Lihat, malam ini langit kelabu. Pasti dia sedang bersedih." Ucapnya lirih.
Air sungai yang mengalir tenang menambah hangat suasana. Tatapannya kepada langit seolah memanggil mereka untuk segera turun. Membuatku semakin yakin dengan hal itu. Mendadak tetes demi tetes air berjatuhan menghujani wajahnya. Dia mengisyaratkanku untuk segera berteduh. Saat aku mulai berdiri, perlahan punggungnya menjauh dari pandanganku. Dia menghilang. Semuanya tiba–tiba menjadi gelap dan tidak terlihat. Dadaku terasa sesak. Aku mulai sedikit panik.
Aku terbangun dari tidur.
"Siapa perempuan tadi?"
Sepuluh menit aku menunggu di taman hutan kota. Minuman dingin yang kubeli mulai mengembun. Dari jauh terlihat Dinda datang bersama seorang wanita di belakangnya.
"Maaf, kamu jadi menunggu lama." Dia tersenyum kuda.
"Tidak apa-apa."
"Ini bukumu," dia mengambil sesuatu di dalam tasnya, "maaf, lama mengembalikannya."
"Sebenarnya buku ini juga sudah kubaca berulang kali. Jadi tidak masalah."