Hilman menjalankan motornya dengan pelan. Laila berpegangan pada pinggang Hilman dan memajukan badannya. Sudah semalam ini, mereka sudah lelah dalam perjalanan itu. Apalagi dengan keadaan mereka yang belum pulih benar.
Meski luka di tubuh Hilman sudah mengalami kesembuhan, ia masih merasa tenaganya berkurang. Begitu juga dengan Laila yang kadang masih merasa sakit di lututnya.
"Jalannya pelan, Mas. Kamu sudah capek, yah?" tanya Laila ketika ia sadar. Laju jalannya Hilman hanya sebatas tiga puluh kilometer perjam. Padahal biasanya lebih dari itu ketika Hilman berkendara.
"Eh, ini pelan, yah? Maaf, Laila, aku nggak ngerasa, ternyata aku nggak nyadar." Hilman menambah kecepatannya namun tidak terlalu berarti.
Laila tidak mempermasalahkannya. Lagian jarak rumah Tedjo pun sudah dekat. Sehingga Laila berkata, "Sudahlah, Mas. Nggak apa-apa, yang penting sudah dekat. Nggak perlu dipercepat juga. Lagian kamu lelah seharian."