Katanya kita bisa mengambil keputusan dalam hidup, apapun itu termasuk pernikahan.
Entah itu keputusan yang benar atau salah, sebuah keputusan telah di ambil tampa sepengetahuanku.
Pernikahan yang aku mempunyai bayangan sendiri di benakku, seketika hancur ketika mengetahuinya.
Sebuah restoran terkenal, adalah tempat dimana aku bertemu dengan suami yang telah aku nikahi untuk pertama kalinya.
Dan saat itulah, semuanya di tetapkan dan pernikahan itu terjadi.
Oleh karena itu, karena kami sebelumnya tidak saling mengenal satu sama lain. Terkadang kami saling canggung satu sama lain.
Namaku adalah Allexa Kirania Zakeisha Harris, Harris adalah nama yang aku ambil dari nama belakang suamiku.
***
Seperti biasa, pagi ini di meja makan sudah penuh dengan sarapan yang sudah selesai aku masak.
Ada banyak hal yang menganggu perasaanku, pada masa awal pernikahan tapi aku mencoba untuk beradabtasi.
Bibik sedang membantuku menghidangkan makanan ke meja makan, sedangkan suamiku sedang bersiap diri di kamar.
Sementara menunggu suamiku bersiap, aku menyempatkan diri untuk bersiap untuk pergi ke tempat kerja.
Jika kalian bertanya apa pekerjaanku, aku bekerja sebagai dokter di sebuah rumah sakit pusat kota. dan jika kalian bertanya soal suamiku, namanya adalah Arsean Julian Harris, dia seorang pengusaha yang bisa di bilang sukses.
Beberapa menit kemudian ....
Seperti biasa saat berhadapan dengannya, rasa canggung menyelimuti diriku, apalagi tak ada satupun dari kami yang memulai percakapan.
Drrtt!
Ponsel yang di letakkan Arsean di sampingnya berbunyi, tanda panggilan penting masuk ke ponselnya.
"Aku akan angkat ponsel dulu," pamitnya. yang aku tanggapi dengan anggukkan kepala singkat.
Arsean adalah orang tersibuk yang aku kenal, selain diriku sendiri yang biasanya sibuk dengan para pasien.
Dia sering pergi meninggalkan sarapan, untuk menjawab panggilan di ponselnya. atau harus menghadiri metting penting dengan rekan kerjanya.
Aku memperhatikannya yang menggeser tempat duduknya, lalu pergi sambil menjawab panggilan tersebut.
Aku melanjutkan menghabiskan sarapanku sendiri, karena setelah dia selesai dengan penggilan pentingnya. dia kembali dan berpamitan untuk pergi.
Entah sudah berapa lama hal itu berlangsung, tapi aku menganggap hal itu sebagai hal yang biasa.
Kami berdua adalah dua orang yang terpaksa hidup bersama, kerena perjodohan yang sudah lama di rencanakan oleh kedua orang tua kami.
Arsean menerima perjodahan ini karena ibunya, tapi aku masih tidak tahu kenapa aku bisa menerima perjodohan ini, dan akhirnya menikah dengannya.
Sebelum pergi, seperti biasa aku mengirim pesan ke Arsean. kalau aku mungkin akan pulang terlambat. karena sudah seharunya aku lakukan sebagai Istri yang baik.
Aku tidak mengharapkan balasan darinya, setidaknya aku sudah memberi kabar kepadanya sebagai suami.
Setelah itu aku berangkat ke rumah sakit dengan mobil, aku kembali melayani para pasienku ketika di rumah sakit.
Ketika jam makan siang ...
Sosok wanita di depanku ini, tampak semangat menceritakan pacarnya sejak tiba di caffe di dekat rumah sakit tempat aku bekerja.
Perempuan Pernama Kiara itu, menjalin hubungan dengan pacarnya itu kurang lebih 3 tahun. dan mereka berencana menikah juga setelah menghadiri pernikahanku 2 minggu yang lalu.
Kiara banyak bertanya banyak hal, hingga rasanya aku merasa tak sanggup meladeninya.
"Permisih," ucapnya. dengan nada ramah sambil menyajikan pesanan kami yang sebelumnya di meja.
Kiara menahan ucapnya, dia menoleh ke arah makanan yang tengah di sajikan oleh waiters tersebut sebelum akhirnya dia pergi.
"Kita bahas lagi nanti, kita selesaikan ini dulu," gadis itu tersenyum sambil meraih makanan yang dia pesan. lalu memberikan makanan yang sebelumnya aku pesan.
Ketika selesai jam makan siang ....
"Dokter Alexa." aku bergeming ketika mendengar namaku di panggil, aku menolehkan wajahku ke arah sumber suara. lelaki yang memanggilku itu mendekati kami berdua.
"Hallo, Dokter Dean." sapaku sambil tersenyum ramah.
"Dokter Dean, dia sudah bersuami," sindir Kiara sedikit menyelekit.
Dokter Dean berusaha tak menanggapi ucapan Kiara, tapi aku bisa melihat ke canggungan di wajahnya.
"Dokter Dean, ada perlu apa?" tanyaku mencoba mengalihkan topik.
Kiara tampak memperhatikan interaksi kami berdua, saat itulah aku bersikap seolah biasa saja.
"Apa kau bisa melakukan operasi?" tanyanya, aku terkejut mendengar pertanyaan tersebut, dan refleks menoleh ke Kiara.
"Maaf, maksudku kalian." kami berdua menganggukkan kepala, dan langsung menuju ruang operasi.
Beberapa jam kemudian ....
"Aku mau keruanganku dulu." pamit Kiara. yang aku tanggapi dengan anggukkan sebelum akhirnya aku juga pergi ke ruanganku.
Beberapa menit kemudian ....
Ting!
Saat aku tengah bersandar di kursiku, aku mendapat notif pesan di ponselku, aku tersenyum menatap layar ponsel yang ternyata itu adalah notif balasan pesan dari Arsean.
Senyum lebar tergambar di wajahku, saat membaca balasan pesan dari Arsean.
Tanpa aku sadari jari ku bergerak untuk mengetikkan kembali untuk membalas pesan dari Arsean, namun berikutnya tak ada balasan.
****
20 : 00 malam
Sebelum pulang, aku memastikan barang - barangku tidak ada yang tertingal.
Aku pulang setelah mengemasi barang - barangku, dan menyelesaikan beberapa pekerjaan.
"Kau baru pulang?" tanyanya, yang aku tanggapi dengan anggukkan.
"Sean, kau sudah makan?" tanyaku, yang hanya dia tanggapi dengan anggukkan kepala singkat. sebelum akhirnya dia pergi ke kamar.
Keesokan harinya ....
Taman pusat kota ....
Aku dan Arsean sama - sama bingung, karena Papa dan Mama kami menggiring kami ke taman pusat kota.
Bisa aku rasakan Arsean yang tidak nyaman berjalan bersebelahan di sebelahku.
"Arsean."
"Kalau kamu mau pergi, aku nggak apa-apa," langkah kami berdua refleks sama-sama berhenti. Arsean menoleh ke arahku, yang membuat aku menjadi mati kutu.
"Kau tidak suka?" tanyanya dengan nada dingin, yang membuat aku binggung menjawab pertanyaannya.
"Tidak suka?" tanyaku, Arsean yang memberikan ekpresi apapun selain ekpresi datarnya.
"Maaf, tapi bukan itu maksud aku." kehingan terjadi. kecanggungan pun kembali.
"Kata Mama, disekitar sini ada caffe, mau kesana?" tatapan Arsean tampak teduh dari sebelumnya tatapan dingin yang dia berikan.
"boleh." jawabku, sambil menganggukkan kepala.
Beberapa menit kemudian ....
"Alexa." aku menoleh ke sumber suara, yang membuat aku kehilangan kata-kata.
Sosok laki-laki yang ada di hadapanku saat ini, sudah lama tidak aku lihat. tanpa aku sadari Arsean memberikan tatapan menyelidik ke arah kami
"Daneil." aku berusaha bersikap biasa, namun gerak-gerikku yang tak biasa tak bisa aku tutupi.
Gerak-gerak gue terlihat jelas kalau aku merasa tak nyaman melihatnya di hadapanku, dan ternyata Arsean menyadari itu.
Kami bertiga hening sejenak, saling diam satu sama lain. namun aku terpaku saat Arsean tiba-tiba membawaku ke belakangnya seperti tameng, dia menatap Daneil dengan tatapan tajam.
Aku tatapanku tak lepas dari mereka, aku takut mereka akan aduh pukulan.
ketika suasana mulai tengang, aku harus apa?