Chereads / Inevitable Fate [Indonesia] / Chapter 28 - Pekerja Suka Rela

Chapter 28 - Pekerja Suka Rela

And I won't let you get me down

I'll keep gettin' up when I hit the ground

Oh, never give up, no, never give up no, no, oh

- Never Give Up by Sia -

==========

Meski Reiko sudah tahu bahwa jika dia ikut Runa mendatangi ke pasar tempat ibunya Runa berjualan makanan, dia pasti akan diminta untuk membantu, namun dia tidak menyangka akan diberikan tugas yang cukup berat.

Tadinya dia mengira hanya akan disuruh membantu meladeni pembeli saja, sama seperti tugas Runa, tapi ternyata tidak demikian.

Reiko harus memerhatikan bagaimana caranya ayam-ayam dibumbui dengan tepung cair, lalu juga harus memerhatikan bagaimana cara mencelupkannya ke drum khusus itu, berikut juga cara memasak ayamnya agar tidak gosong dan tetap renyah.

Runa sudah ingin protes pada ibunya mengenai kenapa sahabatnya langsung disuruh untuk menangani tugas berat seperti itu, tapi sang ibu yang keras dan tegas justru memarahi putrinya dan menyuruh Runa diam dan tetap fokus melayani pembeli di area depan sana.

Maka, selama hampir setengah jam, Reiko terus mengamati dan memerhatikan dengan baik cara ayam dibumbui. Ternyata ada ayam utuh dan ada juga yang sudah dipotong-potong kecil menjadi filet. Pantas saja ada 2 wajan berbentuk seperti drum tebal.

Mata Reiko terus melihat ketika ayam utuh itu sudah dibentang dari dalam wadah dan kemudian diambil dari dua kakinya, dicelup ke tepung instan cair, dibolak-balik tanpa melepas pegangan di kakinya dan kemudian dicelup perlahan ke minyak panas.

Akhirnya, Reiko pun menangani ayam utuh sedangkan Bu Sayuki menangani ayam filet.

"Tusuk-tusuk ayamnya, angkat sebentar dari minyak!" Bu Sayuki memberikan contoh bagaimana yang ia inginkan. "Ini agar bagian dalam juga matang sempurna."

Menganggukkan kepalanya, Reiko melakukan seperti yang diperintahkan. Beberapa menit usai ayam dicelupkan ke minyak, dia harus mengangkat sebentar untuk ditusuk-tusuk di beberapa area sebelum dicelup kembali sampai terlihat coklat keemasan dan lalu diangkat.

Seperti itu terus.

Sedangkan Runa yang ada di bagian depan, dia melirik iba pada Reiko yang harus bersusah-payah menggoreng ayam. Tugas Runa tergolong mudah, hanya perlu memasukkan ayam sesuai keinginan pembeli dan menyerahkan ayam yang telah dibungkus pada pembeli usai uang diterima.

Melihat Reiko, gadis itu sudah berlumuran peluh karena harus berhadapan langsung dengan kompor dan juga api, belum lagi dari uap panas minyak. Ditambah saat ini dia mengenakan kemeja lengan panjang, mau tak mau harus digulung hingga siku.

Sepanjang malam, Reiko terus melakukan tugas menggoreng ayam. Dia hanya bisa beristirahat setiap 2 jam sekali selama lima belas menit saja dan melanjutkan lagi karena ayam goreng tepung renyah Bu Sayuki termasuk laris dan banyak disukai di sana.

"Rei, sini aku gantikan." Runa merasa sangat tidak enak hati menyaksikan susah payah Reiko. Padahal gadis itu kan tamu dia, tapi kenapa malah diperlakukan seperti pekerja ibunya?

"Hei, kembali ke tempatmu!" perintah Bu Sayuki tegas ke putrinya.

"Bu, kasihan Reiko. Dia sampai basah kuyub begitu bajunya. Jangan menyusahkan dia seperti itu, Bu." Runa mencoba membujuk sang ibu.

"Menyusahkan apanya?" Bu Sayuki mendelik lalu beralih ke Reiko dan bertanya, "Apa kau merasa kesusahan? Apa aku sedang menyusahkanmu?"

"Um, tidak. Tidak, Bu." Reiko meringis meski dalam hatinya sudah ingin menangis. Dia lelah dan banjir peluh sejak tadi. Ini sudah jam 11 malam dan dia bagai sapi perah. Tapi tak mungkin dia menyatakan apa yang ada di hatinya.

"Nah, kau lihat sendiri, dia tidak merasa susah! Jadi apa yang kau ributkan? Cepat kembali layani pembeli! Itu, lihat, sudah ada 2 pembeli di depanmu!" Bu Sayuki menunjuk dengan dagu ke arah pembeli yang sudah berdiri di depan etalase yang ditangani Runa.

Mendesah tak berdaya, Runa pun kembali fokus ke pekerjaannya. Di hari-hari biasanya, ketika dia tidak membantu karena belajar di rumah, maka yang bertugas memasak adalah kakaknya dan yang melayani pembeli tentu saja ibunya.

Tapi kini ... Reiko yang awam dalam hal ini langsung ditugasi untuk menggoreng.

Tomoda mendekati ke Reiko dan bertanya, "Lelah?"

Reiko berjengit menghindar dari Tomoda yang dirasa terlalu dekat sambil berkata, "A-ahh, tidak, Kak."

Kemudian, Tomoda mengambil alih wajan drum yang tadinya ditangani sang ibu dan ia mulai menggoreng bersebelahan dengan Reiko. "Kalau kau lelah, aku bisa gantikan sebentar, kau bisa minum jus dingin di belakang sana." Ia menunjuk ke arah tempat ibunya sedang duduk santai menikmati minuman dingin.

Reiko menoleh ke Bu Sayuki yang sedang bersantai. "Ahh, tidak usah, Kak. Aku di sini saja menggoreng. Toh ini sebentar lagi akan selesai, kan?"

"Yah, mungkin sekitar jam 1 selesainya." Tomoda menyahut sambil sibuk memasukkan ayam berbalut tepung cair satu demi satu ke wajan drum.

"J-Jam 1?" Reiko terbelalak.

"Ya. Kenapa? Sudah ingin menyerah?" Tomoda melirik gadis itu disertai seringai ringan.

"U-umh, tidak. Aku tidak masalah." Batinnya ingin menangis. Ini masih jam 11 dan kaki serta tangannya sudah pegal sekali! Ia tidak bisa lagi menghitung entah sudah menggoreng berapa puluh ayam semenjak tadi. Dan itu terjual dengan cepatnya.

Apakah semua orang di kota ini tidak ada yang memasak dan membeli semua makan malam mereka di street food?