"Arrgghh!!" Lagi-lagi Alexiana mengerang keras saat meraih puncak kepuasannya. Dengan sangat keras Satria memukul pantatnya. Membuat bekas merah yang indah pada kedua pantat mulus Alexiana.
"Apa yang kau inginkan untuk makan malam, Alexi?" Satria bertanya, ia memeluk tubuh Alexiana dari belakang dan merebahkan tubuh keduanya ke atas ranjang.
Keduanya bagaikan pengantin baru, melakukannya kapan pun dan di mana pun mereka mau. Satria terus memompakan tubuhnya ke dalam tubuh Alexiana begitu membuka mata. Gairah masa muda seakan kembali menghampiri keduanya.
"Aku sudah memesan pelayan di rumahku untuk membawakan kita makanan, Sat. Juga beberapa pakaian yang bisa kau gunakan." Alexiana mengalungkan lengannya, ia mengecup bibir Satria, melumatnya lagi.
Satria memeluk tubuh Alexiana, mengelus lembut punggungnya. Sesekali pria itu mengecup bahu Alexi. Dua hari yang penuh dengan keringat dan debaran jantung. Hari ini malam ke dua mereka bersama-sama.
Sungguh di mabuk asmara, keduanya seakan tak peduli dengan apa pun.
Apa menurut kalian Satria tak tahu bahwa ia bersalah?
Apa menurut kalian Alexiana tak tahu bahwa ia bersalah?
Oh, tentu saja keduanya sangat tahu bahwa yang mereka lalukan saat ini adalah sebuah dosa dan kesalahan besar. Sangat besar, dan tak ada kata untuk kembali.
Menyesal?? Menurutmu mereka menyesal??
Tentu saja tidak. Mereka justru menyesal karena tak bisa membina hubungan tidak masuk di akal ini lebih lama. Kenapa Tuhan hanya menciptakan dua puluh empat jam dalam satu hari dan tujuh hari dalam satu minggu??
Alexiana dengan kemeja putih kedodoran duduk di meja patry. Tubuhnya berada di antara kedua lengan Satria yang bersandar pada meja itu juga. Mereka sedang bercanda, menikmati malam yang indah. Sembari menunggu saatnya makan malam tiba. Mereka tak peduli dengan betapa kacaunya apartemen Alexiana gara-gara badai seks yang mereka lakukan.
Bantal sofa berserakan, noda wine terpercik ke permukaan sofa bludru berwarna putih. Lengketan cairan organsme yang membekas pada meja bar, meja tamu, sampai meja rias. Belum termasuk pecahan lampu duduk yang tak sengaja tertendang oleh Alexiana saat mereka bercinta semalam. Alexiana tak peduli, ia hanya membalaskan dendam enam belas tahunnya yang kosong, getir, dan pahit. Mengisinya dengan kemanisan dari gula sintetis. Yang manis di awal namun pahit pada akhir kecapannya.
"Cobalah, Putri. Ini enak!" Satria menaruh tomat ceri pada bibirnya. Alexiana tertawa, lalu menggigit tomat itu dan merebutnya dari bibir Satria. Sampai habis dan berakhir dengan saling mengulum.
"Eeuumm …!! Kenapa bibir ini begitu memabukkan?? Apa kau selalu mengoleskan heroin di sini??" Satria mengusap bibir Alexiana dengan ibu jarinya. Alexiana terkikih, ia cukup kaget karena Satria bisa menggombal juga.
"Apa kau juga mengatakannya pada istrimu??" Alexiana mengait tubuh Satria dengan kedua kakinya, menarik pria itu lebih dekat. Dahi mereka bertemu, napas mereka saling bersahutan. Menguar hangat.
"Menurutmu?" Satria mengecup bibir Alexiana. "Apa kau sedang cemburu, Putri?"
"Hahahaha!! Damn you, Satria!!" Alexiana mengulum bibir Satria dalam-dalam. Pria itu meremas payudara yang terihat menyembul dari balik kemeja kedodoran dengan tiga buah kancing yang sengaja tidak di kaitkan.
"Sekedar info, aku tak memakai celana dalam karena bagiku itu percuma." Alexiana terkikih, ia membuka lebar kedua pahanya.
Satria menyeringai, ia mulai menyesap pelan bibir bagian bawah Alexiana yang berwarna merah jambu. Alexiana melengguh pelan sembari menjambak rambut Satria.
"Oh … Ye—"
TING TONG!! TING TONG!!
"Fuck!!!" umpat Alexiana, keduanya terjatuh ke lantai karena kaget.
"Sialan!!" Alexiana bangkit, mengenakan kembali pakaianannya dan berlari untuk mengintip ke luar dari lubang pintu. Intercom berbunyi.
"Nona Alexi. Pakaian yang Anda minta dan juga makan malam." Seorang pelayan wanita terlihat memenuhi layar.
Alexiana bergegas membuka pintu dan menyahut bungkusan kertas dari tangan pelayan itu.
"Nona Alexi, Nyonya Besar menyuruh Anda pu—"
BRAK!!
Pintu telah di banting dan tertutup kembali.
"Pulang …." Pelayan itu mengangkat bahunya dan pergi. Ia menggaruk tengkuknya. Pakaian, wajah, sampai rambut nonanya kusut sekali, itu tak biasa terjadi pada Alexiana yang selalu menjaga penampilannya.
Yah mana mungkin sang putri sempat kalau tiap saat ia tenggelam dalam lautan peluh bersama dengan kesatrianya. Bercumbu dan bercinta dengan tenaga yang seakan tak pernah ada habisnya.
— MI VOLAS VIN —
•
•
•
Jam menunjukan pukul tiga pagi saat deringan di ponsel membangunkan mereka berdua. Alexiana mengeluh pelan saat mengumpulkan nyawanya, begitu pula Satria.
"Siapa yang menelepon malam-malam?" Alexiana menguap.
"Ini sudah pagi Alexi. Dini hari." Satria menyahut ponsel di atas nakas. Wajahnya mendadak tegang dan pucat. Dengan segera Satria bangkit, duduk pada tepi ranjang. Mengumpulkan keberaniannya untuk mengangkat panggilan itu.
"Siapa?"
"Rumah Sakit."
"Angkatlah, Sat." Alexiana kembali merebahkan diri.
Satria bercakap beberapa saat sebelum akhirnya menyudahi pembicaran itu.
"Baik, baik, aku akan segera ke sana." Satria menutup panggilannya dan bangkit berdiri. Ia
mengenakan kembali pakaiannya dan merapikan diri.
"Istrimu sudah siuman?" tanya Alexiana.
"Benar, Alexi. Maaf aku harus kembali ke rumah sakit." Satria mengecup kening Alexiana sebelum meninggalkan wanita itu sendiri dalam gelapnya malam.
Alexiana mengigit bibir, air matanya mengalir. Yah, kisah cinta mereka kembali berakhir. Bedanya kali ini hanya berakhir dalam waktu dua malam. Menyesakkan, memang manisnya kisah mereka kali ini hanyalah gula sintetik, pahit pada akhir kecapannya.
Alexiana duduk memeluk lututnya, ia menyisir rambutnya yang panjang ke belakang. Air matanya tak mau berhenti mengalir. Yah, memang bukan salah Satria bila ia harus datang menemui Yena. Yena adalah tanggung jawabnya, dan bukankah Alexiana sendiri yang memutuskan untuk menolong hidup wanita itu.
"Brengsek!!" Amuk Alexiana, hatinya sakit sekali. Berdenyut dengan cepat, menyesakkan, sampai membuatnya mual dan ingin muntah.
Alexiana mengambil sebotol minuman keras dari lemari di belakang meja bar. Ia menengguknya langsung dari botol. Menenangkan pikirannya yang kalut. Mengerikan memang melihat begitu menyedihkannya mereka berdua. Saling mencintai namun tak pernah bisa saling memiliki.
Di sisi lain, Satria tengah merenungi nasibnya di sampimg ranjang Yena. Pria itu tersenyum sembari menggenggam tangan istrinya. Hati Satria pun terasa ingin menangis. Namun benarkah ia harus meninggalkan wanita ini demi wanita yang ia cintai?? Bahkan dengan keterbatasan dan juga kekurangannya ia telah memberikan dua orang anak bagi Satria. Mengorbankan nyawanya agar Pangeran dan Putri bisa terlahir ke dunia ini.
Yena bergerak pelan. Dengan tangan yang lemah Yena menghapus air mata yang meleleh dari sudut mata Satria.
"Maafkan aku, Yena. Maafkan aku. Aku bersalah padamu, pada anak-anak kita." Satria menangis dan menggenggam erat tangan Yena. Kisahnya bersama Alexiana selama dua hari menodai indahnya kebersamaan yang telah mereka lalui selama empat belas tahun.
Yena bergeleng lesu, ia ikut menangis. Satria semakin erat menggenggam tangannya. Sebagai pria dia hanya bisa tertunduk malu. Ia bahkan tak pantas lagi disebut manusia. Cinta Yena yang tulus menguliti nurani Satria.
— MI VOLAS VIN —
Trus Alexi gimana donk?!!! Huhuhu
Bex episode last ya 🥰