Chereads / Dealova / Chapter 4 - Dia Milikku!

Chapter 4 - Dia Milikku!

"Mas Ta.."

Begitulah Dikta biasa dipanggil oleh teman-teman ditempat kerjanya. Arga yang melihat Dikta baru turun dari motor tuanya berlari mendekati pria itu. setelah memberikan upah pada orang yang mengantarnya, Dikta berjalan masuk dibantu oleh Arga.

"Kok pulang-pulang bonyok gini sih, Mas?" tanya Arga penasaran karena Dikta yang sebelumnya pamit untuk mengantarkan sang ibu kepasar kembali dalam keadaan tak baik-baik saja. tubuhnya dipenuhi oleh luka goresan.

"Jatuh, Ga. Biasa," jawab Dikta santai. Ia berjalan kekantornya dan duduk pelan disana. ada beberapa bagian yang dirasanya sakit saat ini.

"Ini nggak hanya jatuh deh kayaknya. Ditabrak orang ya Mas?" tebak pria yang usianya tiga tahun dari Dikta itu.

"Iya, aku juga tadi rada ngantuk. Jadi sama-sama salah sih."

"Trus mana mas orangnya? Kok bukan dia yan antar?" Arga celingukan mencari orang dibelakang Dikta.

"Udah anterin berobat tadi. Sebenarnya mau anter aku kesini. Tapi aku yang nggak mau."

"Biasanya kalau Mas Ta lembek begini, pasti cewek yang nabrak ya?"

Lagi-lagi tebakan Arga tepat, sesuai dengan realitanya. Memang benar, selama ini jika Dikta berhubungan dengan wanita, selalu dirinyalah yang mengalah. Tak pernah tega melihat wajah-wajah memelas apalagi sampai menangis.

"Kamu ini sebenarnya montir atau cenayang sih, Ga? Bener terus tebakannya." Dikta mencomot satu permen yang tergeletak didepannya. Sejak dirinya memutuskan untuk berhenti merokok, permen selalu bertebaran disekelilingnya.

"Kalau Mas Ta mah gampang banget lah ditebaknya. Cantik Mas?" Arga mendekatkan wajahnya untuk mendapat kepastian gadis seperti apa yang menabrak seniornya itu.

"Yah, lumayan lah. Mirip-mirip Pevita Pearch," jawab Dikta sambil mengulum senyum.ia sangat senang jika Arga penasaran seperti ini. Akan dengan mudah memasang perangkap sehingga pria itu akan semakin penasaran.

"Astaga, Mas. Itu mah levelnya diatas rata-rata lah. Cuantik buanget. Kenapa nggak dijadikan kesempatan buat kenalan Mas? Kan lumayan. Lagian kamu jombloh." Raga mengucapkan kata-kata terakhir dengan penuh penekanan.

"Nggak usah diajarin juga aku udah tahu." Dikta mentoyor kepala Arga saking gemasnya dengan kesotoyan lelaki itu.

"Mas Ta, ada mobil baru masuk. Mau di cek dulu?" Satya-montir yang lain memberitahu kedatangan pelanggan mereka.

"Oke." Dikta mengacungkan jempolnya tanda siap datang. "Itu mobil merah diberesin. Besok orangnya mau ambil." Dikta menunjuk dengan dagunya kearah mobil yang masih terparkir digarasi bengkel mereka.

Dikta adalah orang kepercayaan pemilik untuk mengelola bengkel tersebut. Meski statusnya hanya pengelola, Dikta bekerja dengan sungguh dan bengkel tersebut bisa berkembang dengan sangat baik. Terbukti Bengkel mobil yang dikelola Dikta menjadi salah satu bengkel terbesar dan terbaik dikota ini.

Sebuah mobil Jazz berwarna putih terparkir didepan bengkel. Dikta seperti pernah melihatnya. Dan ketika dirinya semakin mendekati mobil tersebut, sosok yang beberapa waktu lalu ditemuinya muncul dari belakang mobil.

"Lova." Dikta memanggil nama itu dengan kerutan kecil didahinya.

"Dikta.." Dealova pun melakukan hal yang sama. Kemudian tersenyum mendapati lelaki yang meninggalkannya begitu saja kembali dipertemukan disini. Padahal dirinyapun sungguh tak sengaja. Ini kali pertama Dealova datang sendiri kebengkel karena sang supir sedang menggantikan supir ayahnya yang sedang sakit. Alhasil, seharian ini Dealova kesana-kemari sendiri.

"Jadi ini bengkel kamu?"

Lelaki itu menggeleng pelan. "Nggak sih. aku kerja aja disini. Bantu-bantu. Ga, tolong buka Kap mobilnya." Dikta meminta pertolongan Arga yang kebetulan lewat.

"Perasaan baik-baik aja tadi mobilnya." Dikta berucap sambil mengamati mesin mobil.

"Biasanya pengecekan rutin sih. Dan kakak aku yang bawa kesini. aku termasuk langganan kamu lho." Dikta melirik Dealova dan tersenyum.

"Aku nggak tahu kalau kamu langganan aku karena orang lain yang bawa kesini." Kembali Dikta mengarahkan pandangannya pada mesin mobil. "Semuanya oke. Paling nanti diganti aja olinya sama tune up."

Dealova mengendikkan bahunya. Tak dimengertinya apa yang dimaksud Dikta tadi. Apapun itu, ia serahkan semuanya pada sang ahli.

"Kamu nggak buntutin aku sampe sini kan, Lov?" tanya dikta sambil mempersilahkan Dealova masuk kekantornya. Ia sudah menyerahkan kepada montir lain untuk menangani mobil Dealova.

"Kalau nyatanya iya, memangnya kenapa? Aku masih punya janji untuk ngerawat kamu sampai sembuh kalau kamu lupa." Gadis itu duduk didepan Dikta sambil memangku sebelah kakinya. "Aku percaya, Tuhan memang menakdirkan kita untuk ketemu lagi setelah kamu ninggalin aku tadi."

Dealova berucap dengan penuh sindiran. Nyatanya memang dirinya ditinggalkan oleh Dikta tadi.

"Maaf ya, sebenarnya aku bingung. Mau minta tolong temen aku, pada sibuk semua. Ninggalin motor disana lama-lama juga nggak mungkin. Jadi aku pikir minta tolong orang untuk bawakan motor terus aku bonceng dibelakang biar aman.

"Dan aku sempat lihat kamu nangis tadi, aku pikir terlalu merepotkan untuk kamu kalau ikut kesini. jadi aku putuskan pergi dengan cara seperti itu." Dikta mencoba untuk menjelaskan bagaimana dirinya bisa sampai meninggalkan Dealova.

"Sebenarnya aku sih nggak masalah. Lagian aku juga yang buat kamu kayak gini." Dealova mengamati luka yang ada ditangan Dikta. "Masih sakit?"

"Kamu pasti nggak percaya kan kalau aku bilang nggak sakit?"

Keduanya terkekeh bersama. Memiliki karakter yang sama membuat Dikta dan Dealova mudah untuk memahami satu sama lain. Tak membutuhkan perkenalan yang terlalu lama, mereka bisa saling mengisi.

"Mobil aku bakalan lama nggak?"

"Kenapa?"

"Ya, tanya aja. Kalau lama, aku mau ngajakin kamu makan." Dealova berucap tanpa basa basi. Tak pula menanyakan bisa atau tidaknya lelaki yang sedang duduk dihadapannya itu.

Pulang kerumah membuatnya sakit kepala karena sang papa pasti menanyakan kesiapan pernikahannya dengan Aksa yang sudah pasti akan ia batalkan bagaimanapun caranya.

"Aku mendapati seorang gadis yang sedang frustasi duduk didepan mataku. Benar kan ?"

"Anggap saja aku seperti itu." Dealova meluruskan kakinya dan menyandarkan kepala disandaran kursi. Entah ini musibah atau anugerah, yang pasti Dealova benar-benar merasa butuh seorang teman menemaninya hari ini.

"Seperti halnya kamu, aku juga percaya takdir. Tadi aku sengaja meninggalkanmu. Dan sekarang tanpa sengaja kamu datang lagi kepadaku. Berarti Tuhan mengirimku untuk menemanimu." Dikta mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah, aku akan menemanimu makan malam ini. Tunggu disini. Aku beresin dulu kerjaanku."

Dipandanginya tubuh lelaki yang bergerak menjauh dengan gerakan pelan. Mungkin masih terasa sakit dibagian yang terdapat luka. Dan Dealova yakin, pria itu sejak tadi belum meminum obat yang sudah dokter berikan padanya.

Dealova kembali memalingkan wajahnya dan memejamkan mata. Dibukanya lagi dengan tatapan kosong kearah langit-langit kantor Dikta. Apakah ini pelarian untuknya? Mencoba menata hati sebelum bertemu dengan Aksa adalah hal yang benar. Kalau bisa tak usah saja Dealova bertemu dengan lelaki itu lagi. Toh semuanya sudah berakhir kan?

"Hei.. Melamun.. Nanti kesambet jin bengkel ini lho.." Dikta yang baru saja kembali mendapati Dealova yang tengah termenung tanpa mengedipkan matanya.

"Nggak kok." Dealova membenarkan duduknya sembari menyisir rambut dengan jemari tangannya.

"Pergi sekarang?"

"Memangnya nggak masalah kamu pergi duluan?"

Dikta tertawa pelan. Ditunjuknya sekeliling Bengkel yang sudah mulai gelap. "Ini bengkel udah tutup sebenernya dari kamu dateng tadi. Tapi berhubung yang dateng cewek cantik, ya langsung aja diterima."

"Padahal kalo udah tutup ya bilang aja, biar besok aku kesini lagi." Dealova berdiri dari duduknya. Namun baru saja ia bersiap melangkah, ponsel yang baru beberapa waktu lalu dihidupkan lagi dayanya bergetar. Menampilkan nama Aksa disana.

Dealova menatap lama layar itu. Ragu. Diangkat atau tidak panggilan itu.

"Mau aku bantu?" tawar Dikta.

Langsung diserahkannya ponsel yang sejak tadi bergetar kepada Dikta. Terserah saja mau diapakan, yang penting dirinya tak berminat untuk mendengar suara itu lagi.

"Halo sayang... Kamu dimana? please kasih tau aku. Kita bicara baik-baik ya, Yang. Aku sayang sama kamu." Aksa berkata penuh permohonan dari seberang sana.

"Jangan dekati Dealova lagi. Sekarang dia milikku!"

To Be Continue