Singkat cerita, kini Reszha sudah diperbolehkan pulang. Karena kondisinya tidak terlalu buruk, Dokter mengijinkan Reszha untuk pulang saja ke rumah, dan beliau memberikan resep obat yang harus Fareszha minum. Haish, untung lah gadis itu tidak menderita penyakit yang parah, jadi ia bisa melanjutkan sekolah dan usaha kecil–kecilannya. "Makasih om Ardian, udah mau anterin Reszha." Ucap Reszha, yang Ardian balas anggukan.
Huft, rasanya tenang sekali bagi Ardian ketika melihat Reszha dalam keadaan yang sehat. Walaupun hidup harus berjuang sendiri, jarang sekali Ardian melihat gadis itu mengeluh, dan kelelahaan. Mangkanya, ketika ia melihat Reszha dalam keadaan yang down, ia merasa sakit hati, dan gagal untuk melindungi Reszha, padahal, yang memiliki hak untuk semua itu adalah Nicho, calon kakak iparnya. "Jangan sakit lagi, nanti kamu gabisa daftar masuk SMA." Balas Ardian, dengan seutas senyum yang ia tunjukan.
Fareszha mengangguk kecil untuk itu, kemudian ia melambaikan tangannya pada Ardian yang kini sudah bersiap untuk pergi. Lalu, kemana Nicho? Pria itu tentunya memilih untuk menyibukan diri dengan urusannya, karena baginya, Reszha bukan lah masalah penting, dalam hidup Nicho mungkin, Reszha hanya lah hama kecil yang sulit untuk dibasmi. Hanya karena rasa sedikit bersalah saja, Nicho jadi mau menunggu Reszha yang sedang sakit, jika tidak, mungkin pria itu lebih memilih untuk mengganggu hidup Reszha lagi. Jahat? Memang.
"Kakak, Once kangen banget tau sama kakak! Kemana aja sih?" Tanya Once, seraya memeluk tubuh Reszha dengan tangan kecilnya. Ah iya, Ocean kan tidak tahu jika dirinya dirawat rumah sakit semalam, jadi sepertinya Reszha harus mengarang cerita agar adik kesayangannya ini tidak khawatir. "Kakak kemarin nginep di rumah temen, lupa mau kasih tau Once karena kuota kakak abis." Jawab Reszha asal. Sebenarnya Reszha tidak tega juga membohongi adiknya, tapi yah, mau bagaimana lagi?
Ocean yang mendengar hal itu hanya bisa mengangguk kecil, seraya tangan mungilnya menarik Reszha untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, sudah ada Auntynya Reszha, ia tersenyum ketika melihat keponakannya pulang dengan selamat, walau dalam keadaan yang sedikit tidak sehat. "Makasih Aun, udah mau jagain Once." Ucap Reszha, setelah mendudukan dirinya di atas kursi yang berada tepat di samping meja makan.
Auntynya tersenyum, kemudian ia berkata. "Gapapa, ini juga udah kewajiban Aun buat bantuin kamu. Eszha sekalian fokus juga, kan bentar lagi harus daftar buat SMA." Mendengar penuturan Auntynya, Reszha sedikit menekuk bibirnya, ingatan kembali pada kemarin siang, dimana ia melihat bahwa Nicho yang sengaja membayar pihak TU agar mengembalikan berkas miliknya lagi. Jika sudah ditolak di SMA favorit seperti ini, maka SMA favorit lain juga mungkin akan sulit menerima Fareszha nantinya. "Aun... kira–kira swasta yang murah disini dimana ya? Eszha bingung banget." Lirihnya, sembari menumpu dagu ke meja makan.
Lala yang melihat ini, langsung mengelus kecil punggung kepala Reszha, kemudian ia mendudukan diri di kursi yang berada tepat disebelah Reszha. "Aun Lala tau, kalo misalnya Nicho berulah, dan bikin kamu jadi harus cari SMA lain. Kalau saran Aun, kenapa kamu sama Nicho gak ke Australia aja? Disana seenggaknya kamu gaperlu pusing mikirin Nicho diurus siapa." Ucap Lala panjang, dengan tangan yang masih setia mengelus punggung kepala Reszha. Yah, Reszha memang masih memiliki keluarga di Australia sana, karema mengingat keluarga sang Ayah tinggal disana. Tapi jika Reszha pergi kesana, kakek neneknya yang disini tidak ada yang merawat.
"Eszha gausah khawatir, kakek, sama nenek bakal Aun jagain. Toh mereka juga kakaknya orang tua Aun, jadi kamu tenang aja." Katanya lagi, untuk meyakinkan agar Fareszha pergi saja dari Indonesia, dan menjalani hidup yang lebih baik di Australia. Mungkin, jika kecelakaannya tidak terjadi, Reszha tidak akan sesulit ini sekarang, walaupun nantinya harus hidup dibawah tekanan sang Ibu, tapi gadis ini tidak harus menafkahi hidupnya sendiri seperti ini. "Nanti coba Resza bilang kakek nenek dulu, sekalian mikir–mikir lagi kalo udah sampe Australia harus gimana." Balasnya, dan itu membuat Lala tersenyum tenang.
Sebenarnya sedari dulu Fareszha ingin tinggal di Australia, tapi kakek neneknya always melarang, dengan alasan ini dan itu, dan itu membuat Fareszha terpaksa harus bertahan di lingkungan toxic seperti ini. Keluarga Indonesia sangat bertolak belakang dengan keluarganya yang ada di Australia, yahh, walaupun tidak semua berlaku jahat padanya, tapi tetap saja, Fareszha cenderung tertekan tinggal di lingkungan rumahnya. "Karena Eszha juga udah pulang, Aun juga mau pulang, takut ditungguin orang rumah. Assalamualaikum!" Pamitnya, kemudia ia pergi ketika Fareszha menyalimi tangannya.
Ocean yang sedari diam, kini turun dari kursi tempatnya duduk, kemudian ia beralih duduk disebelah Reszha. Ah, Reszha tahu, ada sesuatu yang Ocean ingin kan, atau anak kecil ini ingin memberitahu sesuatu pada Reszha. "Kakak tau gak? Kemarin sore, Aun Lala ajakin Once ke toko mainan, tapi Once gak dibeliin apa–apa karena Aun tau, kakak gak bakal terima mainanya, karena emang Once gaboleh punya yang kayak gitu." Rengeknya, seolah memberitahu Reszha ada something yang ia mau di toko mainan itu. "Apa? Once mau beli alat masak–masakan disana?" Balas Reszha, mengalihkan pembicaraan Once. Once yang mendengarnya hanya bisa mengerucutkan bibirnya, sudah ia duga, kakaknya yang cantik ini akan pura–pura tidak tahu dengan apa yang Once inginkan.
Fareszha yang melihat Once cemberut memasang tawa kecilnya, kemudian ia bangkit untuk pergi ke kamarnya. Reszha bukan tidak mau membelikannya, hanya saja Reszha memang tidak membiasakan Once untuk meminta sesuatu, apapun yang Once punya, itu adalah keputusannya untuk membelikan mainan. "Tetep di Indo, atau pindah ke Australia aja?" Ujarnya, dan itu didengar oleh Ocean. "AUSTRALIA!" Teriak Ocean, yang membuat Fareszha mematung ditempat karena terkejut dengan teriakan Ocean. Ocean yang polos hanya tertawa melihat kakaknya yang terkejut, sembari dirinya pergi dengan gerakan tawa membungkuk.—Bengek dia—. "Ya allah, punya adik gini amat." Ucap Fareszha, sembari mengelus dadanya.
Ocean sudah setuju jika mereka pindah ke Australia, tapi bagaimana respon keluarga disini? Reszha takut mereka malah mencela Reszha nantinya, mengatakan bahwa Reszha sudah tidak mau mengurus kakek neneknya, dan kenal dengan saudara–saudara Reszha yang ada disini. Ohh ya tuhan, sesusah itu kah dirinya untuk hidup tenang? Tolong lahh, Australia lebih mengerti Fareszha dibanding Indonesia. "Tapi aku yakin, kakek nenek pasti ngertiin kalo misalnya aku pengen sekolah di Australia. Jadi besok aku mau pergi ke rumah kakek nenek, bagus!" Ucapnya, seraya melihat dirinya yang tersenyum di dalam cermin besar.
Seharusnya tidak masalah juga kan, jika Reszha ingin ke Australia? Toh itu juga hidupnya, mau Reszha sekolah kemana pun itu haknya, orang–orang tidak perlu mengatur hidup Fareszha dan memaksanya untuk mengikuti perintah mereka. Karena setiap manusia punya haknya sendiri untuk hidup, bukan? Tidak peduli ia melangkah dijalan yang benar ataupun salah, karena itu pilihannya, kita sebagai sesama manusia itu harus mengingatkan, bukan menyalahkan dan mengatur kehidupannya. Karena manusia itu punya aturannya sendiri, bukan hewan yang selalu diatur agar menurut pada majikannya.
"Manusia juga punya titik terlemahnya sendiri, Eszha." Lirihnya. Masih menatap diri dihadapan cermin besar peninggalan kedua orang tuanya.
~~~~