Di sebuah pabrik tua tak terurus, terlihat seorang pria tengah bekerja dan meneliti sesuatu. Ia terlihat sedang mengelas beberapa besi kecil di tangannya, entah apa itu hanya dia yang tahu.
*Bzzt...bzzt* Suara mesin las yang terdengar menggema di tempat itu.
"Sedikit lagi semuanya selesai, dan setelah itu akan ku tunjukkan pada mereka bahwa aku adalah seorang yang waras dan jenius..kekeke" Ucap pria itu dengan gerak-gerik yang nyentrik.
Tampaknya ia tengah membuat sebuah mesin yang berbentuk portal, dan banyak beragam alat penunjang listrik disini. Tak sedikit juga kabel-kabel yang terlihat mengganggu langkah kaki.
*Bzzt..*
"Baiklah!, INILAH SAATNYA!!. Komputer nyalakan mesin dan hidupkan program pembantu!!" Teriak pria itu dengan semangat.
"Ok" Balas komputer itu.
Lalu seketika, muncul listrik-listrik statis yang perlahan membuat sebuah lingkaran cahaya darinya. Setelah itu, suara gemuruh keras muncul dari dalam mesin itu, bersamaan dengan suara itu, tiba-tiba saja muncul daya gravitasi yang menarik segala benda disekitarnya kedalam mesin itu.
"Aku berhasil! AKU BERHASIL!!!" Teriak pria itu kegirangan.
"Komputer!, segera masukkan destinasi waktu yang sudah ditetapkan!"
"Ok"
Tapi, ketika pria itu sedang sibuk merayakan kemenangannya. Terdengar sebuah peringatan bahaya dari komputernya.
*WUNG!..WUNG!*
"Peringatan!, overheat!, sistem error. Tak bisa melakukan control dan kalkulasi pada mesin" Terlihat komputer itu tengah mengalami konsleting yang cukup parah, hingga menimbulkan kilatan listrik yang membakar beberapa barang.
"Cih!, bisa-bisanya di waktu seperti ini!. Aku harus cepat menstabilkan mesin ini!" Ucapnya dengan kesal.
Namun tiba-tiba dari belakangnya, mesin itu mengeluarkan kilatan listrik yang cukup besar dan tak butuh waktu lama untuk kilatan itu menyambar dirinya dengan sekejap mata.
"AAARGHHHH!" Teriak pria itu kesakitan.
Tubuhnya bergemetar hebat, kulitnya perlahan mengelupas, darahnya mendidih dan seluruh organ didalam tubuhnya bergejolak lalu hancur seketika. Kesadarannya pun perlahan berlalu meninggalkan tubuhnya, pandangannya sudah kabur, dan hilang lah nyawanya saat itu juga.
Kilatan listrik sudah berhenti dan tubuhnya terbaring kaku, dengan rupa yang sudah tak dapat dijelaskan oleh kata. Mesin itu berhenti, bersamaan dengan komputer yang sudah tak lagi dapat berfungsi.
Akal dan rohnya terbang tak menentu, seolah terombang-ambing disuatu arus kencang di lautan. Ia kehilangan rasa dari raganya, kini ia hanya dapat berpasrah pada semuanya..
*Deg...Deg*
Terdengar suara yang berdentung menggema dengan pelan di saat itu. Lalu tiba-tiba saja semua menjadi gelap, seiringan dengan suara itu yang terus menggema.
*Deg..Deg...Deg!*
Seketika, terdengar suara dentungan kencang di saat itu, dan memunculkan sebuah cahaya yang perlahan membutakan mata.
"HEeuk!?" Dengan sekejap dia terbangun kembali.
Nafasnya terseok-seok, kepalanya berputar, dan jantungnya berdebar-debar. Tapi, fokusnya perlahan kembali dan matanya kembali melihat realita lagi. Tentu saja ia sangat terkejut, mengingat ia baru saja merasakan kematian beberapa detik yang lalu, tapi kini ia telah hidup seolah tak ada apapun yang terjadi.
"Hah?!, dimana ini?!" Ucapnya sembari melihat kesana-kemari dengan bingung.
Ia terlihat berada di ujung bukit, dan di detik itu juga ia terkejut dengan sebuah pemandangan yang tersuguhkan.
"Bagaimana bisa aku berada disini?" Tanya pemuda itu sembari berdiri.
Perbukitan yang tinggi dan hamparan rumput yang luas tepat berada di bawah kaki bukit, seakan-akan dunia di dalam mimpi terwujud disini. Tapi, segala keindahan itu berubah menjadi kengerian setelah ia mengalihkan pandangannya ke belakang..
Matanya melotot seolah tak percaya, perutnya mendadak mual tak tertahankan. Terlihat sebuah pembantaian di depan matanya, ratusan mayat yang sudah tercabik-cabik dan tak utuh bergelimpangan di tempat yang ia pijak.
*Hoekk!!*
Tempat itu terlihat seperti sebuah desa kecil, yang baru saja menghadapi maut dan terlihat banyak rumah-rumah, lahan serta tubuh manusia yang dibakar dengan sengaja ditempat itu.
Matanya perlahan berair, wajahnya menjadi pucat dan tubuhnya pun menjadi lemas. Lalu di tengah situasi itu, sesuatu muncul tepat di depan matanya. Sebuah layar yang transparan dan berisikan kata-kata yang tak asing bagi dirinya..
[Nama : Gun(Mikha)]
[Pekerjaan/kelas : Petani]
[Titel : Tidak ada]
[Kecenderungan/sifat : Tempramental, arogan, pemberani]
[Penginstalan sistem : 90%]
Tapi ia, menghiraukan itu semua seolah tak pernah terlihat oleh mata. Mungkin saja itu disebabkan oleh shock yang di rasakan olehnya..
*Hoekk!!*
Rasa mual itu terus timbul, padahal tak ada lagi yang dapat dimuntahkan oleh tubuhnya ini. Hingga akhirnya tubuhnya tak kuasa lagi untuk berdiri dan ia menjadi tak sadarkan diri..
"ugh..."
Tak lama layar itu kembali muncul, seolah dia mengingatkan pemuda itu tentang keberadaannya.
[Instalasi selesai. Proses memutar memori di jalankan kembali]
Lalu, sebuah gambar terproyeksi di dalam pikirannya. Semua itu tampak seperti sebuah film hanya saja, semua itu tampak sangat nyata dan tak terlihat ada ilusi yang kasat oleh mata.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Disebuah desa yang kecil nan tentram, terlihat semua orang sibuk mengurusi urusannya. Ada yang berjualan, memahat, mengukir, ada juga yang tengah membajak sawah di siang itu.
Kicauan burung dan keramaian menghiasi jalanan desa. Di saat itu terlihat seorang laki-laki yang tengah membawa benih-benih padi, di dalam karung goni yang berada di gendongannya. Semua orang tampak saling bertegur sapa dengan ramahnya, pria itu hanya menundukkan kepala dengan sopan sebagai balasan.
Pria itu berjalan menuju persawahan yang berada di sebelah desa, tampak persawahan itu sangat subur, dan semuanya tampak normal saat itu.
"Gun!" Panggil seorang petani sembari melambaikan tangannya.
"Ya aku akan segera kesana!" Balas pria itu.
Kemudian ia meletakkan benih itu di sebuah pondok, ditengah-tengah persawahan dan dengan hati-hati berjalan menuju temannya itu.
"Hei!, darimana saja kau?" Tanya temannya sembari menepuk pundaknya
"A-aku harus mengurus ibu dan adikku yang tengah sakit, sebab ayahku harus pergi kemarin mengantar panen" Jawabnya dengan sedikit gusar.
"Benarkah?, seharusnya kau memintaku untuk membantu!. Oh iya, ngomong-ngomong ada seseorang misterius pagi ini.."
"!?" Gun terlihat sedikit terkejut, dan berpikir bahwa Oun, temannya itu berbohong..
"Hei!, apa-apaan ekspresi itu!. Aku ini tak berbohong tahu, mereka bilang pria itu datang membawa sebuah surat dan dalam keadaan yang sedang sekarat. Tapi anehnya, mereka tak membaca surat itu..."
"Eung?!, mengapa?.." Tanya Gun dengan bingung.
"Entahlah kawan, desa ini terlalu percaya mistis dan tahayul. Kepala suku berkata, bahwa itu akan membawa malapetaka jika kita membukanya...bodoh bukan?.." Ucap Oun sembari menanam benih padi.
"Hei!, meski begitu ia tetap kakekku tahu!" Ucap Gun sembari menepak kepala Oun.
"Aduh!" Teriak Oun kesakitan.
Kemudian, mereka kembali bercanda tawa seperti biasa tanpa menyadari, apa yang akan menimpa mereka sebentar lagi. Waktu terus berjalan dan kemudian siang menjadi petang, Oun dan gun beristirahat di pondok itu sembari meminum air dari kendi.
"Ah, Segarnya!" Ucap Oun dengan puas
"Fiuh, banyak sekali benih-benih yang harus di tanam untuk bulan ini.." Keluh Gun
"Gun, kau bawa makanan ti-?!"
"Kyaaakkk!!!!"
Ditengah percakapan mereka terdengar teriakkan dari pintu gerbang desa, tanpa pikir panjang Gun dan Oun langsung berlari menuju sumber suara itu. Tak hanya mereka berdua, beberapa warga desa juga terlihat berkumpul dengan gerak-gerik yang sedikit berwaspada.
"A-apa yang terjadi!?" Teriak Oun
Terlihat dari mata mereka segerombolan prajurit, tengah menyerang warga-warga desa yang saat itu dalam keadaan lengah dan tak berdaya.
"Bajingan-bajingan ini!" Teriak seseorang dari kerumunan.
Warga-warga desa tanpa pandang bulu, langsung membalas serangan lawan. Mereka berlari dengan alat-alat seadanya seperti kapak pohon, dan pengarit padi, meski tak semua bersenjata mereka maju dengan berani.
Gun diliputi amarah, otot-otot tubuhnya kembali bereaksi dan dirinya berlari menyusul Oun yang sudah membabi buta menghadang lawan di depan mereka. Lalu dari kejauhan terlihat ayah Gun yang menebas musuhnya tanpa ragu dengan aritnya, tapi warga desa kalah senjata dan tenaga.
Beberapa perempuan hanya dapat bersembunyi di balik suami-suami mereka, dengan bayi atau anak-anak di sampingnya. Warga desa terdesak kesudut dekat bibir jurang, meski begitu mereka tetap memberikan perlawanan yang sepadan.
"Gun!" Teriak Oun berusaha memperingati Gun.
*Slash*
Gun menghindar dan menahan pedang musuh yang berusaha menebas dirinya dari belakang, lalu dengan tenaganya Gun mendorong prajurit dan kemudian menebas lehernya. Setelah itu, dari matanya terlihat ibunya yang sedang diarak oleh beberapa prajurit dengan menjambak rambutnya, tak hanya itu terlihat juga adiknya yang tengah di pukuli oleh seorang prajurit.
Gun menelan pahit, ia berlari menghampiri prajurit-prajurit itu tapi, tentu saja perlawanannya tak cukup untuk menghentikan mereka. Gun malah mendapat luka serius di bagian bahu, dan di bagian kakinya.
"Gun!, lari!..." Seru ibunya dari kejauhan.
Lalu dalam sekejap mata, ia melihat ibunya dipatahkan lehernya dan sudah tak bernyawa. Seakan tak cukup baginya, kini adiknya juga terbunuh mengikuti ibunya..
"BAJINGANNN!!" Seru ayah gun dengan air mata berderai dari pipinya.
Belum sempat memberikan perlawan, ayah gun di tikam dari belakang, tubuhnya bergemetar dan darah mengucur dari dadanya. Mata Gun dan ayahnya bertemu, seakan sudah mengerti gun mulai berlari.
"Lari Gun!" Teriak Oun berusaha menghadang prajurit-prajurit itu
Tapi tak butuh waktu lama untuk Oun dihabisi oleh para prajurit berdarah dingin itu. Seluruh penduduk desa yang tersisa kocar-kacir, berlari kesana kemari dengan segenap usaha mereka menyelamatkan dirinya.
Gun terus berjalan denga tertatih-tatih, hingga tak ada lagi tanah untuk di pijaknya. Musuh-musuhnya menatap gun dengan ekspresi kemenangan di wajah mereka, sedangkan gun menangis pasrah di ujung bibir jurang itu.
"Hahaha!" Tawa mereka dengan kejamnya.
Gun merasa tak terima atas penghinaan tawa mereka, ia kemudian dengan tenaga terakhirnya berdiri menghadap orang-orang itu.
"Matilah kau tikus, perlawanan-mu tak berguna sekarang!!. AHAHAHA" Tawa orang itu sembari menghunus pedangnya dari sarung.
"Setidaknya jika aku akan mati, akan ku bawa salah satu dari kalian ke neraka!" Balas gun sambil berdiri dengan kuda-kudanya.
Meski ia berdiri dengan tak gentar, tapi tubuhnya sudah tak berdaya untuk mengelak tebasan pedang musuh. Lalu semua menjadi gelap, dan sepertinya kematian gun menjadi penutup layar proyeksi itu.