Di pagi yang cerah, Kirana sudah duduk di meja kerjanya. Ia sedang sibuk menghitung pemasukan dan pengeluaran uang belanjanya. Bulan purnama masih 2 minggu lagi, tetapi keuangannya mulai menipis. Ia termenung dan memikirkan bahwa ia harus mendapatkan penghasilan tambahan selain dari menjadi peramal di pasar malam.
"Haduh, kalau defisit terus kapan kaya nya nih"
Matahari mulai cerah, sinarnya masuk ke dalam kamar Tama. Tama terbangun dan langsung menoleh ke arah jam dinding di dalam kamarnya. Jam menunjukkan pukul 6.30 pagi.
"Hmm, jadwal sarapan Kirana kan jam 7 pagi, aku mesti cepet - cepet ke dapur!"
Tama segera mencuci muka dan menggosok giginya, ia bergegas untuk pergi ke dapur villa. Sesampainya di dapur, ia langsung mencari Denok. Saat itu Denok sedang menyiapkan sarapan untuk Kirana.
"Loh mas Tama kenapa kesini? nanti Denok anterin kok sarapannya"
"Anu, itu sarapan buat Kirana ya? aku yang antar boleh gak?"
"Oh, mas Tama mau sarapan bareng tuan putri, boleh deh, ini mas bawa buat putri dulu ya, nanti punya nya mas Tama aku bikinin dulu"
"Ok siap".
Tama mengambil makanan untuk Kirana dan membawanya ke ruangan Kirana.
"Waduh, denok mencium bau - bau pdkt disini, eh tapi Tama kan dah punya pacar, kasian tuan putri nanti.."
"DORRR!!"", Limbur datang mengejutkan Denok.
Denok sangat terkejut hingga ia menjatuhkan mangkuk tanah liat.
"Limbur, kamu nih ngagetin aja!!", teriak Denok yang sangat marah.
"Duh neng geulis, maapin ya"
"Cuih, aku tak sudi"
Kemudian Denok terdiam sejenak untuk berpikir, setelah itu dia bergosip dengan Limbur mengenai kemungkinan Tama sedang pendekatan dengan putri, namun Limbur memintanya untuk berhenti bergosip karena mungkin saja Tama sedang ada urusan pekerjaan dengan putri. Limbur juga mengingatkan Denok bahwa cinta sejati putri adalah Jendral John Willem.
"Ohh, jadi kamu masih TJ alias tim john?" tanya Denok.
"Iya dong, aku tim john"
"Ih.. denok mah tim Tama.. hidup Tama!!! Bhayyy!!!" Denok pergi meninggalkan Limbur.
"Yah denok,, sarapan buat kakang mana nih?,, huh masa aku nyendok sendiri", kata Limbur.
Tama sudah lebih dulu sampai di ruang kerja Kirana. Ia membawa nampan yang berisi sarapan untuk Kirana.
"Good morning, sarapan datang", Tama masuk ke ruang kerja Kirana.
"Loh kok kamu yang antar, mana si denok?"
"Ada, nanti dia kesini ngantar sarapan punya ku. Hari ini kita sarapan bareng", jawab Tama.
"Ada apaan nih, pasti ada mau nya!"
"Hehe"
Denok datang membawakan sarapan untuk Tama, setelah itu ia langsung kembali ke dapur. Sementara Tama dan Kirana memulai sarapan mereka. Seperti biasa, Tama selalu saja sok imut, namun Kirana tetap bersikap dingin dan selalu marah - marah.
Tak sengaja Tama melihat kertas - kertas yang ada di meja kerja Kirana, ia menanyakan apa yang Kirana lakukan dengan tumpukan kertas itu, lalu Kirana menjelaskan bahwa dia sedang membuat analisa keuangan.
"Wah kebetulan waktu kuliah aku belajar manajemen keuangan, mungkin aku bisa bantu", kata Tama.
"Yang benar nih, tapi aku gak bisa kasih uang lembur loh, keuangan kita lagi seret"
"Tenang itu bisa diatur, tapi...."
"Tapi apa? benerkan perasaanku, pasti kamu ada mau nya!", tegas Kirana.
Tama mengatakan bahwa ia hanya ingin meminta izin untuk bertemu dengan Devan hari itu, lalu Kirana mengatakan bahwa ia boleh mengunjungi Devan tapi setelah semua pekerjaan di Villa telah selesai ia kerjakan. Dan setelah itu, ia harus kembali ke Villa paling lambat jam 12 malam karena ia harus lembur untuk membuat analisa keuangan.
Tama menyetujui permintaan Kirana. Setelah selesai sarapan, Tama langsung bergegas mengerjakan pekerjaannya di villa.
****
Hari mulai petang, dan Tama sudah selesai mengerjakan semua pekerjaannya. Ia datang ke ruang kerja Kirana untuk pamit ke kosan Devan.
Sesampainya di kosan Devan, Tama mengajak Devan makan di restoran lokal kegemaran mereka. Mereka berdua berjalan menuju restoran itu.
"Tumben lu ngajak makan di restoran, emang makanan di villa lo gak enak?", tanya Devan.
"Bukan gak enak, tapi udah lama kan kita gak makan bareng semenjak gue meninggal", jawab Tama.
"Iya juga ya"
Mereka berdua sudah sampai di depan restoran. Tama membuka pintu masuk dan Devan mengikutinya dari belakang Tama. Tidak disangka di dalam restoran itu ada Ara yang sedang makan sendirian. Ara melihat seolah Devan memiliki kekuatan supranatural dimana ia bisa membuka pintu tanpa menyentuh.
Ara berusaha untuk tidak nampak terlihat oleh Devan, ia memakai topi dan menutupi wajahnya. Devan dan Tama duduk di depan Ara. Saat Devan duduk, sebuah kursi di sampingnya bergerak seperti ada yang sedang menariknya untuk duduk, padahal Ara tidak melihat seorangpun disamping Devan.
Ara mulai merasa merinding. Sementara itu Devan terlihat asyik berbicara sendirian, padahal ia sedang berbicara dengan Tama.
"Eh tam, gue ada kabar bagus, sekarang gue udah diterima kerja di production house", kata Devan.
"Anjir keren juga lu bro, kerja di bagian apanya?"
"Itu, kan ada program acara mistery gitu, jadi gue bagian ide ceritanya, nanti lu kasi tau gue ya jenis - jenis hantu"
"Gampang itu mah,,, sruuuuppp", kata Tama sambil menghabiskan kuah sup nya.
Ara yang melihat manguk terangkat sendiri, merasa semakin ketakutan. Tangan dan kakinya mulai gemetaran. Setelah menghabiskan makanan dan minuman, Tama dan Devan meninggalkan restoran itu.
"Oh my god, gila serem banget! Kayanya Devan bener - bener mulai gak waras", kata Ara.
Tama dan Devan berjalan memutari alun - alun. Devan mengatakan bahwa ia telah menitipkan surat untuk Nadia kepada ibunya Nadia, karena pada saat itu Nadia pulang larut malam. Devan sudah menunggu lama, tetapi Nadia belum juga kembali. Tama mengatakan tidak masalah, ia berterima kasih untuk bantuan Devan.
Saat mereka berdua sedang berjalan sambil berbincang - bincang dan menikmati udara malam, tiba - tiba angin kencang berwarna hitam seperti tornado kecil melintasi jalan yang mereka lalui.
"Apaan tuh?", kata Devan.
"Perasaan gue kenal itu siapa, ayo van kita samperin!", kata Tama.
Angin tersebut berhenti dibawah pohon, lalu berubah menjadi malaikat maut. Malaikat maut nampak tinggi besar dan mengenakan jubah hitam membuat Devan sedikit ketakutan.
"Loh itu kan malaikat maut", kata Tama.
"APAAA????? MALAIKAT MAUT"
Devan langsung gemetaran dan ketakutan, ia ketakutan seperti hendak akan dicabut nyawanya oleh malaikat maut. Tetapi Tama menarik tangan Devan dan mengajaknya untuk menemui malaikat maut yang terlihat murung.
"Halo om, lagi ngapain nih?", Tama menyapa malaikat maut.
Tetapi malaikat maut hanya menatap Tama dan Devan dengan sinis tanpa mengatakan apapun.
"Tam, pulang aja yuk", kata Devan yang sedang takut hingga gemetaran.
Tiba - tiba malaikat pencabut nyawa menghela nafasnya dan ia nampak sedih.
"Aku kehilangan arwah pendendam, ia bersembunyi di dalam tubuh manusia dan membahayakan hidup manusia", kata malaikat maut.
"Hah, lalu apa yang terjadi jika arwah itu tidak segera ditangkap?", tanya Tama.
"Akan ada banyak manusia yang meninggal sebelum waktunya, ini sangat merepotkanku", jawab malaikat maut.
Tama dan Devan terkejut mendengar informasi dari malaikat maut, mereka berdua memikirkan keluarganya, dan khawatir bahwa keluarga mereka akan menjadi sasaran dari arwah pendendam itu.