Ingin rasanya Benedict mengingkari janji dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama Sisil di rumahnya. Tapi, jika hal itu terjadi. Sisil akan marah dan mungkin akan kembali pulang dan ibunya akan mengurangi jatah jajan.
"Aku pergi dulu," pamit Benedict. Ia menggendong tas berukuran besar dan mengenakan hodie berwarna hitam. Sisil dengan ogah mengantar Benedict sampai ambang pintu.
"Terimakasih, yah, Sil," ucapnya tulus pada Sisil. Tetapi, gadis itu hanya merotasikan matanya. Tanpa permisi Benedict menarik tengkuk sisil dan mencium keningnya. Membuat gadis itu mengerjakan mata dan berteriak.
"Benedict, menyebalkan!" Benedict hanya membalas teriakan Sisil dengan tertawa dan berlari menjauh.
"Sil, wajahmu merah. Aku rasa kau menyukaiku!" godanya dengan berteriak dan berlari menjauh dengan Melambaikan tangan.
"Benarkah, wajahku merah?" Sisil memegang kedua pipi dengan memegang kedua pipi dengan tangannya.
"Ternyata benar wajahnya merah."