Urusan makan, Livia jagonya. Terbukti dua bungkus nasi goreng itu telah habis tak tersisa barang sebutir nasi pun. Diam-diam, Livia melirikkan matanya ke arah Deska. Sayang sekali, nasi goreng Deska masih terbungkus dengan sangat rapi.
"Kok lo gak makan, Des?" tanya Livia sembari menatap Deska lekat.
"Gue gak mau membiarkan tubuh gue mengonsumsi sesuatu yang bersumber dari Vigo!" ketus Deska. Langsung saja, Livia menatap sendu ke arah Deska. Ia merasa sangat bersalah, mungkin, Livia memang terlalu memaksakan kehidupan cintanya Livia.
"Gue minta maaf deh, Des. Maafin gue ya, tadi gue lancang banget pasti," ucap Livia meminta maaf. Diam-diam, Deska juga ikut melirikkan matanya sekilas ke arah Livia.
"Huft, ya udah. Gimana kalau kita taruhan?" cetus Deska tiba-tiba. Langsung saja, Livia membulatkan matanya.
"Eh apaan, kok tiba-tiba, lo ngajak taruhan?" Raut wajah Livia langsung berubah kaget. Melihat hal itu, Deska langsung mengangguk-anggukkan kepalanya.