Laila masih membelah kayu bakar dengan kapak. Walau ia meneteskan air matanya, ia masih ingin tetap melakukan pekerjaannya. Tangannya yang sudah lama tidak digunakan untuk melakukan pekerjaan berat, membuatnya merasa perih saat memegang kapak.
Apapun yang terjadi, ia harus membuat kayu-kayu itu terbelah. Laila juga masih mengingat kalau kayu-kayu tersebut adalah kayu yang tumbang sebulan yang lalu. Dia sendiri yang membawa dari hutan bersama sang kakek. Ia tidak tahu lagi nasib tanamannya yang ia tanam dan ia rawat sebelum menikah dengan Hilman.
"Aku akan merawat kakek. Jangan sampai kakek mengalami kejadian ini lagi. Aku nggak akan mengampuni diri sendiri kalau aku sampai menelantarkan beliau lagi." Dengan derai air mata yang ia sapu dengan lengan bajunya. Ia harus lebih tegar dari ini.