Bulan purnama sebentar lagi tiba, Kirana pergi ke sebuah hotel yang cukup mewah di anyer bersama dengan Ara. Hotel itu memiliki pantai pribadi sehingga terlihat sangat nyaman. Ketika Kirana mengadakan festival sihir, tentu tidak akan mengganggu pengunjung lain yang mungkin ingin bermain di pantai umum. Hotel itu bernama Summer Hotel. Kebetulan, manajer hotelnya adalah paman nya Ara, namanya Santoso.
Kirana dan Ara dibawa oleh Santoso ke pantai pribadi milik hotel itu. Pantainya sungguh menawan dan cukup luas, sehingga sangat cocok untuk mengadakan pesta di area terbuka.
"Bagaimana nona, apakah sudah sesuai dengan selera anda?", tanya Santoso.
"Hmmm, bagus sekali view nya. Saya akan ambil", jawab Kirana.
Santoso menawarkan beberapa voucher menginap di Summer Hotel sebagai bonusnya. Kirana dapat memberikan voucher itu sebagai hadiah bagi peserta yang hadir.
"Wah terima kasih banyak Pak Santos", kata Kirana.
"Terima kasih ya om, sudah bantu teman Ara", kata Ara.
Setelah menandatangi kontrak, Kirana dan Ara pun keluar dari hotel. Mereka terlihat sungguh bahagia dengan senyum lebar di wajah mereka.
"Yes, kita berhasil ra, thanks ya!", kata Kirana.
"Sama - sama, aku juga senang bisa membantu".
Beberapa menit kemudian terdengar dering hand phone milik Kirana. Ternyata itu adalah panggilan dari Devan. Kirana pun menerima telepon dari Devan. Pada saat itu, Devan mengajak Kirana untuk makan siang dengannya karena ia ingin menyampaikan sesuatu mengenai festival sihir.
"Hah, begitu ya? Baiklah, kau chat aku nama dan alamat restoran nya, aku akan datang bersama Ara".
Setelah selesai bicara, Kirana dan Devan saling menutup teleponnya.
"Itu siapa, Tama?", tanya Ara.
"Bukan, Devan. Katanya mau ngomongin soal festival sihir", jawab kirana.
"Oh bagus, ku pikir dia akan sibuk karena program TV nya".
"Tenang, dia tak akan mengabaikan festival ini. Dia sudah berjanji", kata Kirana.
30 menit kemudian Kirana dan Ara sudah sampai di restoran yang dipilih oleh Devan. Disana Devan sudah datang terlebih dahulu.
"Ayo silahkan duduk, ini udah aku pesenin duluan biar gak kelamaan", kata Devan.
"Wah, kamu tau aja van kita lagi lapar", kata Ara.
Sambil makan, Devan langsung menceritakan niat baik Erick. Devan menyampaikan bahwa Erick bersedia untuk menjadi sponsor utama acara festival sihir. Tidak hanya itu, Devan juga mengatakan bahwa Erick ingin mengajukan proposal untuk penayangan acara festival sihir tersebut di stasiun TV tempat mereka bekerja.
Kirana tersedak karena terkejut mendengar kebaikan Erick. Ia mengatakan pada Devan bahwa ia menitip ucapan terima kasih untuk Erick.
"Wah kalau itu, mending kamu langsung katakan pada Erick, pasti dia sangat senang", kata Devan.
"Hmmm begitu ya, baiklah. Tapi mungkin aku baru bisa menemuinya saat acara festival selesai"
"Ok, nanti aku sampaikan ke Erick".
Jam menunjukan pukul 1 siang, Devan harus segera kembali ke kantornya. Namun tidak dengan Ara. Ara masih menemani Kirana karena hari ini ia mengambil cuti.
Kirana dan Ara masih ada di dalam restoran. Mereka sedang menyantap makanan penutup yang sebelumnya sudah di pesankan oleh Devan. Melihat Ara dan Devan yang begitu baik, Kirana jadi bertanya - tanya dalam hatinya apakah Nadia memiliki sifat sebaik Devan dan Ara. Akhirnya Kirana mulai membuka mulutnya untuk bertanya pada Ara.
"Ngomong - ngomong kalau boleh tau, Nadia orangnya gimana?", tanya Kirana.
"Nadia baik kok, dia juga teman kami. Tapi Nadia orangnya lebih perfeksionis jadi kadang ada beberapa hal yang kami kurang nyambung".
Ara menceritakan bahwa Nadia hidup sebagai anak dari orang tua yang cukup berada, sehingga ia lahir dengan sempurna. Tidak seperti Ara, Devan dan bahkan Tama. Nadia selalu menjadikan dirinya paling sempurna. Dari mulai menjadi mahasiswa teladan, dan berprestasi.
"Oh begitu ya", ucap Kirana.
"Jika Nadia tau apa yang terjadi pada Tama, aku yakin dia akan meninggalkan Tama", kata Ara.
Kirana terdiam, ia merasa kasihan pada Tama. Obsesi cinta Tama kepada Nadia sudah sangat besar. Meskipun Kirana menasihatinya, Tama pasti tak akan mendengarkan. "Cepat atau lambat, budakku pasti akan patah hati", kata Kirana di dalam hatinya.
"Oh ya, untuk cetak tiket apakah sudah dilakukan?", tanya Ara.
"Hmmm, itu bagian dari kerjaan Tama, nanti coba ku tanyakan", jawab Kirana.
****
Di Villa Putri, Tama baru saja menerima telepon dari teman kantornya Nadia yaitu Dewi. Nadia baru saja mengalami kecelakaan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Tama sangat khawatir. Ia harus segera menemui Nadia. Namun sayang di siang hari Tama tidak bisa berubah menjadi manusia. Hanya Kirana yang dapat membantunya.
Tama menunggu Kirana dengan wajah yang pucat dan tangan gemetar. Ia sudah mencoba menghubungi Kirana namun hand phone Kirana tidak aktif. Pikirannya semakin kacau karena sudah menunggu terlalu lama.
1 jam kemudian Kirana tiba di Villa. Tama langsung berlari untuk menyambutnya.
"Putri, kau sudah pulang?", tanya Tama.
"Ya, sepertinya kau begitu bersemangat. Oh ya, ada yang ingin aku bicarakan padamu", kata Kirana.
"Aku juga putri, aku ingin bicarakan sesuatu".
"Oh, kalau begitu silahkan kau yang duluan".
Kirana tersenyum manis, ia menduga jika Tama akan memohon padanya untuk ikut serta membantu Kirana untuk mempersiapkan acara festival sihir. Namun sayangnya kenyataan berbeda dengan yang ada di dalam pikiran Kirana. Tama memberitahu jika Nadia kecelakaan dan ia harus segera ke Jakarta. Tama meminta bantuan Kirana agar ia dapat berubah menjadi manusia di siang hari untuk melihat kondisi Nadia.
"Oh begitu, baiklah", kata Kirana.
Meskipun sedikit kecewa, Kirana tetap membantu Tama. Ia membawa Tama ke pinggir danau, lalu ia memegang bahu Tama untuk memindahkan sedikit tenaganya untuk Tama. Akhirnya Tama pun dapat berubah menjadi manusia.
"Terima kasih putri, setelah aku memastikan Nadia baik - baik saja, aku akan segera kembali", ucap Tama.
"Ya, hati - hati di jalan", Kirana melambaikan tangan nya saat Tama meninggalkannya.
Kirana berjalan dengan lesu sepertinya tadi ia sedang terbang tinggi namun sayap nya patah dan akhirnya ia terjatuh. "Dalam hal apapun, tentu saja wanita itu yang paling utama", kata Kirana dalam hati. Kirana berjalan sambil melamun, dan ia tidak menyadari jika Limbur menyapanya.
"Putri, sudah pulang?".
Kirana yang berjalan sambil melamun seolah tidak memperdulikan Limbur yang menyapanya.
"Aneh, ada apa dengan putri", ucap Limbur dengan suara pelan.
Tiba - tiba Kirana menghentikan langkahnya. Ia berbalik badan lalu berlari keluar dari Villa.
"Loh, mau pergi kemana lagi putri?", teriak Limbur.
Kirana sama sekali tidak menjawab pertanyaan Limbur. Limbur sangat heran dengan perilaku Kirana saat ini. Mood Kirana memang sering berubah - ubah, tetapi sepertinya hari ini dari raut wajah Kirana nampak ia seperti sedang kecewa terhadap sesuatu.