Fahri melangkah masuk dengan langkah setengah melayang, ucapan dokter dan keyakinannya yang runtuh pada Klareta membuat pertahanan kokoh dalam dirinya runtuh.
Ia butuh penopang dari semua rasa kecewa yang ada, tapi dia seorang pria yang seharusnya memberi topangan, bukan sebaliknya.
Tapi, bukankah pria itu juga manusia? Sesukses apapun mereka, selalu memiliki titik terendah dan butuh orang di sampingnya, bukan makhluk multitalent hingga tidak membutuhkan siapapun dalam masa sulit seperti ini.
Klek,
Fahri membuka pintu kamar di mana Haihsa tidur dan yang malam ini akan menjadi kamar tidurnya juga.
Gadis itu sudah bergulung di balik selimut tebal, matanya terpejam dan bisa Fahri dengar dengkuran halus di sana.
"Ca," panggilnya lirih, ia duduk di tepi sisi ranjang Haisha.
Tampak dua guling besar berada di tengah ranjang, Fahri yakin itu pertahanan yang Haisha buat mengingat mulai malam ini dirinya dan Haisha akan tidur satu ranjang.
"Ca," panggilnya lagi.