Chereads / Laboratory Doctor and Activist / Chapter 44 - Minggu Laporan

Chapter 44 - Minggu Laporan

Adri turun dari mobilnya begitu Ia sampai di FT. Pagi itu suasanya cukup sepi, ya mungkin karena ini adalah hari minggu, ditambah masih jam delapan pagi. Tanpa pikir panjang, Adri segera menuju lantai 3, tempatnya dan Jevan akan bekerja.

"Adri, rajin banget?" sapa seseorang begitu Ia melintasi koridor. Rupanya itu Gandhi.

"Haha gak juga, Lo sendiri nih yang lebih rajin," ujar Adri.

"Ah engga inimah Gue nginep aja di kampus."

Adri menggeleng, "Lain lah kalo anak BEM mah. Yaudah Gand, Gue duluan ya ke atas," ujarnya.

"Oke sip Dri."

Beberapa menit kemudian, Adri sudah sampai di lantai tiga. Baru saja Ia akan membuka pintu laboratorium itu, terdengar seseorang berlarian dari arah tangga. Adri memiringkan kepalanya, melihat siapa yang berlarian seperti itu.

"Lah kamu?" tanya Adri begitu mendapati Januar ternyata disana.

"Kok ninggalin sih," ujarnya dengan nafas terengah.

"Lah emang kita janjian?" tanya Adri. Ia sudah membuka pintu lab itu.

"Ya enggak sih, tadi Aku di sekret, dari jam tujuh," ujarnya. Adri hanya mengangguk. Keduanya kemudian memasuki laboratorium mikrobiologi itu bersama.

"Ngapain kamu rajin amat? Nemenin Gandhi?"

"Gak sih, ngapain dia ditemenin," ujarnya.

"Ya kali kan."

"Itu anak-anak acara ospek katanya masu briefing. Soalnya besok kan udah mulai," ujarnya.

"Oh iya ya besok senin. Seminar sama tour lab gak berubah kan jadi Sabtu sama Minggu?" tanyanya.

Januar mengangguk, sembari mengeluarkan laptopnya, "Iya. Gak berubah kok, kamu siapin aja, ntar kalo ada perubahan Aku kabarin," ujarnya.

"Oke, kayaknya gak terlalu banyak sih yang disiapin," ujarnya. Adri mulai menghidupkan laptopnya juga, duduk berhadapan dengan Januar.

"Kamu udah sering kan ngisi seminar kayak gitu semenjak jadi mapres?"

"Yah, lumayan lah, lebih dari lima kali, gak cuma di FT."

"I see. Udah ahli dong," ujarnya.

"Gak juga lah, tapi mahasiswa FT terkenal agresif dan kritis, jadi harus belajar juga. Walaupun sebenernya seminar tentang prestasi itu lebih banyak kita share value, mindset, strategi, sama plan kita ke depan."

"Terus sejauh ini apa kamu banyak mengalami perubahan soal itu selama kuliah? Atau at least semenjak jadi mapres?"

Adri mengangguk, "Pernah Jan. Bahkan Aku rasa mindset selalu berubah dan berkembang ketika kita belajar perspektif baru, ilmu baru, atau ya kapanpun kita merasa 'oh, iya harusnya Gue begini'."

"Setuju sih. Masalah mindset dan paradigma itu gimana kita open ke lingkungan, kritik, saran, dan willingness to change and learn."

Adri mengangguk, "Bener banget. Anyway, kamu ngapain hari ini?" tanyanya.

"Mantau anak-anak, terus ini ngerjain laporan buat seminggu penuh," ujarnya.

"Seminggu penuh? Kamu ngerjain di awal gitu maksudnya?" tanya Adri sedikit terkejut.

Januar mengangguk, "Iya. Aku ngerjain laporan itu setiap weekend. Jadi hari-hari berikutnya Aku gak akan ngerjain laprak. Biar fokus BEM atau hal lain kan gitu," ujarnya.

"Wah, keren ya manajemen waktu kamu."

"Gak keren sih, ini mah tuntutan. Menurut Aku tuh ya gak keren aja gitu kalo pimpinan organisasi nge deadline laporan, ngerjainnya di sekret," ujar Januar sembari tertawa.

"Hahaha, image itu penting banget emang. Salut sama kamu. Jadi kamu sebenernya weekend cuma buat laporan dan urusan akademik diluar kuliah gitu ya? Boleh dicontoh deh ini."

"Iya, weekend itu biasanya gak bisa diganggu gugat buat out dari BEM, hang out sendiri atau sama temen ke kedai kopi, atau apalah ya me time."

Adri mengangguk, "Mending tiap minggu kita ngerjain laporan bareng deh diluar gitu. Biar gak bosen Jan," sarannya.

"Ide bagus tuh. Tapi emang laporan kamu bisa dikerjain sekaligus gitu? Soalnya sering banget liat si Jeffrey misuh-misuh karena data laporannya belum lengkap, belum di share sama yang megang gitu."

"Iyasih kadang. Tapi itumah tergantung anggota kelompoknya. Kelompok Aku sih Alhamdulillah pada ambis semua, gak pernah nunda-nunda data. Kecuali kalo laporannya se paralel pake data sama, nah itu emang bikin jengkel sih asli."

Januar tertawa, "Iya iya. Orang slow response itu hambatan buat orang-orang produktif."

"Ya, at least mereka harus paham sih kalo waktu lebih dari sekedar uang," ujar Adri.

"Yes, that's true."

"Yaudah Aku ke sana dulu ya. Start working." Adri berdiri dari kursinya, hendak menuju ruangan sebelah kanannya, tempat berbagai instrumen seperti autoklaf dan inkubator berada.

"Oke. Kamu sendirian? Gak sama Jevan?"

"Jevan masih di gereja. Katanya baru bisa kesini jam satu siang," ujarnya.

Januar mengangguk, "Dia gak jengukin Theo?"

"Enggak katanya. Tapi Jan, tau gak sih?"

"Apa?"

"Jevan tau masalahnya Theo sampe begitu dan tadi malem pas Aku kasih tau dia kayak ... marah gitu."

Januar menekuk keningnya heran, "Marah?"

Adri mengedikkan bahunya tidak paham, "Iya. Pokoknya gak biasa deh dia kayak gitu. Kamu belum ketemu dia gitu dari kemaren?"

"Belum. Dia belum balik dari Jakarta dari jumat sore."

"Yaudah Dri, fokus aja kerjaan kamu hari ini. Nanti kalo ada apa-apa juga pasti dikabarin sama mereka," saran Januar.

Adri mengangguk setuju. Kedua orang itu akhirnya bekerja masing-masing di ruangan terpisah.

****

Jam satu siang, Adri dan Januar menjeda kegiatannya untuk shalat dzuhur dan makan siang. Selesai shalat dzuhur, mereka memutuskan mengunci laboratorium dan makan siang di kafeteria fakultas yang buka di hari minggu. Mungkin si pemilik kafeteria sudah membaca budaya mahasiswa FT yang selalu ramai walaupun di hari minggu. Seperti sekarang, terlihat para anggota-anggota BEM dan panitia ospek turun bersamaan dari lantai dua selesai mereka shalat.

"Kompak banget nih anak-anak BEM," ujar Adri.

"Iya dong harus." Januar berbangga diri.

"Gak disamperin?"

Januar menggeleng, "Gak usah, udah dikoordinir sama Dirga semua. Udah bilang juga tadi Aku ada urusan di lab," ujarnya.

"Awas kamu dicurigain di lab buat pacaran alih-alih nugas."

UHUKK!

Januar terbatuk tiba-tiba mendengar kalimat Adri. Sialnya, itu bertepatan saat Ia sedang meminum es teh manisnya.

"Pa-pacaran gimananya?"

"Ya apapun alasan kamu, kalo orang mengovergeneralisasi ya pasti bilan gitu," ujar Adri santai.

"Iya juga sih. Tapi tenang aja, Dirga udah tau kebiasaanku setiap minggu," ujarnya.

Adri mengangguk, "Good."

"Kak Adri, Kak Januar, Hai!" sapa seseorang. Oh itu adik tingkat Adri, sekaligus anggota BEM, Belva.

Adri balas melambaikan tangannya, "Hai Belva. Makan siang?"

Belva mengangguk, "Iya nih Kak. Kakak juga? Cie lagi sundate ya?"

"Sun-sundate?" tanya Januar bingung.

"Yaelah masa gak tau sih Bang. Sunday dating maksudnya," jawab Belva.

"Kan. Baru aja dibilang," ujar Adri pelan. Januar melirik Adri sekilas.

"Dating apaan? Lagi ngelaprak ini di lab. Udah sana makan!"

"Dih galak bener serem. Dah lah males. Dah kak Adri!" ujar Belva kemudian berlalu setelah mendengar nada usil dan seram milik Januar.

Adri menggeleng, "Adik tingkat digodain."

"Digodain gimana? Orang digalakin."

"Terserah deh."

"Oh, jadi kamu salah satu tipe perempuan yang suka ngomong terserah? Oke paham," ujar Januar.

Adri hanya menggeleng sebagai respon karena ponselnya bergetar tanda pesan masuk.

"Udah belum? Jevan udah di atas nih."