Aku dan dia begitu dekat. Melewati ribuan tenggelamnya matahari. Menjejaki ratusan ruang dan waktu. Dan entah sudah berapa puluh tetes air matanya yang telah tumpah di pundakku. Aku tetap di sini. Memandang kedua matanya.
"Aku akan pergi…"
Aku terdiam seketika. Lidahku terasa seperti tertusuk paku. Selidik mataku meyakinkan bahwa ucapannya itu benar dan membuat hatiku luruh.
Tapi dia tetap di situ, memandangku dengan tatapan tajam. Lalu terdiam dengan jeda-jeda yang aku tak bisa artikan.
Hanya jalinan kalimat pendek yang keluar dari mulutku,
"Bukankah kita akan selalu bersama, kan? Untuk waktu yang lama, untuk selamanya. Kamu lihat jemari-jemariku ini? Ruang di antaranya hanya akan ada untuk menggegangmu, kamu lihat pundakku ini? Tempatnya hanya akan ada untuk menjadi tempat sandaranmu, entah disaat gundah ataupun saat dirimu bahagia. Bukankah itu yang kamu mau?"
Ia hanya mengangguk pelan. Tetap terdiam. Dalam lirik dia bertanya.
"Bolekah aku meminta satu hal kepadamu?"