Chereads / Another World Chronicles Universe / Chapter 26 - Chapter 24. Penjelasan

Chapter 26 - Chapter 24. Penjelasan

Suara bunyi lonceng sebanyak dua kali, dengan nyaring. Hingga para siswa bergegas masuk ke dalam kelas masing-masing. Termasuk Fanesya dan Aisyah setelah mengambil buku di perpustakaan. Mereka berdua telah masuk ke dalam kelas. Disambut oleh teman sekelanya yang menarik napas lega.

Langkah kaki mulai terdengar keras. Para siswa bersiap-siap untuk tangan dilipat atau menaruh benda semacam kosmetik atau smartphone ke dalam loker meja. Mereka terhenyak ketika muncul guru sejarah yang bernama Bu Mirah. Beliau mengenakan jilbab warna merah, dengan pin bros motif bunga, dan cincin emas kawin seukuran jari manis. Beliau menaruh buku-buku sejarahnya, sekaligus merapikan taplak meja. Lalu mengambil spidol dekat meja guru.

"Anak-anak, buka halaman empat puluh lima. Ibu akan menerangkan sejarah Indonesia."

Bu Mirah menjelaskan tentang sejarah Indonesia. Disertai juga sejarah gerilya yang dilakukan oleh Jenderal Sudirman kala menghadapi penjajah asing. Meski sudah diterangkan dengan jelas kronologinya, tapi ada sesuatu yang mengganggu Aisyah. Yaitu taktik apa yang digunakan selain gerilya dan bagaimana para pahlawan Indonesia mengakali para penjajah. Aisyah sempat bertanya kepada Gufron. Dia hanya mengenakan topeng pesta, menutupi wajahnya dari kening hingga kedua matanya. Pakaian yang dikenakan mirip sekali dengan TNI angkatan darat. Kain seragamnya dipermak sedemikian rupa supaya tidak mengalami kerusakan.

"Paman, apa Paman tahu sejarah Indonesia melawan para penjajah? Selama ini, pertanyaanku tidak pernah sekali pun djawab dengan baik oleh para guru sejarah," keluh Aisyah kepada Gufron.

Gufron menatap Aisyah dengan heran. Tatapan barusan membuat bulu kuduknya merinding. Untuk saat ini, dia tidak akan bertanya soal sejarah Indonesia. Walau demikian, Gufron berpikir sejenak. Mencari cara untuk menjelaskan kepada Aisyah.

"Sebelum Paman menjawab, Aisyah tahu tidak sejarah itu apa?" tanya Gufron.

"Kalau tidak salah, sejarah berasal dari bahasa Yunani yang bernama Historia. Yang artinya masa lampau," ucapnya sembari menulis tulisan bahasa Yunani ἱστορία

"Betul. Secara klasifikasi, informasi sejarah bisa beragam. Ada berupa garis geografis, kronologi, tropis, etnis dan lain-lain. Biasanya, informasi tersebut dipilah-pilah hingga menjadi akurat. Yang jadi permasalahannya adalah sejarah Indonesia masih dipenuhi misteri sampai saat ini. Kebanyakan para peneliti terus melakukan riset. Dimulai dari peradaban Kerajaan sampai dengan bagaimana Indonesia dijajah. Walau sudah dijelaskan dan bukti otentiknya bagaimana Indonesia dijajah oleh 350 oleh Belanda, tetap saja tidak ada satu pun yang mengetahui kebenarannya. Semua masih dalam subjektif atau dari tiap sisi saja," jelas Gufron. Aisyah masih tidak mengerti dengan penjelasan Gufron.

"Mereka masih terbendung dengan masa lalu sampai sekarang. Padahal negara lainnya bisa maju dan mau berkembang sampai setinggi-tingginya. Itu semua berkat sejarah dari masing-masing. Entah itu sejarah kelam atau kemenangan terhadap suatu peristiwa penting. Tapi Indonesia tidak belajar dari sejarah. Alasannya apa? Karena itu tadi. Mereka terus terbelenggu dalam sejarah Indonesia. Bagaimana rakyat Indonesia dijajah, lalu tahun berapa mereka dijajah, lalu organisasi belanda bernama VOC dan pemimpinnya. Tidak menjelaskan bagaimana rute pelayaran, strategi bagaimana melawan penjajah. Semua itu tidak didokumentasikan dalam bentuk tulisan maupun perkataan. Akibatnya, sejarah Indonesia masih terkunci dalam suatu aspek kronologi saja," tambah Gufron.

Namun tidak dipungkiri juga sejarah Indonesia dapat dimanipulasi dengan mudah oleh kaum penjajah. Terutama kaum Belanda yang membawa beberapa dokumen asli, artefak di bawa ke sana. Belum lagi pemerintah Indonesia juga tidak diberi fasilitas untuk menjaga atau mengamankan benda-benda pusaka atau dokumen asli. Pemerintahnya sendiri masih gelap mata soal sejarah. Asalkan ada makanan, gaya lifestyle dalam kehidupan individu dan uang yang banyak, apapun bisa diubah. Termasuk sejarah itu sendiri. Dia mencontohkan kasusnya zaman Orba. Meski tidak memiliki bukti konkret, setidaknya Gufron menyadari bahwa pemerintah pada masa itu system demokrasi bukanlah system sebenarnya. Demokrasi dianggap semacam simbolitas, tapi hak dan kebebasan diatur atau ditentukan oleh pemerintah pusat. Belum lagi, desentralisasi kala itu masih menguat.

"Paman mungkin tidak memberikanmu jawaban memuaskan. Akan tetapi paman akan meyakini satu hal. Sejarah atau konspirasi … semua bisa diubah kapanpun kau mau. Berhati-hatilah!"

"Memangnya paman pernah melakukan hal itu sebelumnya?" tanya Aisyah.

"Merubah sejarah maksudmu?" tanya balik Gufron.

Aisyah mengangguk tegas. Gufron mengerti arah kemana pembicaraannya. Dia membalasnya penuh senyuman tipis. Tidak berupa anggukan maupun gelengan kepala. Ekspresi Aisyah tidak mempercayainya begitu saja.

"Tidak mungkin! Paman pasti bercanda."

"Beneran kok. Paman tidak bohong," sergah Gufron.

Mendengar perkataan dari Gufron, Aisyah mulai memantapkan diri untuk tidak mempercayai sejarah yang dibaca. Baik dalam bentuk buku atau internet.

"Aisyah Marwadhani!"

Mendengar nama panggilan membuat dirinya terbangun dalam lamunan. Dia bangkit berdiri sambil membungkukkan badan.

"Maaf!"

Semua orang melihatnya hanya bisa tertawa. Fanesya lagi-lagi menghela napas. Gadis bando merah polkadot tidak memedulikan sikap Aisyah. Melanjutkan untuk membaca buku sejarah.

"Sekarang beritahu Ibu. Tahun berapa Jenderal Sudirman meninggal?"

"1950," singkatnya dengan helaan napas.

"Kenapa menghela napas begitu?"

"Bukan apa-apa, Bu.

"Apa anda tidak suka dengan pelajaran saya," tiba-tiba Bu Mirah meninggikan suaranya.

"Tidak begitu bu. Hanya saja … saya masih bingung dengan sejarah negara kita. Contohnya saja taktik perang yang digunakan oleh Jenderal Sudirman. Tidak dijelaskan bagaimana taktik gerilya menghadapi Belanda. Disitulah saya tidak tahu. Mohon beri kami penjelasan detail bu!" kata Aisyah memohon.

Suasana di kelas menjadi sunyi. Tidak ada satu pun yang berbicara. Lalu, seorang gadis mengangkat tangan di depan Bu Mirah. Tepatnya, gadis bando merah polkadot.

"Apakah mau menjawab pertanyaan dari Aisyah?"

"Tidak, Bu. Saya memilih bertanya saja. Almarhum Abdul Harris Nasution pada waktu itu ingin belajar taktik militer kepada Sudirman. Tapi beliau kecewa karena seni militernya buruk, sehingga sulit dijelaskan operasinya. Jenderal Sudirman memilih mengobarkan semangat seperti pahlawan-pahlawan lainnya dibandingkan menggunakan seni militernya. Apakah hal itu benar, Bu?" tanyanya.

Mulut Fanesya menganga. Tidak menyangka Aisyah maupun gadis bando merah polkadot mampu bertanya serumit ini. Fanesya menduga pertanyaan muncul akibat perkembangan internet yang sudah meluas. Sehingga akses internet bisa dicari dengan mudah. Fanesya berharap Guru seperti Bu Mirah bisa sabar menghadapinya.

Namun Bu Mirah berdiri sambil menggebrak meja. Dia mengacurngkan jari kepada Aisyah dan gadis bando merah polkadot dengan marah-marah. Wajahnya menunjukkan kekesalan terhadap mereka berdua.

"Kalian berdua, keluar dari ruangan kelas sekarang!"

"Lho kok begitu, Bu? Saya kan cuma bertanya. Apa salahnya menanyakan pertanyaan yang kritis?" bela Aisyah.

"Betul, Bu. Terlebih lagi, kenapa saya ikut kena? Kalau saya sarankan, dia saja yang keluar dari ruangan," ucap gadis bando merah bernada datar.

"Apa katamu barusan!" Aisyah tidak mampu menyembunyikan rasa kesalnya.

"Apa kau ingin mengajak berantem?" tantangnya.

Kedua gadis tersebut melancarkan aksi protes. Hentakan kedua tangan Bu Mirah membuyarkan atmosfer sekitar. Seketika menjadi hening.

"Bisakah kalian sejenak untuk diam!" bentak Bu Mirah. Namun perkataan tersebut membuat Aisyah semakin penasaran.

"Maaf Bu. Saya ingin bertanya. Apakah sejarah Indonesia memang sepenting itu dalam mata pelajaran? Selama ini kita diforsir untuk mengingat sejarah. Tapi tidak pernah kami diajarkan bagaimana membuat kronologi secara detail, mempelajari ilmu strategi perang dan makna kemenangan pihak Indonesia. menurunkan moralitas siswa-siswi di sini. Selain itu … kita disuruh menghapal daripada memaknai sejarah negara kita. Pantaskah kita—"

"Keluar dari ruangan saya dan jangan harap kalian ikuti pelajaran saya! Saya akan mencatat nama kalian supaya tidak naik kelas!"

"Dan kau Florensia! Anda akan saya laporkan kepada pihak BK mengenai penghinaan yang ditunjukkan kepada saya!"

Aisyah mengerutkan keningnya. Tidak menyangka pertanyaan barusan memicu emosi beliau. Ditambah semua siswa kaget dengan ucapan beliau. Kini mereka berharap Aisyah segera meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Anehnya, dia membungkukkan badan sambil merapikan buku-buku sejarah. Lalu mengemasnya dan keluar dari ruangan kelas sambil membawa tas.

"Mau ke mana kau?"

"Lho, kata anda, saya tidak boleh mengikuti pelajaran anda. Ya buat apa saya bersekolah di sini Bu? Kan anda sudah mengecap saya tidak dapat naik kelas lagi. Belum lagi setelah ini, anda akan melaporkan kepada Pihak Kepala Sekolah mengenai insiden ini serta menghubungi orang tua saya. Padahal, yang diharapkan siswa-siswi di sini untuk belajar dan diskusi bersama. Bukan malah mengutuk orang tersebut supaya tidak dapat naik kelas. Jika itu terjadi, apa bedanya dengan sekolah-sekolah lainnya?," helaan napas keluar dari mulut Aisyah. "benar yang dikatakan olehnya. Negeri kita masih terbelenggu dengan masa lalu."

Seketika, wajah Bu Mirah memerah seperti kepiting rebus. Tidak tahu apa yang harus untuk membalasnya. Dugaan Aisyah, rakyat Negara Indonesia telah didoktrin untuk menghapal ketimbang praktek. Terbukti, guru tidak mau disalahkan atas kejadian baru-baru ini. Wajar Aisyah sudah memprediksikan hal itu, karena banyak guru tidak suka dikritisi oleh murid. Akibatnya, masa depan negara Indonesia menjadi tidak jelas. Dan orang tua meminta anaknya untuk mengikuti Pegawai Negeri Sipil atau masuk perkantoran. Inilah hal yang tidak pernah suka oleh Aisyah.

"Kalau begitu, saya permisi dulu Bu. Selamat menikmati pelajaran membosankan dari Bu Mirah yang kolot," sindir Aisyah menjulurkan lidahnya.

"Aisyah!" bentak Bu Mirah.

Seketika, hanya Fanesya tidak mampu menahan tertawa. Dia ternyata berani menghadapi guru yang keras kepala, pikirnya dalam hati. Dengan gini, Bu Mirah akan berhati-hati dalam berucap, tambahnya lagi. Pasalnya, Aisyah diam-diam merekam kejadian lewat bros pin kamera. Sekali melaporkan, Aisyah akan melaporkan balik ke pihak kepolisian atau Kepala Sekolah.

"Memang harus seperti itu negara kita … negara taat hukum," gumam Fanesya.

Dan untuk kesekian kalinya, Aisyah tersenyum girang. Dia menikmati sekolah tanpa terganggu dari pelajaran-pelajaran yang membosankan. Sementara itu, Florensia melihat sosok punggung Aisyah. Saking penasarannya, dia memegang salib di kalungnya. Aisyah … sebenarnya kau ini siapa? Katanya dalam hati.