Dilarang menundukkan kepala pada bawahan.
Dilarang membungkukkan badan kecuali kepada kelurga inti yang lebih tua.
Dilarang berekspresi bingung dan tergagap.
Dilarang menghela napas dihadapan lawan bicara.
Dilarang bla bla bla ...
Wejangan panjang terlontar sepanjang kereta api jurusan Sabang sampai Merauke tiap kali Laras datang. Jasmine tak bisa menyembunyikan rasa kantuknya karena pembelajaran tata krama memang menurutnya terlalu membosankan. Justru Ameera yang serius mencuri-curi dengar saat pembelajaran Jasmine. Siapa tahu kelak ia akan menemukan pria yang tak kalah berkuasa seperti Leonardo.
"Kenapa aku harus belajar tata krama? Apa kau tak tahu betapa brengseknya Leonardo?" Jasmine menyangga dagu, sambil tersenyum kecut pada sang mentor.
Kenapa orang-orang kaya mementingkan pelajaran gestur tubuh dan tata krama bila nyatanya kehidupan dan prilaku mereka sangat bertolak belakang? Tilik saja Leonardo, betapa kejam, sombong, dan arogannya dia. Tilik juga Alexiana yang tak segan-segan mengumpati dan mengatakan bahwa adiknya sendiri adalah seorang bajingan.
Lantas apa fungsinya belajar tata krama? Anak-anak orang kaya itu sama sekali tak beradab. Baik tingkah laku maupun ucapan mereka. Jasmine teringat Leonardo mencuri celana dalamnya semalam. Pria super mesum itu tak punya akhlak.
Pertanyaan itu mulai menggelitik Jasmine. Apa dia juga harus belajar juga meski nyatanya ia jauh lebih sopan bila dibandingkan dengan Leonardo atau Alexiana.
"Kharisma, Nona. Mereka belajar tata krama dan gestur tubuh untuk membentuk kharisma. Apa Anda merasa takut saat pertama kali bertemu dengan Tuan Leon? Merasa tertekan dengan auranya? Tatapan Dingin itu memandang Anda seakan-akan hanyalah serangga yang bisa ia bunuh dalam satu kali injakan kaki?" Laras duduk dengan sopan di depan Jasmine.
"Iya, auranya menakutkan. Begitu pula Alexiana." Jasmine mengangguk.
"Kini Anda mengerti bukan, dalam dunia bisnis. Cara kita bersikap dan membawa diri itu penting. Orang akan cenderung meremehkan bila tidak punya pondasi hati dan pikiran yang kuat. Maka dari itu, para anak-anak kaya raya itu dibekali dengan pembelajaran ini. Tapi memang waktu dan pengalaman yang akan membentuk kharisma mereka agar semakin terpancar. Tuan Leon adalah salah satu pria dengan kharisma yang besar, ia bisa menundukkan siapa pun dalam satu kali tatapan mata. Membuat tiap lawan bisnisnya segan dan enggan menolak tawaran Tuan Leon."
"Wah, ternyata begitu."
"Anda harus mengerti. Tuan Leon tak ingin Nona diremehkan oleh banyak orang karena Anda berasal dari golongan yang mereka sebut 'orang rendahan'. Maka dari itu beliau meminta saya untuk memoles kharisma Anda sebagai calon Nyonya Wijaya secepat mungkin." Laras kembali bangkit dari tempatnya duduk.
Ah... Dasar singa mesum, ternyata dia perhatian juga. Jasmine senyam senyum sendiri.
"Baiklah, Nyonya Laras. Aku akan berusaha sebaik mungkin." Jasmine berseru penuh semangat.
ooooOoooo
•
•
•
Akhir pekan...
Malam harinya, seluruh pelayan di kediaman Wijaya terlihat sibuk mempersiapan jamuan makan malam untuk menyambut calon istri anak bungsu mereka.
Lampu-lampu gantung kristal berpendar cantik. Di atas meja pualam tertata rapi makan malam mewah. Anggur-anggur kelas tinggi dengan berbagai macam usia berjajar di samping lilin-lilin panjang. Sendok-sendok dan peralatan makan dari perak tersusun rapi pada tiap kursi.
Melani mengecek sendiri rasa masakan dari koki pribadi mereka. Ia akan menunjukan betapa berkelasnya keluarga Wijaya pada calon menantunya yang berasal dari desa itu. Betapa perbedaan mereka sangatlah jauh. Betapa ia tidak pantas menyandang gelar sebagai Nyonya Wijaya. Betapa gadis pilihan Leonardo amatlah memalukan.
Melani menyeringai, ia benar-benar tak sabar ingin mempermalukan Jasmine dan Leonardo di depan Alexandro. Betapa salahnya Alexandro karena lebih menyayangi Leonardo dibandingkan anak-anaknya yang lain. Dan Leonardo pasti mengecewakannya karena memberi seorang menantu yang tidak sepadan dengan keluarga mereka.
Lihat saja bagaimana aku akan mempermalukan calon istrimu, Leon! batin Melani.
"Wah, ini enak sekali." Alexiana yang baru saja pulang dari klinik mencomot buah anggur moondrop kesukaannya. Anggur lonjong super manis tanpa biji dan rasa sepat.
"Cuci tanganmu dulu, Sayang! Bukankah kau seorang dokter?! Bagaimana mungkin dokter sejorok ini?!" Melani bergeleng.
"Aku sudah mencuci tanganku, Bu!" Alexiana memberikan tas dan luaran pada sekretarisnya. Wanita paruh baya itu undur diri untuk menyimpan semua barang ke dalam ruang kerja atasannya.
"Leon akan menikah, kau kapan? Apa selamanya kau akan menjadi perawan tua?" Sindir Melani.
"Aku sudah punya lima orang anak, Bu. Untuk apa aku menikah? Lagi pula, aku sudah bukan perawan." Alexiana tersenyum dan mencomot lagi sebutir anggur, memasukkan ke dalam mulutnya bulan-bulat.
"Dasar, merekakan hanya anak-anak angkat! Ayolah, ibu juga mau cucu lagi. Isabella dan Arabella sudah semakin besar. Mereka tak lucu lagi seperti dulu dan semakin susah diajak bermain." Melani menggoncang lengan Alexiana, memohon agar anaknya itu menikah, memberinya cucu.
"Tidak! Selamanya aku tak akan menikah. Kesibukkanku hanya akan membuat suamiku berselingkuh." Alexiana menepis permintaan ibunya mentah-mentah.
"Akan aku potong kemaluannya bila ia berselingkuh. Ayolah Alexi, please. Ibu mohon menikahlah." Melani berkedap kedip agar Alexiana luluh pada rayuannya.
"No way! Sudah ya, aku akan mandi dan bersiap-siap. Ibu juga harus berganti pakaian, bukan?! Satu jam lagi Leon dan Jasmine akan datang." Alexiana meninggalkan ibunya.
"Cih, dasar anak itu. Bisa-bisa memilih untuk tidak menikah." Dengus Melani kesal.
Melani bergumam sambil berjalan masuk ke kamar dengan penuh semangat. "Haruskan aku memakai berlian yang paling besar?"
•
•
•
Tak lama seluruh keluarga telah berkumpul di ruang makan. Menghenyakkan pantat mereka pada kursi masing-masing. Lexandro menggenggam tangan Karina agar wanita itu berhenti bergetar karena ketakutan. Semenjak kejadian minggu lalu, Lexandro setiap hari menghukum istrinya dengan cara yang sama.
"Aku harap kau memberiku anak laki-laki kali ini, Sayang." Lexandro mengecup pipi Karina, mata wanita itu berkaca-kaca menahan air mata.
"Kalian sudah berkumpul?" Alexandro datang dengan kursi roda yang didorong oleh Mike.
"Selamat malam, Ayah," salam semuanya.
"Duduklah, kita tunggu Leon dan calon istrinya." Alexandro memberi kode agar Mike meninggalkannya. Lelaki tegap itu mengangguk dan pergi.
"Cih, kenapa mereka terlambat?!" Melani berdecak sebal.
"Ya ampun, Ibu, baru juga tiga menit!" Alexiana menyela ucapan ibunya.
"Ya, tetap saja, waktu kita itu sangat berharga." Melani melipat tangan di depan dada.
Alexandro menatap lamat istrinya, dari ujung kepala sampai kaki terlihat penuh perhiasan sampai menyilaukan. Pria itu bergeleng pelan, kenapa sampai harus berdandan seheboh itu hanya untuk makan malam perkenalan.
"Panjang umurnya, mereka datang." Alexiana mendengar langkah kaki Leonardo dan Jasmine yang semakin mendekat. Bunyi heels stilleto yang lancip beradu dengan lantai pualam menjadi tanda kehadiran mereka.
"Aku penasaran, seperti apa wajah gadis kampungan itu?" Melani tersenyum.
"Aku juga penasaran, kenapa Leon memilihnya." Alexandro menoleh.
Seperti apa wanita pilihan Leonardo? Apa dia lebih cantik dariku? batin Karina.
"Seperti apa wanita yang bisa menundukkan Leonardo?" gumam Lexandro.
Seluruh keluarga menanti kedatangan Jasmine. Raut wajah mereka penasaran, juga sangat tidak sabar untuk menghujadnya. Sudah pasti wanita kampungan seperti Jasmine akan terlihat konyol saat berkumpul dengan keluarga besar Wijaya.
"Selamat malam Ayah, Ibu, perkenalkan ini Jasmine, calon istri dan juga ibu dari anakku."
"Jasmine ..."
ooooOoooo
Wuih, semangat Jasmine, semoga lancar-lancar ya ketemu camer.
Lop Lop Lop.
Vote gaeskuh
Jangan lupa kommennya yang banyk biar semangat 🤗🤗🤗
Ayo di vote, jangan lupa di koment.
Giveaway GORESAN WARNA PELANGI
CARANYA GAMPANG.
KALIAN CUKUP REVIEW NOVEL MI VOLAS VIN DENGAN BINTANG LIMA.
DUA REVIER TERBAIK AKAN MENDAPATKAN NOVEL AUTHOR.
Event berlaku sampai akhir bulan MARET 2021
Have a nice day baby!!!