Refan langsung menaruh bahan makanan itu di lemari es, sedangkan Reisya malah mendudukkan dirinya di sofa. Mengabaikan Refan yang sibuk sendiri di dapur, entah apa yang dilakukannya itu. Selesai dengan tugasnya, Refan langsung menghampiri Reisya dengan dua kotak putih yang tadi di bawanya dan dua sendok makan.
"nih makan, lo pasti laparkan?" ucap Refan sambil memberikan satu kotak putih itu pada Reisya.
"apaan nih?" tanya Reisya penasaran.
"bubur ayam." jawab Refan seadanya, lalu duduk di samping Reisya.
Reisya membuka kotak itu, dan benar saja isinya bubur ayam yang banyak sekali kerupuknya. Reisya tersenyum, lalu ia mengambil satu sendok yang bersih lalu ia memakan bubur ayam itu tanpa mengaduknya lebih dulu.
"gak di aduk dulu?" tanya Refan saat melihat Reisya yang langsung memakan buburnya tanpa di aduk seperti kebanyakan orang.
"gak suka, lebih suka yang kayak gini." jawab Reisya jujur.
Refan tersenyum, ternyata tidak hanya dirinya yang menyukai bubur tanpa di aduk. Reisya pun sama, benar-benar kebetulan yang di luar dugaan. Tanpa terasa Reisya sudah menghabiskan satu kotak bubur itu, lalu setelahnya Refan juga sudah selesai menghabiskan buburnya. Reisya mengambil kotak kosong itu, dan membuangnya ke tempat sampah. Lalu ia mencuci sendok yang di pakai tadi, dan merapikannya ke tempat semula.
"lo gak siap-siap? Lo sekolah kan?" tanya Refan heran, saat melihat Reisya yang malah santai-santai.
"gak, gw izin dulu. Lagi gak mood, yang ada ntar ribut lagi sama cewek lo itu." jawab Reisya dengan sangat malas.
"Gak gitu juga kali, tapi lo beneran gak apa-apa kan?" tanya Refan mulai khawatir.
"gak apa-apa, gw cuma males aja." jawab Reisya seadanya.
Refan tau Reisya berbohong, bukannya Refan tak menyadari wajah Reisya yang sembab. Ia hanya menutupi semua itu, dan pura-pura tidak menyadarinya. Refan melakukan itu agar Reisya tidak lagi mengingat masalahnya yang semalam, hal itu pasti menjadi mimpi yang paling buruk bagi Reisya.
"oh, ya udah kalo gitu gw berangkat dulu ya? Udah siang, ntar gw telat di hukum lagi." pamit Refan pada Reisya.
"hm, makasih bubur ayamnya dan hati-hati." balas Reisya mengingatkan.
"siap bos." jawab Refan, lalu ia menghilang di balik pintu yang kembali tertutup.
Reisya tersenyum setelah kepergian Refan, dia memang selalu bisa menyentuh hati Reisya. Walau dengan hal yang paling kecil sekalipun, Refan selalu bisa menghiburnya. Setelah kepergian Refan, Reisya merasa suasana sekitarnya terasa sepi, lalu ia pun kembali mengingat apa yang terjadi semalam. Air mata lagi-lagi turun dari pelupuk matanya, rasanya masih sangat menyakitkan.
Di sisi lain, Refan langsung masuk ke kelasnya dengan wajah malas dan bosan. Di sana ia di sambut dengan wajah heran teman-temannya, tanpa banyak bicara Refan langsung duduk di bangkunya.
"Lo kenapa bro? Tumben muka lo lusuh gitu?" tanya Simon heran.
"Tau nih, gak biasanya deh lo begini. Muka lo kayak kertas bekas, lecek parah." sambung Nando.
"Yeuh lo berdua ya giliran ngehujat paling depan, gw lagi pusing nih." Balas Refan kesal.
"Hehe elah canda kali, baperan amat si bang." jawab Nando mengelak.
"Emang lo kenapa si Fan, kenapa hari ini tuh muka lo beda banget? Butek kayak air kobokan." Tukas Simon meledek.
Refan menatap malas kedua temannya yang rada-rada somplak itu, ya maklumin aja ya mereka bertiga emang sama-sama gila kalo udah kumpul. Emang cocok banget si mereka, sama-sama gesrek.
"Gw gak enak sama Reisya, gara-gara gw minta dia berhenti buat bales dendam eh dia jadi di omelin bapaknya." jawab Refan dengan wajah bersalahnya.
"Lah lo beneran nyuruh dia berhenti?" tanya Nando memastikan.
"Ya iyalah, gw gak mau dia jadi cewek pedendam. Eh dia malah kabur dari mobil gw terus pas gw kejar dia udah ribut sama bapaknya, ah kacau dah." jawab Refan frustasi.
Simon dan Nando saling melirik, sepertinya mereka paham kenapa Refan sampai sefrustasi itu hanya karna seorang Reisya. Sepertinya kisah cinta yang baru akan mulai bersemi, tentu saja Simon dan Nando ikut senang.
"Lo suka sama Reisya, Fan?" tanya Simon memastikan.
Refan terdiam mendengar pertanyaan Simon, ia sendiri tidak tau bagaimana perasaannya saat ini. Refan memang merasa nyaman berdekatan dengan Reisya, tapi statusnya lah yang menghalangi semuanya.
"Gak tau, gw sendiri masih bingung sama perasaan gw." Jawab Refan ragu.
Melihat temannya bingung dengan pertanyaan itu Nando pun mengambil alih perhatian Refan dengan hal lain. Agar Refan tidak galau lagi, mengingat mereka masih berada di kelas. Rasanya tidak baik jika Refan galau, yang ada nanti penghapus papan tulis melayang ke arahnya.
"Tapi lo udah nyoba bicara lagi sama Reisya atau belum?" tanya Nando mengalihkan pertanyaan.
"Udah, kemaren pas gw minta dia berhenti dia langsung keluar dari mobil gw. Gw mikir lagi, yang gw lakuin bener apa gak? Tapi tetep aja gw ngerasa bersalah, akhirnya gw balik ke apartement dia. Nah yang bikin gw kaget lagi, gw denger Reisya berantem sama ayahnya sambil bawa-bawa nama gw. Dan akhirnya gw lupa soal itu, karna keburu emosi pas Reisya mau di tampar." jelas Refan semakin frustasi.
"Lah kok bisa? Emang mereka bahas apa? Kok segala lo di bawa-bawa, mana mau di tampar lagi." tanya Nando merasa tidak mengerti.
"Bokapnya Reisya minta Reisya jauhin gw, agar Lucy bisa terus pacaran sama gw." jawab Refan sedikit emosi.
"Hah? Yang bener lo? Segitunya?" tanya Simon dan Nando bersamaan.
"beneran, gak bohong gw." jawab Refan jujur.
"Gila sih si Lucy, sampe bawa-bawa orang tua cuma gara-gara lo jauhin doank." tukas Nando tak habis pikir.
"Iya, jelas banget liciknya. Padahal itu bokap kandungnya Reisya, tapi malah dia yang nguasain. Parah si ini, gak kebayang kalau jadi Reisya bagaimana sakitnya." sambung Simon kecewa.
"Makanya gw jadi gak bisa mutusin Lucy, karna gw udah janji sama bokapnya Reisya gak akan mutusin Lucy asal dia gak ganggu Reisya lagi. Dan bokapnya Reisya setuju, jadi sekarang gw malah terikat seterusnya sama Lucy." jelas Refan dengan nada suara frustasinya.
"Wah kacau sih kalo gitu, lo gak bisa bertindak bebas lagi donk." Tukas Nando.
"Makanya gw bingung harus gimana" balas Refan merasa pusing.
"Tapi gak masalah si, kan syaratnya asal lo gak putusin Lucy. Kalaupun lo deket sama cewek lain, itu berarti gak ada hubungannya dengan perjanjian itu kan? Karna perjanjian lo cuma gak mutusin Lucy aja, menurut gw si masih bebas." Jelas Simon memberi penjelasan.
"Iya juga ya, wah tumben lo pinter Mon?" Puji Refan dengan senyumannya.
"Ah lo, muji kalo ada maunya doank. Untung temen, kalo bukan udah gw buang lo ke empang belakang sekolah." Balas Simon bercanda.