(Alurnya mundur lagi sedikit gaes, beberapa jam sebelum Jasmine berpapasan dengan Rafael 💋💋💋💋)
Pagi ini, bukannya pergi ke kentor, Leonardo justru mengajak Kato untuk menemaninya berlatih. Kato menurut saja saat Leonardo memberikannya baju pelindung dan sarung tangan matt sebagai alas untuk menahan tinjunya. Kato benar-benar akan menjadi bulan-bulanan akan pelampiasan nafsu Leonardo yang terus tak tersalurkan.
Cih, aku harus membuang tenagaku atau aku benar-benar akan menyerang Jasmine saat ini, batin Leonardo. Beberapa hari ini Jasmine berulah, entah itu menyusul Leonardo mandi atau bahkan tidur di atas tubuhnya saat Leonardo terbangun.
Dengan sedikit amarah yang bercampur rasa kesal, Leonardo melayangkan pukulan bertubi-tubi. Kato menahannya dengan sekuat tenaga. Tak hanya hook mau pun jab keras, tendangan kaki tinggi dan juga front doble kick yang dilayangkan Leonardo membuat Kato mundur, terdorong ke belakang.
"Shit!!" Leonardo merasakan kekosongan hati akibat rasa penasaran. Tak hanya karena terlampau mencintai wanita itu, ia juga terlalu terluka karenanya. Semakin besar kau mencintai seseorang, semakin besar pula lula yang akan di dapat.
"Aku ingin membalasmu!! Tapi kenapa justru hatiku yang semakin terluka?!" gumam Leonardo, mendengarkan Jasmine menangis sebenarnya juga membuatnya sakit. Walaupun semuanya telah ia rencanakan, tapi berat rasanya untuk mencoba acuh saat Wanita itu menangis.
Peluh menetes dari sekujur tubuh Leonardo, bahunya yang lebar naik turun karena lelah. Dadanya membusung agar udara bisa masuk sebanyak mungkin. Leonardo melemparkan sarung tinjunya dan menyahut handuk dari tangan Carl.
"Nona Jasmine menyiapkan sarapan untuk Anda Tuan." Carl melaporkan keberadaan Jasmine di dapur.
"Biarkan dia berbuat semaunya, Carl." Leonardo melemparkan kembali handuk pada tangan Carl.
"Baik, Tuan."
"Ni iru, Kato!"
"Jes, Tuan Leon."
•
•
•
Leonardo membersihkan dirinya dan mengganti pakaian dengan setelan jas formal. Saat hendak memasang dasi, Jasmine masuk ke dalam ruang ganti. Wanita itu senang karena ia datang tepat pada waktunya.
"Sepertinya warna silver lebih cocok, Leon." Tangan Jasmine bergerak untuk mengambil dasi dari dalam laci kaca. Ia mendekati suaminya dan menawarkan diri untuk memasang simpul dasi.
Leonardo menurut saja saat Jasmine memasangkan dasi, tubuh keduanya berdekatan. Sangat dekat malahan. Aroma parfum menggelitik hidung ke duanya, menimbulkan kembali kenangan akan hangatnya dekapan dan indahnya persatuan.
"Ehem ... kapan kau akan memberiku pekerjaan?" Jasmine berdehem, membuka pembicaraan. Gara-gara insiden air panas Leonardo mengacuhkannya selama beberapa hari maka Jasmine pun belum memperoleh pekerjaan.
"Posisi apa yang kau inginkan, Baby? Direktur? Manager? Atau CEO?" Leonardo menatap wajah Jasmine yang terlihat fokus saat merapikan simpul dasinya.
"Aku tidak seserakah itu, Leon. Aku sadar kemampuanku belum cukup sebagai Direktur. Mereka juga pasti akan meremehkanku, mencibir, dan menganggapku menyalah gunakan otoritas suami atau yang lebih parah, aku menggodamu demi posisi itu. So, cukup pegawai biasa, aku akan merangkak naik dengan kemampuanku sendiri." Jasmine selesai mengikat simpul dasi Leonardo.
"Kau tidak takut mereka menindasmu? Saat ini tak ada satu pun orang kantor yang tahu bahwa kau istriku." Leonardo menjawab Jasmine. Memang benar, Leonardo hanya memberitahukan pernikahannya pada sanak saudara dan keluarga dekat saja.
"Itu lebih baik bukan, mereka tak akan membeda-bedakan ku dengan karyawan lainnya. Ayolah, Leon. Beri aku kesempatan." Jasmine tersenyum.
"Hah ... Ok, datanglah ke kantor hari ini." Leonardo mendengus karena tak bisa lagi menekan keinginan istrinya itu.
"Sungguh?? Kali ini kau tidak bohongkan?! Kau benar-benar akan memberiku pekerjaankan?" Mata Jasmine berbinar bahagia, membuat wajah Leonardo menghangat.
"Tapi kau tetap harus memakai cincin pernikahan kita!! Aku pastikan akan membunuh lelaki yang mendekatimu di kantor! Jadi jangan macam-macam." Leonardo mencengkram pergelangan tangan Jasmine, menunjukkan cincin bukti kepemilikkannya atas hidup sang istri.
"Ya Tuhan. Ternyata itu alasanmu enggan memberiku pekerjaan selama ini. Kau cemburu ya, Tuan Wijaya?? Memang istrimu cantik sih, wajar deh kalau kau cemburu." Jasmine terkikih, ia meledek Leonardo, alisnya naik turun menggemaskan.
"Siapa yang cemburu?? Aku?!! Yang benar saja? Puft ..., siapa yang bisa menandingi kharisma dan ketampananku, lagi pula aku punya segalanya. Tak ada alasan bagiku cemburu pada lelaki lain." Leonardo mengoceh panjang lebar untuk menutupi rasa malunya karena ucapan Jasmine benar.
"OK-OK! Sesukamu, Tuan Wijaya! Kemari ...!" Jasmine menarik dasi Leonardo, membuat pria itu refleks membungkukkan badannya. Jasmine mengecup bibir Leonardo sebelum melumatnya lembut. Setelah panggutan itu selesai, Jasmine berbisik, "Selamat bekerja, Suamiku tersayang!"
"Kau sakit???" Leonardo melongo heran dengan keberanian Jasmine.
"Tidak, aku hanya telah memutuskan sesuatu." Jasmine bergeleng, wajah polosnya terlihat cantik. Lagi pula mereka telah sah sebagai suami istri, tubuh Jasmine milik Leonardo begitu pula sebaliknya, tubuh Leonardo milik Jasmine. Kini dia mau menciumnya tanpa ijin Leonardo pun sah-sah saja.
"Hah??"
"Memutuskan untuk kembali mengejar cinta suami!" Jasmine terkekeh, lalu melepaskan dasi Leonardo. Kalau dulu cara ini berhasil membuat Rafael menikahinya, mungkin cara ini juga akan berhasil membuat Leonardo kembali mencintainya.
"Hah??" Leonardo terbengong mendengar ucapan Jasmine.
"Turunlah! Aku telah memasak telor ceplok untukmu." Jasmine meninggalkan Leonardo yang masih melongo tak percaya dengan keberanian istrinya.
"Kau hanya memasak telor ceplok untukku??" Leonardo berteriak dari dalam kamar agar Jasmine mendengarnya.
"Tenang saja, pakai kecap kok!! Kecap Bango, dibuat dari kedelai pilihan yang dipelihara dengan sepenuh hati!!" jawab Jasmine tak kalah kencang.
"Wah, dasar wanita itu!! Benar-benar susah ditebak." Leonardo tersenyum masam sambil bergeleng. Niatnya membuat Jasmine bersedih dan menangis, tapi semakin hari justru Jasmine yang semakin menekan untuk membuatnya menyerah dalam membalaskan dendam anak mereka. Justru perasaan Leonardo lah yang semakin melemah, diaduk-aduk sampai kalis oleh kuatnya tekat Jasmine.
"No, aku tak boleh lemah!!" Leonardo berpuh pelan.
oooooOooooo
Ayo Jasss, bikin Leonnya bucin lagi 😝😝😝😝
Vote please...
Aku bonusin up satu episode manis sebelum besok menangis #eh...