Malam itu Kirana merasa kesepian karena tidak ada Tama yang biasa ia marahi sepanjang hari akibat ulahnya yang selalu membuat Kirana merasa kesal. Kirana meminum secangkir teh dan duduk di pinggir kolam sambil memandangi bulan.
"Sebentar lagi bulan purnama"
Kirana melihat Denok dan Limbur yang sedang ribut sambil kejar - kejaran. Mereka terlihat sangat akrab. Dan Kirana pun mulai merasa kesepian.
"Menyebalkan sekali, sepertinya aku harus mencari teman", kata Kirana.
Tiba - tiba terlintas dipikiran Kirana untuk mencari Devan. Jika saat ini Tama pergi menemui Nadia, pasti Devan juga sendirian. Akhirnya Kirana memutuskan untuk pergi ke Kosan Devan. Sesampainya di sana, kosan Devan terlihat sepi. Sepertinya tidak ada orang disana. Seorang hantu wanita memberitahu Kirana bahwa Devan belum pulang dari kantornya.
Kirana pergi menuju kantor Devan. Sesampainya di kantor Devan, Kirana menunggu Devan di Lobby. Saat Kirana menunggu, Bos Devan yang wajahnya mirip dengan Jendral John Willem lewat di depan Kirana. Namun sayangnya Kirana tidak memperhatikannya.
"Pak Erick, ada paket untuk anda", kata receptionist.
"Terima kasih"
Kirana menoleh, namun ia hanya melihat punggung Erick. Setelah mengambil paket, Erick langsung bergegas keluar menuju parkiran.
Tidak lama kemudian Devan muncul di lobby. Ia terkejut melihat Kirana ada disana.
"Pu.. Putri.. ada apa kesini?" tanya Devan.
"Aku ingin traktir kau makan"
"Wah senangnya, pas banget nih lagi lapar", kata Devan sambil memegangi perutnya.
"Yasudah, ayo kau tunjukan restoran enak yang ada di dekat sini!"
"Ok siap"
Kirana dan Devan berjalan bersama dan meninggalkan kantor. Erick baru saja keluar dari parkiran gedung sambil mengendarai mobilnya. Ia melihat Devan yang berjalan kaki bersama Kirana.
"Itu kan Devan, karyawan baru. Wah romantis sekali kekasihnya, sampai dijemput segala".
Erick tersenyum sambil geleng - geleng kepala karena takjub melihat Devan yang dijemput oleh Kirana di hari pertamanya bekerja. Erick sudah salah paham karena berfikir bahwa Devan adalah kekasih Kirana.
****
Di Jakarta, Tama dan Nadia pergi makan malam di warung tenda pinggir jalan. Mereka berdua memesan pecel lele, dan hari ini Tama menraktir Nadia sebagai bentuk permintaan maafnya kepada Nadia, karena telah mengabaikannya begitu lama.
"Kamu beneran gak apa - apa? Terus terang aku khawatir banget sampai enggak enak tidur karena takut kamu bakal mutusin aku", tanya Tama.
"Ya engga lah tam, sebelum aku bertindak, aku pun harus mendengar penjelasan kamu dan ini udah clear kan karena kamu sibuk kerja", jawab Nadia.
"Syukurlah, oh ya boleh aku minta nomor handphone kamu?"
"Ini kartu nama ku, oh ia mana kartu nama kamu?"
"Duh ketinggalan nih, tadi aku buru - buru, handphone aja aku lupa bawa".
Tama berbohong pada Nadia, karena sebenarnya ia tidak memiliki handphone. Berhubung ia tinggal di villa di bawah danau, barang - barang seperti handphone bisa saja langsung rusak. Tama harus memikirkan bagaimana caranya mendapatkan handphone yang memiliki kekuatan sihir, yang akan tahan terhadap air selama 1 bulan, karena Villa Putri akan muncul ke permukaan setiap bulan purnama.
Sebenarnya Nadia ingin membicarakan tentang tawaran pindah ke Korea dengan Tama. Tetapi melihat hubungan mereka baru saja kembali normal, sehingga tidak memungkinkan bagi Nadia untuk bernegosiasi dengan Tama, ia berfikir bahwa jawaban Tama adalah memintanya untuk tetap tinggal. Kali ini, Nadia akan menyimpannya terlebih dahulu dan akan ia bahas dengan Tama dikemudian hari.
Makanan mereka sudah datang. Pelayan restoran meletakan makanan yang dipesan oleh Tama dan Nadia di meja yang mereka tempati. Mereka berduapun makan dengan lahap sambil mengobrol.
Berbeda dengan Tama dan Nadia yang memilih makan di warung tenda pecel lele di pinggir jalan. Kirana dan Devan pergi ke resto hitz di kawasan BSD. Mereka pergi dengan menaiki kereta ke kawasan BSD.
"Duh, ini makan malam terjauh sepanjang hidupku", kata Devan.
"Loh, ini kan tadi kamu yang rekomendasiin, katanya ini lagi hitz", sahut Kirana.
"Iya sih, tapi tadi keretanya cepet banget ya"
"Hei, kau lupa ada siapa? Dengan tangan cantikku, bahkan aku bisa mempercepat laju kereta"
"Wah, asyik banget ya".
Suasana malam di restoran itu sangat ramai. Lampu - lampu yang menghiasi restoran terlihat sangat terang dan indah. Kirana mempersilahkan Devan untuk memesan makanan yang paling mahal. Devan pun senang bukan main.
Beberapa menit setelah mereka memesan makanan, Ara masuk ke dalam restoran sendirian. Devan melihatnya dan ingin menyapanya, namun ia khawatir jika Kirana akan merasa tidak senang, sebab hari itu Devan hanya menemani Kirana yang sedang merasa bosan.
"Hei kau, apa yang kau lihat?" tanya Kirana.
"Itu putri, sepertinya Ara sedang duduk sendirian", Devan menunjuk ke arah Ara.
"Cepat panggil dia, biar aku traktir", perintah Kirana .
"Ba..ba..baik"
Devan langsung berjalan dengan cepat mendekati Ara. Ia mengajak Ara untuk pindah ke meja nya bersama Kirana. Berhubung Ara datang sendirian, ia menyetujui ajakan Devan.
"Putri, apa kabar?" tanya Ara.
"Ah tidak usah formal begitu", kata Kirana.
Kirana meminta Ara dan Devan untuk bersikap santai dengan Kirana, karena Kirana ingin menjadi teman Ara dan Devan.
"Panggil saja aku Kirana,, lagi pula kalian kan bukan pelayanku", bisik Kirana.
"Ah benar juga", kata Devan.
Makanan yang dipesan oleh mereka bertiga sudah datang. Mereka pun makan bersama sambil mengobrol. Selain itu, Kirana meminta bantuan Devan dan Ara untuk menjadi panitia event yang akan Kirana buat. Kirana akan menyewa sebuah hall, dan hall itu akan di atur seperti magic hall yang terdiri dari berbagai macam pertunjukan sihir.
"Wah keren sekali, seperti di film - film fantasy", kata Ara.
"Ya benar, jika acara ini sukses aku akan membayar kalian dengan mahal"
"Siap kami akan melakukannya dengan baik", kata Devan.
Tidak terasa hari semakin larut, Tama mengantarkan Nadia pulang ke rumahnya. Lalu ia pamit kepada Nadia. Karena minggu depan adalah bulan purnama, maka Tama berjanji akan pergi menemui Nadia sejak pagi hari. Nadia pun merasa senang mendengarnya.
Setelah menempuh perjalanan udara selama satu jam. Tama sampai di Villa Putri.
"Aduh, ternyata terbang bikin lelah ya, harusnya tadi aku pinjam kereta kencana milik putri".
Tama masuk ke dalam Villa dan menoleh ke kamar Kirana yang begitu sunyi.
"Sepertinya dia tidak ada di dalam".
Tama pergi ke Pos Satpam untuk menemui Limbur, dan bertanya kemana Kirana pergi. Limbur mengatakan bahwa Kirana tidak memberitahunya.
"Tapi tadi dia dandan cantik banget mas, kayanya dia pergi ngedate", kata Limbur.
"Hah sama siapa?", tanya Tama.
"Hmmm.. saya kurang tau deh"
"Baiklah, aku akan menunggunya di tepi danau"
Tama berjalan meninggalkan Limbur, sementara itu Limbur malah senyam - senyum sendiri melihat kepanikan Tama setelah mendengar perkataan Limbur tentang Kirana.
"Huuuu,, cemburu nih yeee", bisik Limbur.
Sementara itu Kirana dan Devan pergi mengantarkan Ara terlebih dahulu ke rumahnya. Setelah itu barulah Devan pergi mengantarkan Kirana hingga ke tepi Danau.
Suara langkah kaki dari kejauhan mulai terdengar. Tama sudah tidak sabar untuk menangkap basah Kirana. Hatinya berdebar kencang karena penasaran siapa kah laki - laki itu. Saat mereka semakin dekat dan cahaya bulan memantulkan sinarnya ke wajah Kirana dan Devan. Tama pun terkejut.
"Dev..Dev..Devan... kau????"
"Hai broo,,"
"Ini.. apa tidak salah?"
Tama masih tidak percaya dengan apa yang ia Lihat. Tama membuka matanya lebar - lebar.
"Kirana, kalau begitu aku pamit dulu ya", kata Devan.
"Ya hati - hati di jalan ya"
"Kirana?"
Tama lebih tercengang lagi mendengar Devan memanggil Kirana dengan namanya langsung. Nampak seperti mereka sudah sangat akrab. Setelah Devan pergi, Kirana pergi meninggalkan Tama yang masih terkejut dengan apa yang ia lihat barusan.
"Apa ini mimpi? mengapa putri dengan Devan?"