Satu hal yang paling Calvino takutkan bahwa akan ada yang mendengarkan degup jantung yang tidak manusiawi ini. Langkahnya terlihat santai beriringan dengan menelisik ke sekeliling. Namun, seketika tersentak dengan suara seseorang yang mengusik pendengarannya. Dengan segera menolehkan wajahnya berpadukan dengan tatapan tajam mematikan. Tak ayal sang waitress pun langsung tertunduk takut bermanjakan ketajaman dari siluet coklat.
Paham akan hal tersebut tatapannya pun seketika melembut. "Saya tidak ada janji." Ucapnya dengan suara yang dia buat sehangat mungkin.
"Baiklah, Bapak. Kalau begitu silahkan duduk."
"Em, terima kasih. Saya masih ingin melihat - lihat kira - kira tempat duduk mana yang paling pas buat saya." Sambil mengangkat sudut bibirnya. "Dan hal ini tidak dilarang kan di restaurant ini? Sikap saya tidak menyalahi peraturan kan?" Tanyanya sembari mencondongkan wajahnya ke depan.
"Oh, tentu saja tidak, Bapak. Silahkan!" Ucapnya dengan terbata - bata atas jarak yang sangat dekat dan juga siluet coklat yang menjeratnya dengan sangat kuat.
Calvino terkekeh geli. "Bisa beri saya ruang?"
"Oh, maaf. Silahkan, Bapak." Bersamaan dengan itu memberi ruang pada Calvino untuk berjalan. Setelah kepergian Calvino, sang waitress langsung menghembus nafas berat yang dia buang secara perahan. "Uh, suaranya, tatapannya, bau nafasnya, dan juga aroma tubuhnya. Hm, benar - benar memabukkan. Auranya juga sangat memikat, terutama siluet coklatnya. Uh, benar - benar penuh kahangatan."
Oh, Tuhan jika Engkau ijinkan. Jadikanlah lelaki asing tadi itu kekasih ku. Pintanya dalam hati.
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam lamunan hingga tidak menyadari sepasang mata melemparinya dengan tatapan tajam mematikan. Bersamaan dengan itu langkah kaki mendekat. Sangat dekat hingga bisa menyentuh pundak ramping. Sialnya, tak ada kelembutan di dalam sentuhannya melainkan penuh dengan penekanan. Dengan segera menolehkan wajahnya untuk melihat siapa kah gerangan?
"Ibu Kiara ... " ucapnya dengan rasa tak percaya, beririrngan dengan itu dia pun menundukkan wajah dengan memainkan jari - jemari.
"Apa yang kau lakukan di sini, hah? Kerja!" Bentak Kiara pada salah satu karyawan yang sedari tadi mengawasi Calvino.
"Maaf, Bu." Masih dengan menundukkan wajah.
"Maaf, maaf, KERJA!" Bentak Kiara dengan suara meninggi.
"Baik, Ibu Kiara. Saya permisi." Membungkukkan badan dengan segera sebelum melenggang dari hadapan Kiara, selaku atasannya.
Setelah kepergian karyawannya tersebut. Tatapan Kiara tertuju ke arah yang sama. Rasa penasaran kian membumbung tinggi ketika tidak ada siapa pun di sana. "Aneh, tidak ada siapa - siapa. Wah, jangan - jangan tu Anak kesambet lagi."
Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam pikiran sendiri hingga tidak menyadari kehadiran seseorang. Jentikan jemari kekar didepan wajahnya lah yang membawa kesadaran seorang Kiara kembali. "Matius, mengagetkan saja sih kau ini!" Bentaknya dengan suara meninggi.
"Ya, habisnya melamun gitu sih. lagi mikirin apa sih, Nona manis?"
"Nona, Nona, kau pikir aku iki Nona menir apa!"
"Bukan Nona menir tapi, Nona manis. Dasar ga bisa di ajak bercanda."
Hembusan nafas lelah mengiringi deru nafas Matius. Bersamaan dengan itu mengekori Kiara menuju ruang kerjanya. Geram, itulah yang Kiara rasakan atas sikap Matius yang selalu mengekori kemana pun dia pergi. Dengan segera menghentikan langkah kaki. Ditatapnya Matius dengan tatapan tajam mematikan berpadukan dengan sebelah tangan menyandar pada pintu. Sontak saja sikap Kiara tersebut telah menutup akses masuk bagi Matius untuk memasuki ruangannya.
"Kia, singkirkan tangan mu dan biarkan aku masuk."
"Ini masih jam kerja. Kembali ke ruangan mu dan selesaikan semua pekerjaan mu!"
"Biarkan aku di sini dulu, Kia. Sebentar saja." Rajuknya dengan tatapan penuh permohonan.
"Tidak! Kembali ke ruangan mu dan berilah contoh yang baik ke semua karyawan. Jangan membuat para Anak buah mu bekerja dengan seenaknya karena atasanya saja tidak professional."
"Hai, siapa bilang aku tidak professional. Seenaknya saja kau ... " kalimatnya terjeda oleh pintu ruangan Kiara yang dibanting dengan sangat keras. Dan tentu saja hal itu membuat Matius terperenyak. Dia pun terlihat mengusap kasar dadanya sendiri. "Sabar ... sabar ... untung kau ini wanita, Kia. Coba kau ini laki - laki. Pasti sudah ku hajar habis - habisan." Kesalnya.
Kembali ditatapnya pintu ruangan Kiara yang masih saja menutup rapat. Cukup lama dalam posisi seperti itu sebelum melangkahkan kaki melenggang dari sana. Sementara dari dalam ruangan, Kiara tampak menghubungi sekretasinya dan memastikan secara langsung bahwa Matius sudah pergi.
"Sudah, Ibu. Bapak Matius, sudah pergi dari beberapa menit yang lalu."
"Hh mm." Beriringan dengan terputusnya sambungan telepon.
Kiara tampak menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dengan menatap langit - langit ruangan. Ingatan demi ingatan akan perlakuan mantan tunagannya kepada keluarganya sama sekali tidak bisa di toleransi. Lelaki yang berstatus sebagai mantan tunangannya tersebut terus saja melayangkan teror supaya Kiara mau kembali ke sisinya.
Bibir ranum tampak mengulas senyum miris. "Jangankan kembali kepelukan mu. Hanya menjalin hubungan pertemanan pun aku tidak sudi." Ucapnya entah pada siapa karena nyatanya dia sendirian di dalam ruang kerjanya.
Sementara di dalam restaurant, Calvino yang sedari tadi mencari keberadaannya tampak menelisik ke sekeliling. Satu hal yang dia harapkan akan dipertemukan secara langsung dengan wanita bernama Kiara Larasati. Wanita yang memiliki kesamaan fisik dengan mantan tunangannya, Samara.
3 jam sudah berlalu dan selama itu pula seorang Calvino berada di restaurant tanpa melakukan apapun. Jenuh, hanya berdiam diri? Tentu saja.
Dia pun membuka layar laptop. Kini, dia tengah memanjakan mata dengan berbagai aktifitas perusahannya yang berada di Dubai. Meskipun berada di Negara yang sangat jauh, akan tetapi semua aktifitas tak akan pernah luput dari pantauannya.
Dan entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam aktifitasnya hingga sebuah suara mengusik konsentrasinya sejenak. Bersamaan dengan itu dia pun mendongakkan wajahnya berpadukan dengan tatapan menelisik ke sekeliling.
"Aku tidak salah dengar kan? Barusan aku mendengar ada seseorang yang memanggil nama, Kiara. Tapi, Kiara nya mana? Tidak ada siapa pun di sini. Ah, bisa saja tadi itu hanya perasaan ku saja." Lirihnya hingga suaranya pun terdengar seperti sedang bergumam.
Tidak mau tunduk pada bayang - bayang Kiara. Dia pun terlihat memanjakan mata pada layar laptop. Dan disaat itulah Kiara melintas. Entah apa yang menarik dari Kiara hingga seorang Calvino langsung mendongakkan wajahnya. "Bau parfum siapa kah ini? Baunya sangat harum dan bau parfum seperti inilah yang sangat di sukai oleh, Samara."
Tidak mau tunduk pada rasa penasaran yang tak kunjung mendapati jawaban. Dia pun terlihat beranjak dari duduknya. Calvino terlihat memutari ke setiap sudut ruangan. Mungkin semua orang akan berfikir bahwa Calvino sudah gila. Namun, pada kenyataannya memang itulah yang Calvino lakukan.
๐๐๐
Next chapter ...