"Tok ... tok ... tok ..."
Ada suara ketukan dari pintu rumah Arman, siapa sepagi ini yang bertamu? Kalau Ibu pasti sudah langsung masuk bila sudah pulang dari pasar.
"Aku bukain pintu dulu ya, Inez siap-siap saja dulu untuk berangkat ke Surabaya ya?" pamitnya kepadaku.
Dibukalah pintu itu oleh Arman, sedangkan aku? Rasa ingin tahuku sangat besar, karena suara tamu itu adalah suara perempuan muda. Aku lantas meminggirkan diriku agak bersembunyi dibalik pintu. Rasa penasaranku membuat aku tak bergegas untuk bersiap-siap seperti yang Arman pinta, tapi menguping dan mencari tahu siapa itu pagi-pagi datang ke rumah ini.
Kuintip dan kulirik sesosok gadis tengah berdiri dan berhadapan dengan Arman. Dia berdiri menatap Arman tak berkedip sama sekali, tak menolah ataupun menoleh, rambut panjang yang lurus terurai dan berponi itu, tampak muda nan ayu__kuakui itu, memakai baju serupa dress berlengan pendek, dan roknya sampai lutut bergerak-gerak tertiup angin__aish ... kulitnya putih bersih dan masih alami tanpa polesan.
Gadis itu menyodorkan bungkusan kepada Arman semacam Kotak kardus__kotak Snack berukuran sedang. Mereka berdua tertawa-tawa bersama dan tampak akrab. Apa yang mereka obrolkan dipagi buta ini? Arman pun antusias menjawab setiap pertanyaan dia. Siapa gadis muda itu? Usianya pasti jauh dibawahku, hatiku berseteru melihat pemandangan itu, diselimuti rasa cemburu tak menentu.
Karena ada pergerakan Arman menyudahi percakapan mereka dan hendak masuk rumah, aku buru-buru mencari posisi baru, ya di sofa itu, kulari dan segera duduk santai disitu sambil membaca buku yang memang sudah ada di meja depan sofa.
Aku pura-pura saja tidak tahu akan kejadian itu tadi, tak urunglah Arman memulai memberikan sapaan kepadaku. Dia menawariku sesuatu sambil mencoba mengurai bungkusan pemberian gadis muda itu.
"Nez, sarapan dulu yuk ini ada dari tetangga."
"Apa itu? Siapa yang ngasih tadi, cewek kan sayang?" balasku mencoba sedatar mungkin, karena tak mungkin aku menanyai dengan menggebu karena takutnya aku salah paham, bisa saja kan gadis itu adalah saudara jauh Arman ataukah siapanya Arman atau sahabat dekat Icha dan Echa, jadi ku tahan emosi dan rasa cemburuku sambil tarik ulur nafas sesantai mungkin.
"Ooh tadi tetangga Nez, namanya Rahayu, rumahnya dekat kok dari sini, sekitar seratus meter dari rumah ini. Dia teman main sejak kecil, ya teman main adik-adik juga, cuma umurnya diatas Icha dan Echa, Ayu udah lulus SMK, sedangkan adik-adikku masih kelas satu SMA, beda sekolah juga sih," jelas Arman kepadaku seraya membuka bungkusan itu dihadapanku, entah mengapa aku melihat gelagat tak biasa dari gadis itu terhadap Armanku, dari sorot matanya tadi, dari bahasa tubuh dan gerak geriknya tadi, semua bukan hal yang biasa.
"Dia sering memberi sesuatu kesini ya?" tanyaku selanjutnya.
"Yaa aku kurang tahu sih, sehari-hari kan aku tidak disini? Adik-adikku yang tahu." Sambil mengeluarkan makanan itu dari pembungkusnya, Arman menyodorkan satu porsi kepadaku. Bubur Sum-sum lembut dengan mutiara merah menghiasi atasnya, plus siraman gula dan air santan yang kental memang menggugah selera di pagi hari. Lama juga sih aku tak memakan bubur sejenis ini dan tak terfikirkan untuk membeli atau membuat sendiri makanan seperti ini dengan ibuku.
"Maksudku, disaat kamu pulang kesini, dia suka memberi kepadamu ya? Sering main kesini gitu?" kataku sedikit menuduh.
"Ya, jarang sih, namanya tetangga mungkin pas kebetulan saja mereka bikin lebihan jadi kita kecipratan rezeki," jelas Arman yang tampak lahap menikmati bubur itu, lahap banget__apa iya kejadian beberapa menit lalu bersamaku itu sempat menguras tenaganya? Kok tampak lapar berat dia.
"Ooh jadi ini dia masak sendiri ya? tak kira beli," tukasku rada-rada sewot, pake dimasakin segala susah-susah.
"Ayo makan Nez, mumpung hangat. Yaa kalau yang masak siapa sih aku kurang tahu Nez, dia enggak bilang sih, mungkin ibunya kali kebetulan masak bubur ini?"
"Cha ... Echa sini dek, ada bubur nih, mau?" panggil Arman setengah berteriak karena Echa memang sedang di dapur setahuku mencuci baju sejak tadi pagi. Aku pun turut mencicipi bubur ini dengan sendok plastik yang sudah ada didalam bungkusannya lalu memakannya, memang enak ini sih ku akui, karena lama tidak menemui bubur ini disana.
Echa buru-buru datang dengan tangan basah__rupanya meninggalkan cucian yang belum selesai untuk memenuhi panggilan kakaknya, lalu dia ikut duduk bareng kami bertiga, lalu mengambil satu bungkus untuk dimakan dia juga. Tak lama disusul suara motor Bebek lawas yang dikendarai Icha tampak dari depan datang sambil membonceng ibu dengan barang belanjaan yang cukup banyak dari pasar.
"Assalamu'alaikum," ucapan salam beriringan melangkah masuk mereka berdua, Icha dan Ibu Arman.
"Banyak sekali belanjanya Bu," sapaku kepada Ibu yang berkeringat sepertinya lelah berputar-putar belanja mencari kebutuhan untuk dibelinya.
"Iya, Ibu sekalian belanjain oleh-oleh buat kamu Nez, bawa pulang ya nanti." Titip Ibu kepadaku.
"Bu, sarapan bubur dulu bu sini, tadi Ayu kesini memberi bubur buat kita," ajak Arman kepada Ibunya untuk ikutan bergabung dengan kami yang lahap memakan bubur Sum-sum ini.
"Ibu mau masak dulu, kalian makan saja, soalnya kan Arman dan Inez mau berangkat pagi? dihabiskan saja buburnya." Tergopoh-gopoh Ibu segera menuju dapur. Icha lah yang memilih nimbrung bersama kami, ya karena buburnya memang tinggal satu. Ada empat porsi terkemas rapi tadi, karena satu diberikan kepadaku, jadi jatah ibu tidak ada. Anggota keluarga dirumah memang empat saja, mungkin tak tahu jika bertambah satu hari ini,
"Cha, tadi yang ngasih bubur si Ayu, kalian kenal?" ucapku sambil menghabiskan bubur yang masih menyisa sedikit.
"Ooh Kak Ayu? Kenal kak, teman main dari kecil" balas Icha.
Echa juga ikutan menjawab pertanyaanku, seakan dia tahu bahwa aku butuh lebih profil dia dari sekedar jawaban kenal dan teman main kecil saja. Echa bilang mereka tetap berteman sampai sekarang, tapi karena memang kesibukan masing-masing jarang juga mereka bertemu atau saling main ke rumah masing-masing, paling kalau ketemu hanya say hai saja. Berita terbaru yang mereka tahu sejak lulus SMK, Ayu masih mencari pekerjaan untuk menyalurkan keterampilannya dalam jurusan tata boga. Beberapa kali mendapat panggilan tapi belum juga dia terima karena mungkin mencari yang cocok. Jadi kesimpulan kegalauanku sementara ini terpatahkan, mereka tidak begitu dekat untuk saat ini, karena aku tanya tentang Ayu, apakah dia punya pacar, adik-adik Arman tak ada yang tahu.
Sehabis memakan bubur, aku segera pamit masuk ke kamar untuk bersiap-siap, mandi, menata barang dan memastikan agar jangan sampai ada yang ketinggalan disini, karena tak akan mungkin lagi aku mengunjungi rumah ini.