Cuitan burung-burung terdengar begitu nyaring di telinga. Empat anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. Alka mendudukkan diri di samping Caldre, sementara Alva duduk di samping kursi kosong yang akan ditempati Mega.
Mega telah datang membawa satu wadah besar nasi. Beberapa lauk yang salah satunya adalah ayam goreng, telah tersaji di atas meja. Dengan raut wajah ceria, Mega lantas mencopot celemek dari tubuhnya, kemudian memutuskan untuk duduk di samping Alva.
"Selamat makan!" seru Mega dengan wajah berseri.
Diam-diam, Alka mengamati Mega lekat-lekat. Ternyata mamanya ini memang jago untuk menyembunyikan perasaan. Sekarang ia tahu, mengapa ia bisa memiliki kekuatan untuk menyembunyikan perasaan sakit di hatinya, semua itu karena turunan dari Mega.
"Mama gak ada masalah kan? Atau Mama gak mau berbagi cerita gitu ke kita?" tanya Alka. Ia sudah gemas melihat mamanya berusaha tegar, padahal aslinya, hati mamanya sangat mudah rapuh.
"Kok kamu tiba-tiba ngomong begitu? Harusnya Mama dong yang tanya, apa kamu mau cerita gitu? Katanya, kemarin kamu ke rumah mantan kamu bersama Lian kan?" goda Mega. Detik itu juga, terdengar suara batuk dari Alva.
"Ngapain lo deket-deket sama Lian? Lian itu punya gue, jangan dideketin!" pekik Alva.
"Cuman temenan doang kok," sahut Alka sembari menikmati ayam gorengnya.
"Terus, kenapa lo pakai acara ngajak Lian ke rumah mantan lo? Punya dua kaki buat apa kalau gak buat jalan sendiri? Cowok kok minta ditemenin!" sarkas Alva.
BRAK!
Satu gebrakan keras menyeruak di area ruang makan. Tangan Caldre masih tertempel mesra di meja makan. Sementara Alka dan Alva, mulai menundukkan kepalanya.
"Semakin hari, tingkah kamu semakin kesasar! Siapa yang ngajarin kamu buat berbicara kasar seperti itu? Masih punya hati kamu? Masih berfungsi hatinya hah? Atau mau Papa cariin donor hati yang baru, biar hatinya lebih bersih?" sentak Caldre. Mendengar hal itu, Mega langsung mengusap tangan suaminya yang masih asyik menempel di meja.
"Pa, sabar, Alva jangan dikasarin kayak gitu," lirih Mega.
"Kamu juga, terlalu memanjakan dia. Sekarang sikapnya jadi semena-mena gitu. Dia bahkan waktu itu dengan sengaja nyaris menghilangkan nyawa Alka! Untung saja ada Lian, jika tidak, anakmu bakal ilang satu!" pekik Caldre. Alka yang tadinya sibuk menikmati ayam gorengnya, perlahan mulai menatap Alva lekat-lekat.
Selama ini, Alka tahu bahwa Alva sangat membencinya. Alva membenci Alka karena Alka mendapatkan perhatian lebih dari Papa. Namun, Alka sungguh tidak habis pikir, ketika mendengar, Alva sengaja nyaris menghilangkan nyawanya. Sebenci itukah Alva kepadanya?
"Alva, nanti berangkat bareng, yuk!" ajak Alka.
"Dengar-dengar, mobil lo lagi disita kan sama Papa? Ya udah, bareng gue aja, kampus kita kan sama. Cuma beda belokan doang," cetus Alka. Detik itu juga, Alva memutar bola matanya.
"Berangkat sama lo? Males! Mending jalan kaki gue!" cibir Alva.
"Alva, kamu bareng Alka aja ya berangkatnya. Mama gak mau kamu sampai kecapekan gara-gara jalan kaki," ucap Mega lembut sembari mengusap kepala Alva.
Alva sontak menghela napasnya. Tiba-tiba saja, ia teringat bahwa mamanya akan segera pergi meninggalkannya. Jauh dari dalam lubuk hatinya, ia bertekad untuk menuruti permintaan Mega sebelum Mega benar-benar pergi meninggalkan Alva.
"Iya, Ma, aku berangkatnya bareng Alka," balas Alva. Senyum Mega pun seketika mengembang sempurna.
"Oh, iya, Alka, hari ini, kamu gak usah bantuin kerjaan Papa dulu. Berhubung kamu baru saja pulih dari sakit, Papa bakal kasih kamu free time, jadi, hari ini kamu bakal bebas mau ngapain aja dan kemana aja," cetus Caldre.
"Woahh makasih, Pa! Pa, nanti aku mau ke toko berliannya Lian ya? Boleh kan, Pa?" tanya Alka. Caldre langsung mengangguk pelan sembari tersenyum manis.
"Boleh dong. Itu hak kamu, Papa kasih kamu waktu untuk bebas ngapain aja. Nanti kalau udah bener-bener pulih, jangan lupa bantuin Papa ngurus kerjaan lagi ya?" Caldre mengedipkan sebelah matanya. Melihat hal itu, Alka langsung menganggukkan kepala penuh semangat.
"Siap, Pa!" seru Alka.
Diam-diam Mega melirikkan matanya ke arah Alva, ia sedang mengerucutkan bibirnya sembari memasang wajah masam. Mega mengembuskan napasnya berat. Entah mengapa, ia semakin tidak tega jika harus meninggalkan anak-anaknya.
***
Berhubung kelas Alka telah selesai terlebih dahulu, Alka pun lantas mendudukkan dirinya di area tangga. Biasanya, Andra kalau pulang akan melewati tangga ini, jadi, Alka menebak bahwa Lian juga akan melewati tangga ini, sebab Andra dan Lian berada dalam satu jurusan.
"Cieee udah ditungguin Alka, cieeee!"
Alka seketika menolehkan kepalanya ketika mendengar suara seruan dari Feli. Di samping Feli, ada Andra yang sibuk menertawai wajah merah Lian.
"Lian! Hari ini, gue dikasih waktu sama Papa buat bebas ngapain aja. Ke toko lo, yuk! Gue pengen sekalian belajar tentang bisnis berlian hehehe!" seru Alka sembari melambaikan tangannya.
"Yuk!" ajak Lian sembari menarik tangan Alka dan mengajaknya berlari menjauhi Feli.
"Huft! Akhirnya gue terbebas dari Feli dan Andra! Gila, kalau ngeledekin suaranya udah kek orang mau ngajak tawuran aja dah. Gue kan malu kalau jadi pusat perhatian!" keluh Lian sembari berusaha mengatur napasnya.
"Lagian, elo juga pakai nungguin di sana segala, entar mereka nyangkanya kita ada apa-apa gitu!" keluh Lian sembari melempar tatapan tajam ke arah Alka.
"Ya maaf," sahut Alka sembari menggaruk tengkuknya.
"Yuklah, buruan ke toko! Gue perlu nyari duit nih buat jajan!" putus Lian.
"Mau gue boncengin?" tawar Alka. Detik itu juga, Lian langsung menatap Alka dengan sorot mata tidak percaya.
"Emangnya lo bisa naik motor? Dahlah, lo naik mobil aja! Toh, biasanya, lo naik mobil kan?" usir Lian.
"Gue bisa kok naik motor. Gue aja yang boncengin!" putus Alka sembari mengambil paksa kunci sepeda motor Lian.
"Oyy, Bro, titip kunci mobil buat Alva ya? Thanks!" seru Alka ketika ada teman satu jurusannya yang lewat.
"Oke, besok jangan lupa traktir mie ayam bakso versi jumbo ya! Kuncinya bakal gue kasih ke Alva deh!" sahut orang yang dititipi kunci oleh Alka.
"Siap, gak masalah!" balas Alka sembari mengedipkan sebelah matanya.
***
Bagaimana rasanya duduk berboncengan dengan orang yang disukai?
Bagaimana rasanya memeluk perut seseorang yang sangat diidam-idamkan?
Untuk pertama kalinya, Lian mulai merasakan debaran itu. Seakan, di dunia ini hanya ada dirinya dan Alka.
Lian menghela napasnya, ketika menyadari bahwa sebentar lagi, ia akan tiba di toko berliannya. Entah mengapa, rasanya sangat tidak rela, ketika harus berpisah dengan momentum berharga seperti ini.
"Udah sampai!" seru Alka sembari menghentikan laju motor Lian.
"Oke, gue buka pintu tokonya dulu!" seru Lian sembari bergegas menghampiri pintu toko.
Rupanya debaran itu tidak hanya berlaku bagi Lian saja. Tepat saat Lian pergi, Alka langsung memegangi dadanya. Rasa-rasanya, jantungnya akan segera loncat untuk mengejar Lian.