Baru saja keluar dari rumah sakit, sekarang Fareszha harus kembali lagi, bukan dirinya yabg sakit, tapi kali ini Ocean, ia keracunan makanan. Fareszha tidak mau menyalakan maid yang menyiapkan makanan untuk dirinya dan Ocean, ia hanya ingin tahu, dari makanan mana racun itu berasal. "Aku hanya perlu CCTVnya, tidak perlu pengakuan dari siapapun." Ucap Reszha, sembari menatap Ocean khawatir. Ardian yang mendampingi Reszha hanya mengangguk kecil, sembari ia menelfon kepala maid yang ada di rumah. Setelah kejadian ini, mungkin Nicho akan memecat semua maid lagi, dan menggantinya dengan maid yang baru, seperti kejadian beberapa bulan lalu, yaps, beberapa bulan lalu, ketika Nicho membawa seorang wanita pulang ke mansionnya. "Reszha, tidak ada yang menaruh apapun di makanan mu." Tutur Ardian, setelah memutus telfon dari kepala maid itu. Reszha menoleh kearah Ardian, dengan raut wajah bertanya yang jelas, tidak ada yang menaruh apapun? Lalu bagaimana bisa racun itu... "Mungkin ada orang yang sengaja menaruhnya, atau menukar bahan makanan yang ada di dapur." Ucap Ryuna, menengahi pembicaraan keduanya. Apa yang dokter muda ini katakan ada benarnya, bisa saja ada orang yang sengaja menukar makanannya sebelum maid itu datang, tapi... CCTV disana tidak menunjukkan orang lain, selain maid itu sendiri.
"Dimana mereka membeli bahan makanannya? Mungkin saja itu ditukar ketika mereka berada di luar." Ucap Reszha lagi, dan itu membuat Ardian menatap heran kearah Ryuna. Anak ini? Pikirannya bisa sampai kesitu?—Thor mon maaf yaa, jangan sempilin teka–teki dicerita lo yang ini pliz—But, itu tidak mustahil, karena memang bisa saja makanannya ditukar ketika masih di minimarket, atau bisa saja penjaganya sendiri yang menukar bahan makanan itu. "Kita suruh pihak berwajib saja yang menyelesaikan kasus ini, dan kau harus fokus pada sekolah mu." Balas Ardian, sembari mengelus kecil pundak Reszha. Astaga Ardian, kau melupakan sesuatu sekarang, Reszha itu masih mengalami traumatik, dan itu masih belum hilang. Ryuna yang menyadari perubahan ekspresi Reszha, segera melepaskan tangan Ardian, sembari memelototi pria itu, dan menunjuk Reszha dengan ekor matanya. "Kau masih harus mengerjakan tugas bukan? Aku tadi membawa buku–buku mu." Ucap Ardian, untuk menghilangkan kecanggungan diantara keduanya. Untung Reszha anak yang kuat mentalnya, yeah.. setidaknya ia masih bisa bertahan sampai di titik ini, apalagi sekarang harus hidup berdampingan dengan iblis yang menyerupai manusia. Siapa lagi jika bukan Nicho? Sikapnya saja sekarang baik, tapi kalian tidak tahu bagaimana sikap pria itu ketika satu minggu telah berlalu.
'Krekk..' Suara khas pintu yang terbuka itu membuat ketiganya menoleh, seorang Dokter anak keluar dari ruangan tempat Ocean dirawat sekarang, mereka masih menunggu hasil sedari tadi, dan kali ini hasilnya baru akan keluar. "Racunnya tidak mengancam nyawa, hanya saja akan ada beberapa gejala yang membuat Ocean harus bolak–balik kamar mandi, atau ia merasa jika kepalanya pusing." Jelas Dokter itu, yang mendapat anggukan dari ketiganya. Ryuna tahu racunya apa, memang tidak terlalu berbahaya, tapi tetap saja itu berdampak buruk pada orang yang memakan atau meminumnya. "Boleh saya masuk?" Tanya Reszha, dan dokter itu membalas dengan anggukan. Senyum Reszha mengembang, sembari mengambil bukunya, Reszha melangkah masuk ke dalam ruangan Ocean dirawat sekarang ini. Pun dengan kedua orang yang tadi berdiri di luar bersamanya. "Kak, Ocean kenapa?" Mendengar pertanyaan Ocean, Reszha hanya tersenyum kecil, gadis itu kemudian mengelus kecik pucuk rambut Ocean, kemudian ia berkata. "Sembelit." Ucapnya, masih dengan senyum yang menempel di wajahnya. Ocean yang tidak tahu apa itu hanya mengangguk kecil, dengan mulutnya yang membentuk huruf O, tapi Ocean tahu sesuatu, sembelit itu kan.. "Kalo Once sembelit, kenapa Once mules terus? Bukannya sembelit itu susah buang air besar ya kak?" Lagi lagi, Ocean membuat Reszha terdiam. Berapa usia anak ini? Kenapa ia bisa tahu jika sembelit itu sebenarnya susah bab?
"Kamu bisa gak? Kalo kaka ngomong iyain aja? Nanti kakak kasih coklat." Ujar Reszha, dengan senyumnya yang paksakan. Ocean mengangguk kecil, namun beberapa detik kemudian ia berkata, "Ocean gamau coklat, nanti keracunan lagi." Sial, Ardian dan Ryuna harus menahan tawa mereka kali ini. Memang benar ya, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, sikapnya Ocean benar–benar sangat mirip dengan Reszha ketika kecil, namun perbedaannya, gadis itu harus menderita secara batin dan fisik dari usianya yang ke lima, dikarenakan sang ibu yang mengidap skizofrenia. Dan beruntung, Ibunya Reszha bisa melahirkan Ocean dengan selamat, karena saat itu ia di diagnosa sembuh dari penyakitnya. Namun, ketika Ocean berusia 2 bulan, skizofrenia itu kembali kambuh, dan Reszha lagi lah yang harus menerima semua siksaannya. Padahal ia memiliki dua kaka, tapi kenapa harus Reszha yang terus menerus disakiti? Karena pada saat itu, sang Ayah sudah mengirimkan Maura dan Ema ke orangtuanya, namun ia salah karena sudah menjadikan Reszha sebagai tumbalnya, dengan kata 'Reszha tidak akan mengerti, karena ia masih kecil.' Nyatanya, Reszha sekarang mengalami traumatik berat, dan depression yang tak bisa hilang, atau mungkin sudah sangat melekat pada dirinya. "Jangan banyak bicara lagi, kamu harus banyak istirahat tau." Tutur Reszha, sembari menaruh kepala Ocean ke sandaran kasur pasien itu.
Hari ini, mungkin Reszha akan kembali menginap dirm rumah sakit, atau ia memutuskan untuk merawat Ocean di rumah saja, karena sakitnya tidak terlalu parah, dan tentunya karena Nicho juga memiliki Dokter pribadi, tak lupa dengan perawat dan suster yang bersedia untuk Nicho panggil kapanpun. Tapi keputusan itu kembali lagi pada Reszha, apakah gadis itu ingin Ocean dirawat di rumah, atau di tetap disini saja. "Nicho bilang, rawat saja Ocean di rumah." Ucap Ardian, dengan sorot matanya yang tertuju pada layar ponsel. Reszha yang sedang menulis sesuatu hanya mengangguk kecil, kemudian ia membereskan semua peralatan tulisnya, dan memanggil suster untuk meminta bantuan untuk melepaskan selang infus yang ada ditangan Ocean. Jangab tanyakan apakah Ryuna busa atau tidak, tentu ia bisa untuk melepaskan selang infus itu, hanya saja ini bukan rumah sakit tempat ia bekerja, Ryuna bekerja di rumah sakit milik suaminya sendiri. "Mohon untuk pengurusan administrasinya, setelah itu pasien baru boleh pulang." Tutur suster itu, dan Reszha tersenyum kecil sembari mengangguk. Tapi tunggu dulu, bagaimana cara agar Reszha bisa membayar semua tagihan ini? Sedangkan atm miliknya tertinggal dirumah. "Gunakan saja uang milik Nicho, pria itu tidak akan marah." Ucap Ardian, sembari menunjuk dompet cadangan Nicho yang berada dalam genggaman Reszha. Waw Reszha, padahal kau tinggal dengan paman sendiri, tapi seperti menjadi seorang wanita yang memiliki sugar Daddy. "Aku pinjem dulu ya paman.." Lirihnya, sembari mengambil beberapa lembar uang berwarna merah di dalam dompet besar itu.
"Baik, semua transaksi sudah selesai. Dan pihak keluarga boleh membawa pasien pulang." Ucap suster itu, sembari memberikan resep obat, dan kwetansi pembayarannya. Kalian tenang saja, Reszha sudah terbiasa dengan semua transaksi semacam ini, mungkin ini sudah jadi makan siangnya. "Besok sabtu, siap–siap aja buat malam ini." Tutur Ardian secara tiba–tiba, membuat kedua alis Reszha tertaut.
~~~~