Setelah menyantap makan malam. Mereka pun tak langsung meninggalkan restaurant. Mereka terlibat ke dalam perbincangan hangat.
"Sepertinya kekasih Anda tidak datang, Nona Lenata."
Lenata tak juga menjawab. Dia memilih diam dengan menutup rapat bibirnya. Sementara itu, ditatapnya Dreena dengan ketajaman penuh.
Tidak mau tak diakui dihadapan orang tua sang kekasih telah membuat Lenata geram. Ekor matanya tampak melirik tajam ke arah Calvino yang terkesan sangat mengacuhkannya. Bahkan kekasihnya itu pun tampak berbincang hangat dengan Bram.
Akhirnya Lenata memutuskan menghubungi Calista dengan panggilan video call. Beruntung panggilannya langsung diangkat. "Hai, Belen." Sapa Calista dengan mengulas senyum hangat.
"Hai, beb."
"Tumben menghubungiku dengan panggilan video call. Ada apakah ini, hum?"
Lenata tampak mengulas senyum. "Tidak ada apa – apa. Aku hanya merindukan mu. Lama sekali kita tidak bertemu. Bagaimana kabar mu?"
"Aku baik. Kau sendiri gimana? Oh, iya kalau aku tidak salah menebak ... " Calista sengaja menjeda ucapannya berpadukan dengan tatapan menelisik pada pemandangan dibelakang Lenata. "Sepertinya sekarang ini kau sedang berada disebuah resturant. Apakah kau sedang makan malam dengan, Kak Calvin?"
Mendengar nama Calvino disebut telah membuat ketiganya tersentak sehingga mengalihkan tatapannya ke arah Lenata dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Sepertinya suara itu sangat tidak asing dan dia menyebutkan nama, Calvin. Kalau boleh saya tahu siapa kah yang sedang Anda hubungi ini, Nona Lenata?"
Lenata tampak mengulas senyum. "Lebih baik Anda lihat sendiri dan silahkan berbicara dengannya, Mrs. Kafeel." Menyerahkan ponselnya ke tangan Dreena.
Seketika itu juga Dreena tersentak sehingga membeliakkan tatapannya atas rasa tak percaya. Binar – binar bahagia menyirat jelas melalui sorot matanya. "Earl … "
"Oh, jadi Mama - Papa sedang makan malam dengan Kak Calvin, dan Lena. Uhm, kalau boleh Earl tebak apakah ini pertemuan keluarga?"
Dreena langsung menyipitkan matanya hingga keningnya berkerut. "Apa maksud dari perkataan mu ini, sayang?"
"Mama, maksud Earl pertemuan keluarga antara keluarga kita dengan keluarga Lena."
Mendengar hal tersebut telah membuat Bram terpaksa merebut ponsel dari tangan Dreena. Kini, dia pun berbincang dengan putri tercinta. Dan satu kenyataan telah menghantamnya akan hubungan Calvino – Lenata yang sebenarnya. Meskipun begitu Bram menyembunyikan rasa keterkejutannya.
Kini, baik Dreena - Bram sedang terlibat ke dalam perbincangan hangat. Namun, hal tersebut tak berlaku bagi Calvino. Lelaki tersebut tampak mengumpat sumpah serapah atas kelancangan Lenata.
Dia pun melempari Lenata dengan tatapan tajam mematikan. Sementara yang ditatap sama sekali tak terpancing. Justru siluet nya menyirat penuh makna seolah berkata, lihatlah! Sekarang kau tak bisa mengelak lagi. Mr & Mrs. Kafeel, sudah mengetahui hubungan kita yang sebenarnya.
Kelancangan mu ini tak akan pernah mendapatkan maaf dariku, Lena. Tak ku sangka wanita terhormat seperti mu bisa bertindak rendahan dengan mempermalukan keluarga Kafeel di depan umum. Geram Calvino.
Tidak hanya Calvino yang disergap rasa geram hingga emosinya memuncak. Bram – Dreena juga merasakan hal yang sama atas tindakan Calvino yang menurut mereka sangat memalukan.
Tanpa mengurangi rasa hormat. Mereka pun meminta maaf atas sikap Putra kafeel yang telah menyembunyikan identitas Lenata yang sebenarnya.
"Tidak perlu meminta maaf. Hubunganku dengan Lena sudah lama berakhir."
"Itu sama sekali tidak benar." Bantah Lenata.
Ditatapnya Lenata dengan ketajaman penuh. "Jika Anda lupa biar saya ingatkan sekali lagi, Nona Lenata." Nada suaranya terdengar lirih, akan tetapi penuh ketajaman setajam pedang yang ditancapkan secara langsung ke jantung Lenata.
Tanpa dapat tertepis. Mata Lenata pun memanas seketika hingga air mata sudah menggenang dipelupuk. Berulang kali dia pun terlihat mengerjap supaya air mata tersebut tidak sampai jatuh. Nyatanya, air mata bodoh itu pun tetap saja memaksa keluar hingga membasahi pipi putih mulus.
Sementara itu, Calvino sama sekali tidak terpancing. Bibir kokoh tampak mengukir senyum smirk, bersamaan dengan itu mendekatkan wajahnya berirama bisikan. "Jangan kau pikir aku akan tertipu dengan air mata buaya mu ini, Lena. Hapus air matamu sekarang juga!"
Tidak tahan atas sikap Calvino. Lenata langsung beranjak berdiri. Ditatapnya Calvino dengan tatapan terluka. "Tidak bisakah kau hargai usahaku sedikit saja, hah? Aku juga memiliki tingkat kesibukan seperti mu. Tetapi demi menyelamatkan hubungan kita dari pelakor, aku telah menyempatkan waktu dengan datang jauh - jauh ke sini."
Kesabaran yang coba Calvino pendam sedari tadi akhirnya meledak sudah. Luapan emosi tak dapat terbendung lagi hingga menggebrak meja dengan sangat kasar. Tak ayal semua orang yang ada di sana dibuat tersentak karenanya.
"Pelakor lagi, pelakor lagi. Harus berapa kali ku katakan bahwa tidak ada wanita lain di antara kita. Sama sekali tidak ada, Nona Lenata!"
"Tapi sikap mu yang membuatku yakin bahwa ada wanita lain di antara kita. Buktinya saja kau sama sekali tidak menghargai usahaku yang jauh – jauh datang dari London untuk menemui mu."
"Dan aku tidak meminta mu untuk datang ke sini." Bentaknya dengan tatapan mencemooh.
"Setidaknya hargailah usahaku!" Bentak Lenata frustasi.
Geram disuguhi sikap Lenata yang menurutnya tak mencerminkan sikap seorang wanita terhormat telah membuat emosi Calvino semakin tak terkendali.
Tidak mau menjadi incaran paparazi dengan memberitakan kejadian menjijikkan malam ini. Dia pun langsung menyeret lengan Lenata.
Calvino terus melangkah lebar menuju mobil kesayangan. Dia tak lagi perduli pada Lenata yang berjalan tertatih akibat hill tinggi.
Dengan kasar melemparkan Lenata ke dalam mobil. Setelah itu dia tampak melajukan mobil kesayangan berkecepatan tinggi menuju apartement nya.
Bukan tanpa alasan Calvino membawa Lenata ke apartement nya. Karena hanya tempat inilah yang menurutnya paling privasi. Tempat ini dilengkapi dengan lift khusus yang akan mengantarkannya pada lantai di mana kamar sang billionaire berada. Dengan begitu privasi sang billionaire akan tetap terjaga.
"Masuk!" Mendorong tubuh ramping dengan sangat keras hingga tersungkur ke lantai.
Tidak terima diperlakukan dengan kasar telah memaksa Lenata mendongakkan wajahnya dengan tatapan penuh kebencian. "Kau berubah menjadi sangat kasar, Vin. Apa salahku sehingga kau memperlakukanku dengan hina seperti ini, hah? Aku tidak terima kau perlakukan dengan cara-"
"Kelancangan mu memang sudah sepantasnya diperlakukan dengan penuh hinaan, Nona Lenata!" Nada suaranya terdengar tajam berpadukan pada penekanan pada setiap kata. Tidak hanya itu siluet coklatnya berubah menggelap segelap warna darah.
Meskipun begitu sama sekali tak membuat Lenata takut. Dia pun sudah terbakar ke dalam emosi sehingga tidak perduli bahwa pertengkaran malam ini akan semakin meruncing ke dalam hancurnya hubungan yang sudah terjalin selama bertahun – tahun lamanya.
"Kau berubah sangat kasar bahkan aku tidak lagi melihat sisi kelembutan di dalam dirimu. Jadi, jangan pernah menyalahkanku jika aku berfikir bahwa kau menyimpan wanita lain."
🍁🍁🍁
Next chapter ...