"Apa kamu bahagia?"
"Tidak, sama sekali tidak."
"Kemasi semua barang-barangmu lalu pergi dan menikah denganku." Ucap laki-laki itu sembari mengambil koper untuk mengemasi baju-baju Reyna.
"Tapi Ren, aku.... Aku tidak bisa melakukan itu. Pernikahan ini akan terjadi sebentar lagi."
Rendy berhenti sejenak dan menatap wajah Reyna, menangkupkan kedua tangannya di pipi Reyna, "Rey, dengarkan aku! Percayalah, kamu milikku, dan aku tidak akan rela kamu menjadi milik orang lain, apalagi itu menyangkut kebahagiaanmu." Rendy memeluk tubuh Reyna dan mengelus puncak kepala Reyna dengan sayang.
"Percayalah Rey, aku akan membahagiakanmu dan menebus semua kesalahanku dulu padamu. Aku menyayangimu Rey dan aku nggak ingin kehilanganmu meski sedetikpun."
***
Perkenalan singkat itu terjadi sejak 1095 hari yang lalu. Lebih tepatnya, sudah 3 tahun Reyna mengenal Rendy, seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit coklat, hidung mancung dengan paras tampan yang membuat Reyna menjatuhkan hati padanya. Rasa trauma yang sempat menghantui Reyna menyangkut cinta pertamanya, membuat Reyna tidak mudah membuka hati untuk setiap laki-laki yang mencoba mendekatinya.
Rendy yang identik dengan sifat dinginnya, lebih memilih untuk menyembunyikan perasaannya kepada Reyna, yang membuat Reyna berpikir bahwa mana mungkin Rendy memiliki perasaan yang sama dengan Reyna. Karena selama ini Rendy tidak pernah menunjukkan tentang perasaan yang sebenarnya kepada Reyna.
Rendy lebih memilih bersikap dingin dan seolah tidak peduli kepada Reyna. Hingga tiba pada akhirnya Reyna akan di jodohkan dengan laki-laki yang belum pernah Reyna kenal sama sekali.
Pada malam itu, Reyna meminta Rendy untuk menemuinya di sebuah cafe dekat persimpangan jalan di sudut kota. Seperti biasa Reyna memesan cokelat panas dan roti bakar strawberry kesukaannya. Menunggu Rendy selama lebih dari 15 menit bukan sebuah waktu yang lama untuk Reyna. Karena sebuah kebiasaan, setiap mereka bertemu, Rendy selalu datang terlambat.
Ruangan cafe yang begitu tenang menambah kenyamanan bagi Reyna untuk berlama-lama di dalamnya. Sebuah cafe yang memiliki desain menarik di dalamnya, sungguh sangat elegan seperti cafe yang ada pada jaman Belanda, dengan dinding yang berwarna putih gading dan kursi meja yang terbuat dari kayu serta pernak-pernik miniatur yang seolah dibuat agar mirip suasana cafe Belanda aslinya. Pengunjung saat itu tidak terlalu ramai hingga tidak meninggalkan suara bising. Tentu saja, malam ini hujan lebat telah mengguyur kota.
Reyna menatap rintik-rintik air hujan yang jatuh mengenai kaca jendela cafe. Reyna menghitung tetes demi tetes hingga tak terhingga jumlahnya.
Hingga suara berisik di pintu mengalihkan perhatian Reyna. Reyna tersenyum menatap sosok yang memasuki pintu dengan rambut dan baju yang sedikit basah akibat terkena air hujan.
Rendy?
Sejenak jantung Reyna berdegup begitu kencang. Ntahlah sejak kapan laki-laki itu membuat jantung Reyna menjadi uring-uringan setiap melihatnya.
Rendy menatap ke arah Reyna, lalu mengedipkan matanya seakan menggoda Reyna. Reyna yang melihatnya pun tampak malu-malu dengan sikap Rendy yang selalu menggodanya seperti itu.
Dengan gugup Reyna meneguk coklat panasnya, berusaha menenangkan diri.
"Sudah lama?" Tanya Rendy kepada Reyna.
"Nggak kok." Reyna melirik kearah Rendy yang masih berdiri mematung di hadapannya, "Oh ya, silahkan duduk Ren. Kamu mau minum apa?" lanjut Reyna.
Rendy menghela napas, "Aku mau es teh manis aja."
Reyna mengerjapkan matanya, "Serius kamu mau minum es teh?? Ini hujan Ren, kok minum es?" tanya Reyna heran.
"Biarlah Rey, aku kan suka es dan aku haus jadi tidak masalah kan aku memesannya?" Rendy terkekeh.
"Okelah terserah kamu aja."
Hening..
"Jadi, dengan alasan apa kamu meminta untuk bertemu Rey? Kamu rindu ya?" tanya Rendy sambil menggoda Reyna dengan satu kedipan mata handalnya.
"Apa?" Reyna mendongakkan kepalanya, mengernyit.
"Kamu rindu aku Rey?"
"Bukan Ren, ini lebih serius dari sekedar rindu."
"Lalu?" bisik Rendy sambil mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya tepat di hadapan Reyna.
"Ren, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Ini tentang hubungan kita." Dengan perasaan gelisah Reyna bertanya kepada Rendy.
Hening....
"Akuuu...." Reyna menjeda ucapannya sejenak untuk mengatur napas yang tiba-tiba gugup ketika ingin berbicara kepada Rendy.
"Akuuu.... Aku akan di jodohkan Ren." Akhirnya perkataan itu berhasil keluar dari mulut Reyna.
Rendy yang mendengar ucapan Reyna pun langsung terhenyak bangun dari duduknya. Rendy terlihat terkejut dengan apa yang Reyna katakan.
"Apa Reyna? Coba kamu ulang sekali lagi!"
"Iya Ren, aku akan di jodohkan."
"Nggak, nggak boleh. Kamu harus batalkan perjodohan itu Rey." Ucap Rendy tegas, "Kamu bilang kepada orang tua kamu bahwa kamu sudah punya kekasih Rey, kamu sudah punya pilihanmu sendiri." Lanjut Rendy.
"Tapi Ren, aku takut. Aku nggak bisa."
" Takut apa? Takut kena marah? " Rendi mengusap wajahnya dengan kasar.
Bukan. Gumam Reyna dalam hati. Aku takut kalau aku menolaknya semua masalah akan menjadi semakin rumit. Aku takut karena keegoisan ku menolak perjodohan ini keluargaku menjadi semakin menderita.
Rendy menatap Reyna dengan simpati, sahabatnya itu sekaligus perempuan yang dia cintai, akhir-akhir sering melamun dan terlihat murung. Entah apa yang sedang di pikirkan oleh Reyna. "Batalkan perjodohan ini Rey. Plisss ... Aku tau kamu tidak bahagia."
"Aku nggak bisa Ren, itu sangat sulit."
Rendy mengulurkan jemarinya mengusap bulir bening di sudut mata Reyna. "Jangan sedih Rey, apapun yang terjadi aku akan selalu ada di sampingmu."
***
Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaan Reyna saat ini selain rasa takut dan kegugupan yang menyesakkan dada.
Ketika mobil mereka memasuki rumah dengan pintu gerbang yang megah, perasaan gugup dan takutnya semakin memuncak. Ayahnya, yang menyetir di sebelahnya tampak tenang dan bahagia, tentu saja, hidup dalam kemewahan adalah hal yang di impi-impikan ayahnya selama ini. Lagi pula dia tidak perlu lagi pusing memikirkan hutangnya yang tercecer dimana-mana, meski masa depan dan impian Reyna yang menjadi taruhannya.
Yah, Reyna hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Ibunya meninggal ketika melahirkan Reyna. Dulu ayah Reyna adalah seorang pengusaha sukses hingga pada akhirnya bisnis ayahnya jatuh sebab ayah Reyna terlalu lama terpuruk meratapi kematian ibunya, hingga menjadikan ayah Reyna menjadi suka bermain judi hingga meninggalkan banyak hutang dimana-mana.
Dan disinilah Reyna, datang dengan ayahnya, yang masih terlihat gagah dengan stelan celana panjang juga kemeja panjang yang di balut dengan rompi di luarnya, serta topi koboy yang bertengger di atas kepalanya. Sedangkan Reyna hanya memakai sweater maroon serta rok selutut yang membuatnya seperti kutu buku yang terlihat tidak menarik, belum lagi rambutnya yang di kuncir kuda, tanpa riasan.
Biarkan saja, Reyna memang sengaja berpenampilan seperti itu agar laki-laki yang akan di jodohkan dengannya kecewa bahwa ternyata Reyna tidak secantik dan semenarik yang dia bayangkan.
Batin Reyna dalam hati.
Rupanya laki-laki yang akan di jodohkan dengannya ini sangat kaya, jarak pintu gerbang menuju rumah utama lumayan jauh di suguhi dengan pemandangan taman dan pepohonan di kiri kanan jalan. Ketika pada akhirnya mobil mereka berhenti, Reyna ternganga, melihat rumah bergaya klasik dengan renaissance yang megah di depannya, ditambah juga dengan cat berwarna putih dan kuning emas untuk menambah kesan mewah.
Ayah Reyna pun langsung bergegas keluar dari mobil dan mau tak mau Reyna pun mengikutinya. Sepertinya mereka sudah di tunggu, atau ada kamera pengawas di depan pintu? Karena ketika mereka sudah berada di depan pintu, pintu itu langsung terbuka tanpa diketuk, dan seorang pelayan wanita setengah baya sudah berdiri di sana menyambut kedatangan mereka.
"Tuan Han?" tanya pelayan itu dengan menundukkan kepala hormat sehingga membuat Reyna bertanya-tanya apakah itu ekspresi yang selalu mereka gunakan ketika menerima tamu atau mungkin sudah menjadi sebuah kebiasaan.
Han ayah Reyna mengangguk. Pelayan itu melihat ke arah Reyna dan mengangkat alisnya sejenak tanpa berkata apa-apa. Mungkin dia sudah tahu kalau Reyna yang akan bertemu dengan majikannya, desah Reyna dalam hati.
"Saya Safiye, kepala pelayan di sini. Tuan Ken sudah menunggu di ruang utama, mari saya antar," gumam pelayan itu sopan sambil membalikkan tubuhnya dan membiarkan Han dan Reyna mengikutinya.
Sepanjang lorong menuju ruang utama Reyna terlalu sibuk mengagumi kemewahan desain interior dan perabotan rumah mewah ini.
Ya, jika ini yang Reyna inginkan pasti dia akan merasa sangat bahagia di sini, menjadi nyonya rumah yang kaya raya. Tapi ini bukan impian Reyna, ini adalah sebuah perjodohan dengan sebuah pemaksaan. Di mana dia harus menikah demi melunasi hutang ayahnya. Reyna marah, tapi apa yang bisa dia lakukan. Toh jika Reyna menolak pasti ayahnya akan menghajar dan bisa-bisa membunuhnya hidup-hidup.