalah dari kalangan dunia gelap, maka dia yakin kalau pihak dari korbannya tidak mungkin ada yang berani melaporkan kejanggalan dalam kematian para korbannya kepada pihak kepolisian. Dan dari beberapa peraturan yang sudah di buat olehnya itu di langgar oleh orang yang sudah lumayan lama bergabung dengannya.
"Aku yang menyetujuinya ,X." Mark kali ini kembali bersuara.
Mr.X tak habis pikir, bagaimana bisa temannya ini ternyata juga ikut melanggar peraturan yang ia buat.
"Apakah kau melupakan sesuatu saat menerima tawaran ini, M?" Tanya Xander dengan sorot mata yang tajam.
"Kau tenang lah dulu, X. Aku belum selesai berbicara dan kau sudah mengamuk." Mark menyenderkan tubuhnya di kursinya.
Dia tahu bahwa temannya ini sudah salah paham. Tentu saja dia tahu apa yang sedang di pikiran oleh temannya ini. Bukankah peraturan yang satu ini adalah ide darinya juga? Jadi, mana mungkin Mark melupakannya.
"Baguslah kalau kau tidak melakukan kesalahan. Sekarang jelaskan apa tugas yang klien kita berikan." Xander kembali duduk di kursinya.
A1 dan kedua temannya kembali pada kegiatan mereka masing-masing. A2 yang mendapatkan tugas ini kembali mempelajari file yang di kirimkan oleh klien mereka.
"Jadi, kita hanya perlu mencuri sesuatu di dalam rumah Mrs.George. Rumah itu di jaga ketat oleh petugas keamanan yang di sewa oleh Mr.George, sementara ia pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Aku juga sudah berulangkali memperingatkan A2 untuk tidak melukai Mrs.George. Dia hanya boleh membunuh petugas keamanan yang menghalanginya." Jelas Mark sambil menunjuk ke arah A2.
Mereka juga menerima tawaran berbahaya lainnya seperti mencuri barang yang di inginkan oleh kliennya. Tapi mereka tidak pernah mencuri harta benda korbannya. Mereka hanya mencuri barang yang di anggap sangat berharga seperti USB, flashdisk atau barang yang sungguh di butuhkan oleh kliennya. Terkadang mereka tidak segan untuk membunuh orang yang menghalangi rencana mereka. Pasti Mr.George ini memiliki benda yang sangat langka sampai-sampai kliennya ini meminta mereka mencurinya di saat Mr.George sedang tidak ada di kota ini.
"Aku berangkat sekarang!" A1 bangkit dari kursinya lalu segera menyandang tas ransel di punggungnya.
"Tunggu sebentar!" Mr.X berdiri saat A1 melewati kursinya.
Dia memeriksa alat kecil yang di letakkan pada kerah baju A1. Lalu ia beralih ke kerah baju A1 yang terletak di belakang. Setelah memperbaiki posisinya dia menepuk pundak A1. A1 yang mengerti maksudnya menunduk sedikit kepada Mr.X lalu pergi meninggalkan ruangan itu.
"Kenapa kau belum bersiap-siap, A2?" Mr.X berdiri sambil menatap salah satu pengikutnya yang masih terlihat santai memakan sarapannya.
"Dia akan beraksi pada malam hari X." Sebelum sempat A2 menjawab Mark sudah terlebih dahulu menjelaskan.
Tidak lama kemudian suara bel pintu berbunyi. A2 berjalan keluar untuk membukakan pintu yang mereka semua ketahui bahwa tamu itu pasti adalah wanita tua yang bertugas untuk membersihkan tempat ini. Setelah wanita tua itu masuk, mereka berempat berjalan menuju ruang kerja mereka. Di dalam ruangan itu terdapat beberapa layar monitor yang tidak menyala. Mereka duduk di kursi mereka masing-masing. Sedangkan wanita tua itu sedang membersihkan serpihan kaca yang berserakan di lantai. Pasti Mr.X mengamuk lagi, batin wanita tua itu. Dia tahu bahwa orang yang memperkerjakannya adalah pria yang memiliki temperamen yang buruk. Dia sering melihat pria itu tidak segan-segan menghajar penghuni lain yang tinggal bersamanya di sini. Tapi entah kenapa pria itu tidak pernah memarahinya ketika dia melakukan kesalahan. Dia pernah tidak sengaja membuang kertas yang ternyata adalah berkas penting. Saat itu Mr.X marah besar, tapi dia melampiaskan kemarahannya kepada beberapa pria yang tinggal di sini. Dia bahkan menyuruh mereka untuk mencarinya tanpa meminta bantuan wanita tua itu. Itulah sebabnya wanita tua ini betah bekerja di sini selama bertahun-tahun. Hanya satu pesan Mr.X padanya, jangan pernah bertanya atau pun menceritakan tentang semua hal sekecil apapun yang ia lihat di dalam gedung ini. Yah, bila di lihat dari luar bangunan ini hanyalah berupa gedung yang berbentuk persegi. Orang-orang pasti mengira kalau bangunan itu adalah sebuah tempat penyimpanan barang. Saat sedang membersihkan meja makan wanita tua itu melihat sebuah handphone sedang berdering. Dengan tergopoh-gopoh dia membawa telepon genggam itu ke ruangan yang biasa di tempati oleh kelima penghuni ini bila dia sedang membersihkan tempat ini. Dia mengetuk pintu itu, tidak lama kemudian A3 membuka pintunya.
"Ada apa?" Pemuda yang memiliki kulit coklat itu bertanya.
"Ini ada panggilan telepon, sepertinya penting sekali karena dari tadi berbunyi." Wanita tua itu menyerahkan ponsel itu.
A3 mengambilnya lalu menutup kembali pintu itu. Dia berjalan menuju kursi Mark. Di sana Mark sedang memperhatikan layar komputernya.
"Ini ponsel mu berdering." A3 meletakkan ponsel itu di atas meja Mark, lalu kembali ke kursinya.
Mark melihat ada tiga panggilan dari nomor ponsel yang tidak ia kenal. Karena ia tidak mengenali nomor ponsel tersebut maka Mark meletakan ponselnya di atas meja. Mark menatap kembali layar komputernya. Pria itu membaca beberapa pesan text yang masuk di dalam emailnya. Mark memilah pesan yang masuk itu, lalu ia menghapus beberapa pesan yang menurutnya tidak lolos dalam seleksi. Kebanyakan dari mereka meminta untuk membunuh orang biasa. Seperti seorang pengusaha atau rival mereka dalam pekerjaan. Menurutnya sungguh pekerjaan seperti itu sangat membosankan. Tidak ada tantangan yang bisa memacu adrenalin mereka. Belum lagi kalau pihak keluarga meminta bantuan polisi karena kasus kecelakaan mereka buat. Tentu itu akan sangat merepotkan. Ponsel yang tadi Mark letakkan di atas mejanya kembali berdering. Dia melihat caller id si penelepon sebelum menjawabnya.
"Hallo." Mark menyapa si penelepon.
Mark hanya diam saja setelah penelepon berbicara padanya. Dia tidak membalas perkataan si penelepon karena orang yang menelponnya mengatakan kalimat pemberitahuan kepadanya. Xander memperhatikan gerak-gerik Mark dari kursinya. Mark tidak mengucapkan kalimat apapun setelah mengatakan kata hallo. Raut wajah Mark berubah menjadi panik. Lalu dia berdiri dari kursinya. Setelah Mark mengakhiri panggilan telepon tersebut, Xander berjalan menghampiri Mark.
"Telepon dari siapa?" Xander mencekal lengan Mark saat lelaki itu hendak keluar dari ruangan itu.
Mark berusaha melepaskan cekalan tangan Xander. Mark hanya menatap wajah Xander tanpa menjawab pertanyaan dari sahabatnya. Dengan sekuat tenaga Mark mencoba melepaskan tangannya dari Xander. Dia mendorong Xander hingga terjatuh. Karena kesal dengan perlakuan Mark secara refleks Xander bangkit lalu melayangkan tinjunya pada wajah Mark. Pria itu terhuyung ke belakang karena pukulan tiba-tiba dari Xander. Mark mencari benda di sekitarnya untuk dia lemparkan kepada Xander. A2 dan A3 yang melihat perkelahian tersebut terkejut saat melihat Mark sudah memegang botol minuman beralkohol.
*ToBeContinued*