"Segala sesuatu yang dilakukan dengan keterpaksaan, akan terasa berat dan tidak peduli dengan apapun jika dibandingkan dengan sebuah keikhlasan," _ Dhiyan Aksara
[Kalau kamu memang tak mau lagi membalas pesanku, tak mengapa, aku tak akan pernah memaksakan kehendakku kepadamu.] Masih centang biru, tak kunjung di balas.
[Sekarang aku serahkan segalanya kepadamu, maumu apa dan aku akan tunggu dan mengerti apapun itu keputusanmu.]
Tak lama kemudian HP Aiza pun berdering, dengan hitungan detik segera dia angkat.
"Halo, assalamu'alaikum," sapanya membuka pembicaraan.
"Iya, wa'alaikumsalam, aku tidak akan bicara panjang lebar, aku ingin bertemu denganmu di tempat biasa, aku berharap kali ini kamu tak akan mengingkari janjimu," jawabnya dari seberang sana.
"Baiklah, jika itu maumu, akan aku usahakan dan tentunya akan aku buktikan, selagi masih dibatas kewajaran, pasti aku turuti, jika itu sudah melanggar sebuah norma, maaf, sayang, aku tidak bisa. Kamu pasti lebih paham akan hal itu, jika kamu mau marah, silahkan, oh ya, jam berapa?" Tanyaku lagi memastikan.
"Aku mau jam 9, tapi ingat, jangan sampai telat," sambungnya kembali.
"Baiklah, don't worry, tak akan aku buat dirimu untuk menunggu kedatanganku." Dengan penekanan ucapan untuk meyakinkannya bahwa aku tak akan pernah takut dengan segala ancamannya. Selama ini aku patuh dan menuruti semua apa yang dia inginkan, dan kali ini patuhku bukan karena aku tunduk ingin tetap bersamanya, tetapi, aku akan mengakhiri semuanya. Aku sudah jenuh dengan segala tingkah lakunya yang kekanak-kanakan.
=========
Sebelum keberangkatan besok, Aiza akan persiapkan segala sesuatunya dari sekarang, karena dia tidak mau terlambat. Biarlah Aiza yang menunggu kedatanganya, dari pada dia yang menunggunya.
"Chayra, besok aku mau berangkat ke Padang, dia menginginkan pertemuan kembali. Entah untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang berikutnya, entah mengakhiri semuanya." Chayra kaget mendengar segala ucapan Aiza malam ini.
"Dengan siapa kamu akan bertemu? Apakah dengan Ikhwan? Lantas ... kenapa kamu bicara seperti itu? Apakah kalian ada masalah?" Chayra melontarkan begitu banyak pertanyaan, karena selama ini, dia merasa hubungan antara Aiza dan Ikhawan baik-baik saja.
Chayra adalah teman satu kamar Aiza, mereka sama-sama nge-kost walaupun beda universitas. Dari awal bertemu dengan Chayra, Aiza sudah merasa cocok, dengan usia yang sepantaran, tapi Chayra terlihat lebih dewasa dibandingkan Aiza yang terkadang masih bersikap kekanak-kanakan. Chayra selalu memberikan masukan-masukan dan nasehat-nasehat untuknya, agar tidak melenceng keperbuatan yang menyalahi norma. Serasa memiliki saudara sendiri.
Pertemuan awal antara Aiza dengan Ikhwan, sebenarnya adalah pertemuan yang tidak disengaja. Pengawalan yang aneh memang, hanya karena panggilan salah sambung, katanya.
Sebenarnya Aiza tidak pernah mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak diketahuinya, berarti, panggilan itu berasal dari orang yang tidak ada di buku teleponnya. Entah kenapa kali ini, dia bersemangat untuk mengangkatnya, karena dia berpikir jika itu panggilan penting, akan sangat merugikan dirinya sendiri.
Ternyata, suara di seberang sana adalah suara seorang laki-laki, Aiza sangat kaget. Berhubung dia tidak mengenali suaran itu sama sekali, Aiza berusaha segera menutup pembicaraan agar tidak terlalu lama menjawab panggilan dari laki-laki di seberang sana.
"Maaf, mungkin Anda salah orang, bisa saja nomor yang Anda pencet terbalik atau bisa jadi dari angka yang Anda maksud, salah juga," ucapnya menegaskan untuk meyakinkan orang itu.
"Tetapi, saya yakin kalau nomor yang saya hubungi nomor ini," sanggahnya meyakinkan Aiza kembali.
"Kalau begitu, maaf, berarti bukan Saya yang Anda maksudkan. Kebetulan Saya ada tugas yang harus segera diselesaikan. Assalamu'alaikum." Akhirnya panggilan itupun diakhiri oleh Aiza agar percakapan ini bisa segera diakhiri.
"Tunggu dulu, saya belum selesai bicara ...." Panggilan telepon akhirnya ditutup.
Selama beberapa menit Aiza terdiam, duduk seperti orang bingung yang tidak tahu harus melakukan apa lagi. Sungguh benar-benar menguras ingatannha. Dia kembali mencoba mengingat-ingat siapakah yang meneleponnya tadi?
"Ai ... Aiza, oalah ... dipanggil dari tadi malah bengong. Hei! kamu itu lagi apa?" Teriak Chayra sambil menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Aiza, berharap dia segera meresponnya. Ternyata apa yang disangkakan Chayra tetap saja tidak terjadi.
"Aiza, tidak boleh duduk sendirian dengan keadaan pikiran kosong, ayo, istighfar," ulang Chayra kembali seraya menggoyang-goyangkan bahunya, agar Aiza tidak lagi terlihat seperti orang linglung.
"Eh, Chayra, maaf, tadi kamu bilang apa?" Tanyanya lagi.
"Ayo istighfar, Astaghfirullah al'aziim," ucapnya, agar Aiza mengikuti ucapan Chayra.
"Astaghfirullah al'aziim, ya Allah, aku ini kenapa, ya? sampai aku tidak tahu kalau kamu masuk kamar," selorohnya sambil cengar-cengir.
" Kamu, sih! Habis terima telepon dari siapa? Soalnya tadi aku mendengar kalau kamu sedang bicara sendiri, ternyata pas aku intip dari balik pintu kamu lagi terima telepon." Chayra menjelaskan sedikit kronologisnya kenapa Aiza mendadak menjadi orang linglung.
"Itu ... tadi ada orang iseng yang telepon, padahal sudah jelas-jelas dikasih tahu kalau dia itu salah sambung. Tetap saja dia bersikeras kalau dia tidak salah orang. Panggilan yang masuk sudah jelas hanya nomor dengan 62 dan sebelas digit setelahnya, itu artinya kalau nomor itu memang tidak tersedia di buku telepon aku," terang Aiza kepada Chayra secara panjang lebar.
"Terus ... kenapa pembicaraannya sebentar saja?" Tanya Chayra dengan ciri khas selidiknya.
"Buat apa aku bicara lama-lama dengan orang yang tidak aku kenali sama sekali," potongnya menyudahi.
--------
Sebelum tidur, Aiza melaksanakan salat Isya terlebih dahulu, takutnya jika diulur akan membuatnya bisa gagal melaksanakan kewajibannya beribadah.
Aiza terkadang masih suka lalai dalam beribadah. Chayra suka marah jika waktu salat sudah masuk harus segera dilakukan.
Setelah selesai salat, Aiza tidak pernah lupa memanjatkan doa, agar dia selalu dilindungi oleh Allah Subhanallahu wata'la, karena dia tidak mau salah dalam melangkah. Aiza adalah anak yang tidak mau menyusahkan orang tuanya, yang sudah mati-matian mencari nafkah untuk biaya kuliahnya di Kota Serambi Mekah ini.
"Ra, nanti jika kamu terbangun di tengah malam, jangan lupa untuk membangunkan aku juga, ya! Aku sudah lama tidak berdoa kepada-Nya di tengah malam." Aiza merengek kepada Chayra agar dia juga diikutsertakan memohon kepada Sang Khaliknya.
"Iya, Insyaallah jika nanti aku terbangun, aku akan membangunkanmu," potong Chayra.