"Nah, itu Bu Alea, wali kelasnya Boby," ujar Fetty sambil tersenyum ke arah Alea.
"Bunda, ini, lho, walinya Boby."
Mendengar penuturan Fetty, Alea jadi merasa tak enak kepada Boby karena menyebut wali muridnya itu tukang kain meteran berjaket kulit KW.
Namun, wajar dia beranggapan demikian. Kebanyakan orang asing yang datang ke ruang guru, terkadang penjaja barang cicilan dan seringnya tukang kain seragam polos mau pun batik meteran yang selalu laris manis bak kacang goreng diburu oleh guru-guru perempuan yang memang suka gonta-ganti pakaian dinas setiap harinya. Persis seperti peragaan busana saja.
"Bu Fetty, saya izin pinjam ruangannya. Yang satu lagi sedang dalam perjalanan," pinta Alea dengan nada sopan.
Fetty mengangguk seraya tersenyum penuh arti, sambil sesekali melirik ke arah walinya Boby. "Silahkan, Bu Alea. Dengan senang hati. Tiap hari juga boleh."
"Terima kasih, Bu." Alea menatap heran wajah guru konseling itu dengan sejumlah tanya berkecamuk di dalam benaknya.
