Benediiiiict!" teriak Sisil dengan menggertakan gigi dan mengepalkan kedua tangan. Matanya memerah menatap tajam, melihat Sisil murka Benedict berlari seperti anak kecil yang dikejar binatang buas dengan gelak tawa.
"Awas kau, Benedict!" Sisil berteriak mengejar Benedict yang berlari semakin menjauh.
Mentari sudah kembali beristirahat. Sedang sang bulan belum menunjukkan sinarnya. Perdebatan Benedict dan Sisil telah berakhir, dan kini mereka berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari rumah sakit. Sebelum akhirnya mereka benar-benar berdamai Benedict terus membujuk Sisil agar tidak lagi mengamuk. Tidak sulit bagi seorang playboy membujuk seorang perempuan.
Tidak banyak hal yang mereka bicarakan. Hanya secangkir kopi hangat menemani mereka saat menunggu pesanan.