"Hei, hei, hei. Ikut kita sekarang."
Bram yang baru saja melangkahkan kakinya ke dalam kelas segera ditarik oleh Adnan dan dibawa keluar bersama dengan Bara juga Edwin.
"Apaan, sih?" tanya Bram ketika ia dan ketiga sahabatnya itu sudah cukup jauh dari kelas mereka.
"Apa-apaan, nih?" tanya balik Adnan sambil memperlihatkan foto-foto dan video Bram bersama Rhea beberapa saat yang lalu.
"Wah, gue selalu kagum sama kecepatan orang-orang nyebar info. Baru juga beberapa menit gue pergi, tapi udah banyak foto-foto dan video yang kesebar," kata Bram dengan santai.
"Ini semua maksudnya apaan? Kok lo nyebut dia pacar lo? Kalian beneran pacaran? Tiba-tiba?" tanya Adnan lagi, beruntun.
"Ah, itu. Iya. Gue sama dia pacaran," jawab Bram santai.
"Serius?!" tanya Bara dan Edwin bersamaan.
"Hm ... yah, cuma pura-pura sih sebenarnya," tanggap Bram.
"Pura-pura? Kenapa lo pura-pura pacaran sama dia?" tanya Adnan.
"Itu sebagai bentuk tanggung jawab gue sama dia," jawab Bram lagi.
"Hah? Maksud lo?" tanya Edwin, tak mengerti.
Bram menghela napas singkat. "Dia kan jadi dapet banyak hujatan dan diserang sama fans-fans gue gara-gara gue nyium dan nyebut dia pacar gue. Nah, karena itu, gue ngusulin buat pura-pura pacaran aja," jelas Bram.
"Kenapa harus pura-pura pacaran, coba?" tanya Bara.
"Gini. Dari yang gue liat, banyak fans yang awalnya gak suka dan gak ngedukung saat artis-artis yang mereka suka pacaran. Tapi setelah mereka ngeliat kalau artis yang mereka suka tuh bahagia sama pasangannya, mereka akhirnya berubah. Mereka jadi ngedukung hubungan artis kesukaannya itu dengan alasan, yang penting mereka bahagia."
"Nah, dengan pemikiran itulah, gue ngajak Rhea pura-pura pacaran. Kalau fans-fans gue liat gue keliatan bahagia dan seneng sama Rhea, gue pikir pada akhirnya mereka bakal berhenti ngeganggu Rhea. Mereka bakal mikir, 'Ah, Kak Bram bahagia sama pacarnya. Ya udah, deh. Biarin aja. Kita sebagai fans harusnya ngedukung Kak Bram dan pacarnya.' Gitu, deh," jelas Bram panjang lebar.
Adnan, Bara dan Edwin mengangguk-angguk mendengar penjelasan Bram.
"Tapi tumben banget lo mau ngelakuin hal yang ngerepotin kayak gitu," tanggap Bara kemudian.
Bram tersenyum miring. "Abisnya gara-gara dia, gue bisa ngebuat Papa gue kesel setengah mati. Dan juga, pura-pura pacaran bukan hal yang sulit buat gue," santainya.
"Yah, bener juga."
"Ngobrolnya udahan, deh. Lima menit lagi jam masuk. Yuk buruan ke kelas," kata Bram setelah meihat smartwatch-nya.
"Ah, bener juga. Buruan balik ke kelas, deh," timpal Bara.
Empat cowok itu kemudian berjalan beriringan menuju ke kelas mereka kembali.
Sementara itu, di kelas Rhea. Ia dikerubungi oleh teman-teman sekelasnya.
"Wah, gila. Lo beneran pacaran sama Kak Bram?"
"Rhea, gue iri banget sama lo!"
"Kok lo bisa pacaran sama Kak Bram, sih? Apa di kehidupan sebelumnya lo nyelamatin negara?"
"Ceritain, dong Rhe gimana rasanya pacaran sama cowok seganteng dan sebaik Kak Bram!"
Rhea memijat keningnya. Ia pusing dengan serbuan pertanyaan dari teman-temannya itu.
"Duh, kalian berisik banget, sih! Bentar lagi jam masuk! Mending kalian balik duduk di tempat kalian!" seru Dea kemudian.
"Ah, apa sih? Gak asik banget, deh."
"Kita kan cuma nanya-nanya doang."
"Iya, nih. Sewot aja."
"Padahal yang ditanya bukan dia juga."
"Berisik! Cepet balik sana!" seru Dea lagi sambil memukul-mukul bukunya ke teman-teman yang masih berkumpul di dekat Rhea. Mereka pun akhirnya kembali ke bangku mereka masing-masing sambil menggerutu.
"Rhea, apa yang sebenernya terjadi? Bukannya lo bilang kalian gak pacaran?" bisik Dea setelah semua temannya pergi.
Rhea menghela napas. "Gue sama Kak Bram emang gak pacaran. Yang tadi itu cuma pura-pura," kata Rhea dengan suara rendah.
"Pura-pura?"
Rhea mengangguk. "Iya. Untuk cerita lengkapnya, gue ceritain nanti aja," kata Rhea saat melihat seorang guru yang sudah masuk ke kelasnya.
"Oke, deh," tanggap Dea.
😈😇😈
Jam istirahat.
Rhea dan Dea tengah menikmati makan siang mereka ketika para murid perempuan tiba-tiba menjadi gaduh. Rhea dan Dea pun mengikuti arah pandang para cewek dan mendapati empat cowok tampan yang sedang melangkah ke dalam kantin dengan santai.
Rhea mengernyit ketika melihat Bram yang berjalan lurus ke arahnya.
'Tunggu ... tunggu ... dia gak mau ke sini, kan?' batin Rhea panik. Ia semakin panik ketika Bram tiba-tiba melambai dan tersenyum manis padanya.
Rhea merasa ingin segera menghilang dari tempat itu ketika Bram mulai menarik kursi yang ada di sampingnya dan mendudukkan dirinya di sana. Rhea melirik takut-takut ke sekitarnya, dan tatapan tajam dari cewek-cewek yang iri membuat Rhea merinding.
"Kakak ngapain duduk di sini, sih?" bisik Rhea.
"Ya mau makan sama pacar aku, dong," jawab Bram santai.
Adnan, Bara dan Edwin juga duduk di dekat mereka, membuat Rhea dan Dea tak tahu harus melakukan apa.
"Kenapa temen-temen Kakak juga duduk di sini?" tanya Rhea lagi.
"Ya emang kenapa, sih? Cuma duduk doang. Temen kamu ada di sini. Apa salahnya temen aku juga duduk di sini?" tanya balik Bram sambil melirik Dea sekilas.
"Ya tapi-"
"Udah, deh. Makan aja," potong Bram cepat lalu menyumpal mulut Rhea dengan sepotong bakwan.
"Woah, siapa nih? Cantik juga," celetuk Adnan sambil menatap Dea.
Plak!
Edwin memukul kepala bagian belakang Adnan dengan cepat. "Jangan godain anak orang lagi deh, lo."
"Gue bukannya ngegoda, tahu. Gue lagi muji dia!" seru Adnan sambil mengusap-ngusap kepala belakangnya yang sakit.
"Heleh, alasan."
Sementara itu, Dea hanya terdiam sambil tersenyum kikuk. Bram menatap Rhea yang terlihat tak nyaman. Ia lalu mendekatkan dirinya pada Rhea dan berbisik.
"Santai aja. Jangan tegang. Orang-orang bisa curiga kalau ngeliat tingkah lo yang aneh ini."
Rhea berbalik menatap Bram dengan kesal. "Maaf ya, Kak. Tapi saya gak jago akting kayak Kakak."
Bram menghela napas dan menjauhkan dirinya lagi dari Rhea. Ia lalu menatap Adnan yang masih sibuk mengajak Dea untuk mengobrol.
"Woy, Nan!" panggil Bram.
Adnan menoleh. "Apa?"
"Lo gak mau nge-live?" tanya balik Bram.
"Eh? Boleh, nih? Gue sih, ya mau banget. Tapi beberapa hari terakhir ini gue nahan diri buat gak live di Ig karena gak mau buat lo kesel," tutur Adnan.
Bram tersenyum. "Gak papa. Live aja. Gue gak kesel, kok," ujarnya.
Untuk beberapa saat, Adnan menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan. Ia merasa curiga dengan tingkah Bram. Tapi kecurigaannya itu segera melebur beberapa detik kemudian. Ia tak mau ambil pusing dengan rencana Bram. Ia hanya akan melakukan hal yang ia sukai. Beberapa hari tidak melakukan live di Instagram membuat Adnan khawatir followers-nya akan pergi meninggalkannya. Ia pun segera mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Instagram.
"Hello, guys!" sapa Adnan dengan semangat sambil melambai pada kamera ponselnya.
"Kalian kangen gue gak, nih? Gue sih kangen banget sama kalian. Udah beberapa hari gue gak nyapa kalian."
Adnan tersenyum ketika membaca komentar-komentar yang baru masuk, yang mengatakan kalau mereka juga merindukan Adnan.
"Seperti yang kalian liat, gue lagi di kantin sekolah, nih," kata Adnan sambil memperlihatkan sekitarnya.
Adnan kembali membaca komentar-komentar yang masuk.
Kak Adnan bareng anggota BABE yang lain juga gak, nih?
"Oh, pastinya! Kita berempat selalu bareng-bareng, dong! Nih, liat aja!" seru Adnan sambil mengarahkan ponselnya pada Edwin, Bara, dan Bram.
Setelah itu, Adnan kembali menyorot dirinya dan membaca beberapa komentar.
Ada cewek yang duduk di dekat kalian?!
Kak Bram duduk di dekat siapa, tuh?
Itu pacarnya Kak Bram, ya?
Mau liat pacarnya Bram, dong!
"Ah, Bram? Iya, dia lagi sama-"
"Aaaaa .... "
Perkataan Adnan terhenti tatkala ia yang baru saja berbalik dan menyorot Bram mendapat pemandangan yang tak biasa.
Bramasta Neandro Abrisam, sahabatnya itu sedang menyuapi Rhea sambil tersenyum manis.
"Gimana? Enak?" tanya Bram lembut, yang diangguki Rhea dengan kaku.
"Oh! Lo lagi live, ya?" tanya Bram, pura-pura terkejut.
'Asem lah nih anak. Pake pura-pura segala, padahal dia yang nyuruh gue buat live tadi. Udah gue duga, dia emang punya rencana tersembunyi,' batin Adnan.
Yah, Bram memang sengaja menyuruh Adnan untuk melakukan live. Ia berniat untuk memperlihatkan pada orang-orang bagaimana hubungan pacaran (pura-pura) nya dengan Rhea.
"Hai, guys!" sapa Bram sambil tersenyum. "Gue sekarang lagi makan sama pacar gue, nih!" katanya sambil merangkul Rhea. Bram lalu membaca beberapa komentar.
Serius itu pacarnya Kak Bram?!
Yah, potek nih ðŸ˜
Kok bisa pacaran sama dia, sih? Gimana ceritanya?
Oh, pacar Kak Bram cantik, juga, ya
Udah berapa lama pacaran sama dia?
Aku gak rela Kak Bram pacaran sama dia!
Bram melirik Rhea sejenak dan mendapati wajah tak nyaman cewek itu. Ia kemudian tersenyum tipis lalu kembali menatap layar ponsel Adnan.
"Guys. Gue mau minta tolong dong, sama kalian. Jangan ngirim dm atau komentar-komentar kasar ke pacar gue lagi, ya. Pacar gue jadi tertekan karena semua itu. Gue yang ngeliatnya kayak gitu jadi ngerasa sedih dan bersalah," tutur Bram sambil menunjukkan wajah sedihnya.
"Gue yakin dan percaya, kalian itu orang-orang yang baik. Jadi gue mohon, berhenti nyerang pacar gue, ya. Dia gak salah apa-apa," lanjut Bram.
"Kalian bisa janji sama gue, kan?" tanya Bram kemudian sambil tersenyum.
Rhea yang duduk di samping Bram untuk beberapa saat terpana melihat cowok itu. Ia tahu semua yang dilakukan Bram itu hanya akting semata, tapi bagaimana pun juga, itu terlihat sangat tulus dan alami.
Sementara itu, Adnan, Bara, dan Edwin tersenyum miring. Soal akting, Bram memang tak perlu diragukan lagi. Meski ia sangat membenci Papanya, tapi bakat akting sang Papa tetap menurun padanya. Bram harus berterima kasih pada Papanya untuk yang satu itu.
😈😇😈
To be continued