"Maksud kamu?" tanya Si Mata Coklat itu antusias.
"Eh by the way, kamu anak Astrologi?" tanyaku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
Giliran dia yang menggeleng.
Aku tak suka hujanku di hina orang. Aku masih tak habis pikir dan sedikit tak menerima semua alasan dia untuk membenci hujan.
"Kamu harus menyukai hujan.." ucapku.
Dia tersenyum sinis, "Kamu bilang kamu pecinta hujan?" tanyanya dengan nada satu oktaf lebih tinggi. "Aku tak habis pikir. Kamu bilang kamu cinta hujan, tapi saat hujan seperti sekarang ini kamu meneduh, menghindar, enggan bermain dengannya."
Memang benar apa yang ia katakan, aku berkoar bahwa aku sang pecinta hujan tapi aku selalu mencari perlindungan dari derainya. Aku terdiam. Tak bisa mengelak, apalagi membela diri. Hujan ini tidak biasanya, langit sepertinya sedang berduka, seperti sedang kehilangan orang paling terkasih. Dia mengamuk hebat dengan halilintar dan kilat yang mengerikan. Aku tak mampu berbuat apa-apa selain menatap hujan.
Lima menit..