Att menatap nanar figura yang terpampang di dinding kamarnya. Ia tak mengira bisa bertahan dengan cinta sepihak selama 4 tahun lamanya. Ingatannya kembali lagi ke masa indah saat bersama pria itu, meskipun hanya att lah yang merasakannya bukan ia.
4 tahun ia berusaha menggapai lelaki itu, tapi ternyata ungkapan 'usaha tak mengkhianati hasil' itu adalah omong kosong. Sekuat apapun att mencoba, yang ada di mata lelaki itu att hanya benalu.
Att berjalan menghampiri cermin panjang yang menjulang berdiri memantulkan rupa att didalamnya.
"Apa yang kurang dariku?" Att menatap dirinya didalam kaca.
Att menyisir rambutnya yang panjang dan poni dengan warna golden brown dengan jari tangannya yang lentik itu.
"Lupakan. Atthaphan yang dulu sudah mati, tak ada lagi cinta dihatimu untuk lelaki sepertinya" att berkata dengan tegas dan nada yang berapi api dihadapan cermin itu. Matanya menggambarkan kehancuran yang sebenarnya.
.-.
Nama cantik yang kudapatkam dari orang tuaku adalah Atthaphan Vachirawit. Aku adalah putri bungsu dari kepala polisi di Bangkok. Dari clue yang ku ungkap, seharusnya kalian tahu bukan bagaimana kehidupanku selama ini?
Ayahku Julian Vachirawit seorang kepala polisi di kantor pusat Bangkok dan ibuku Luna Metawin yang merupakan kepala dokter bedah di salah satu rumah sakit di Bangkok. Meskipun mereka memiliki karir yang sangat menuntut waktu yang lebih banyak di kantor mereka masing masing tetapi kedua manusia itu tak melupakan tanggung jawab mereka sebagai orang tua untuk kedua putra dan putrinya.
Meskipun aku kesepian disaat pagi mereka sudah tak terlihat di meja makan, tetapi selalu ada sesi malam dimana seluruh keluarga HARUS pulang dan berkumpul disuatu ruangan yang minim lampu dengan lilin di tengahnya. Itu cara yang ayah dan ibuku terapkan untuk selalu ingat sesibuk apa kalian, berbincang dan bertatap muka dengan keluarga adalah hal terpenting kalian setelah ibadah.
Ya. Keluargaku termasuk ke golongan yang memegang teguh agama budha mereka. Sehingga dewa menempati posisi pertama setelahnya baru keluarga.
Aku yang merupakan putri bungsu dikeluarga itu merasa dicintai dan hidup dengan nyaman sebagaimana aku diajarkan untuk bersyukur disegala kesempatan oleh keluargaku. Bahkan Tawan Vachirawit, kaka laki laki ku yang berbeda 10 tahun denganku juga memanjakanku.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa aku adalah anak perempuan yang berharga bagi keluargaku . Penjelasan itu juga berlaku untukku di kampus.
Aku adalah wanita tercantik seangkatanku, tak perlu usaha untuk memiliki teman karna mereka semua datang kepadaku untuk memintaku menjadi temannya. Bukan hanya kecantikanku yang disorot tetapi juga dengan otak encer yang kumiliki hingga menempati posisi pertama di papan kelulusan tes di universitas Bangkok.
Dulu aku merasa bahwa apapun yang kuinginkan pasti akan kudapatkan setelahnya. Tetapi sekarang tidak.
Sifatku yang ramah dan baik kepada semua orang adalah bentuk ketulusan, tidak pernah ada rasa iri dihatiku karna pada awalnya aku tidak punya alasan untuk iri pada siapapun ketika akulah yang menjadi pemeran utamanya.
Tapi itu dulu, ketika aku mulai percaya akan cinta pandangan pertama. Kupikir bahwa itu memang sebuah takdir yang menuntunku untuk bertemu pria itu.
Aku mencintainya. Itulah kalimat yang tertanam diotakku lalu dilanjutkan dengan ditanamkan di hatiku.
Pagi itu hari pertama masuk kuliah, saat aku dalam perjalanan menuju kelas yang disambut dengan beberapa sapaan dari teman seangkatan yang mendekatiku saat masa orientasi itu aku melihat seorang lelaki tinggi dengan kaos putih polos yang dipadukan dengan kemeja lengan panjang bertema kotak kotak hijau usang tak lupa dengan celana jins compang camping ala ala trend jaman sekarang.
Saat itu jujur saja, penampilannya lah yang menarik mataku. Sehingga aku seperti menanamkan cara berpakaiannya itu miliknya. Sehingga beberapa waktu aku melihatnya beberapa kali.
Sebulan setelah aku yang mulai intens mencari keberadaanya itu, hari ini aku ada jadwal diklub anggar sehingga setelah kelas usai aku langsung berjalan tenang ke arah gedung klub anggar yang berada cukup jauh dari gedung utama kampus.
Saat aku melihat ada beberapa orang yang berkumpul, aku sedikit penasaran agar bisa melihat dan mendengar kan ada masalah apa disana. Yang membuatku terkejut adalah laki laki yang kuperhatikan selama ini sedang menjadi tameng untuk menyelamatkan seorang wanita yang tak bisa kulihat wajahnya dari pembullyan di salah satu lorong gedung kampus.
Hatiku merasa teremas, ada apa ini ?
Akhirnya untuk tidak membiarkan hatiku terluka aku memilih untuk pergi dengan perasaan aneh di hati. Aku mulai merasakan kebencian terhadap wanita itu.
Sesaat aku selesai berlatih anggar, aku langsung saja mandi dan mengganti bajuku dengan yang baru. Baju lengan panjang putih dengan renda cantik berpita warna hitam dibagian leher dan lengan tak lupa kupadukan dengan rok berwarna hitam selutut membuatku tampak anggun dengan rambut berwarna golden brown yang kuriap.
Walaupun berlatih sekeras apapun aku tetap saja mengingat kejadian dimana laki laki itu melindungi wanita itu dengan sumpah serapah yang ia utarakan kepada orang orang yang bergerombol disana.
Tanpa sadar aku menabrak seseorang yang kupikir sangat tinggi karna aku bertubrukan dengan dada bidangnya. Aish.
Saat aku mendongak keatas aku tak menyangka bahwa lelaki itulah yang kutabrak.
"Ah maaf p'" ujarku dengan nada lembut padanya sembari memasang wajah bersalah. Tetapi ia hanya menatapku datar lalu pergi setelahnya.
"P' apa.." sebelumku menyelesaikan ucapanku, ia sudah pergi dan itu otomatis membuatku untuk berlari mengejar langkah kaki lebarnya.
Saat aku mengikutinya, ternyata ini diruangan kesehatan di gedung klub anggar. Lebih kecil dari pada di gedung utama.
"Terimakasih P'Jumpol" ujar wanita itu, saat ini aku melihat jelas wajah wanita itu. Otakku langsung menyimpan rupa wajah itu sebagai daftar orang pertama yang kubenci.
"Bukan masalah" ujar pria itu dengan mengelus sayang pucuk kepala wanita itu dengan senyuman tipisnya.
Aku langsung saja pergi dengan berlari meninggalkan mereka, hatiku berdebar akan terpesona akan senyumannya dan juga kesal karena itu bukan untukku.
Dan keesokan harinya, aku semakin sering bertemu dengan P' Jumpol Adulkittiporn. Itu nama yang aku cari tahu sendiri, setelahnya aku mulai mendekatinya dan juga mengikuti segala langkahnya kemanapun ia pergi.
Bahkan aku pernah menemaninya ah tidak mengikuti langkahnya untuk sekedar merokok diluar area kampus dan.. mengunjungi makam ibunya di tahun ke 2 aku dikampus dan berusaha meraih hatinya. Hal ini menjadi sebuah perbincangan hangat dikalangan mahasiswa karena wanita sepertiku yang seorang primadona dan terpintar dikampus mengikuti pria brandal dan dekil yang tidak lulus selama 7 tahun lamanya.
Sehari setelah aku menabraknya ditahun awal aku memutuskan untuk mencintainya dan menyatakannya secara langsung, tetapi jumpol tidak menghiraukan kehadiranku. Bahkan ditahun pertama aku mulai menjadi bayangannya aku sudah disuguhkan hal menyakitkan saat mengikuti dia yang sedang berjalan bersama dengan mild wanita yang dulu ia tolong di mall.
Ia lebih tua dariku 5 tahun, ia memiliki tato di tangan kiri dan kuyakini di punggungnyapun juga ada karna terlihat dari tengkuknya saat aku berjalan dibelakangnya, kebetulan ia sangat tinggi jadi jelas. Itulah hal kecil yang aku ketahui dari jumpol. Aku memanggilnya 'papii' panggilan itu sangat cocok untuknya.