Pagi hari suasana di dalam sel terasa berbeda. Setelah semalaman menahan rindu lagi dan lagi pada Alea, Sullivan akhirnya bisa menerima kenyataan untuk hidup di penjara. Ia memasrahkan semuanya pada Tuhan dan menitipkan segala yang ia miliki.
Perkataan Pak Alam cukup mempengaruhi dirinya dalam semalam saja. Sullivan melakukan aktifitas nya seperti biasa. Saat bertemu Reynan di kantin, pria itu juga bersikap lebih sopan padanya. Bahkan kembali membagi makanan miliknya.
Tentu saja Sullivan sangat senang sekali, dalam sekejap juga ia sudah memaafkan dengan tulus. Namun, seperti biasanya ia hanya jadi pendengar, tapi tak pernah jadi seorang pendongeng. Sullivan teringat mimpinya semalam, sebuah mimpi yang terasa nyata meski ia tahu itu fatamorgana.
"Lo beda banget dari semalam, ada apa Sulli?" Bang Go menyapanya.
"Nggak apa-apa, semalam capek aja. Gila, abis ngosekin tempat berak puluhan gedung," jawab Sullivan, pura-pura bergidik.
"Anjir ya, hukuman paling menyebalkan hahaha."