Rasa sakit di perutnya masih terasa ngilu, Kanaya berusaha untuk kuat. Ia ingin cepat sehat, karena sudah muak melihat Shireen yang masih ada di dalam hidupnya. Ia ingin Shireen segera pergi dan melanjutkan hidupnya seperti dulu. Bertemus Shireen sama dengan mengulik luka lama.
"Nay, belum tidur?" tanya Sullivan, saat masuk kamar.
"Belum, habis nidurin Alea," jawab Kanaya, sambil mengusap kepala cucunya.
"Khawatir kena perut, gua pindahin dia dulu."
"Tunggu sebentar, dia baru aja tidurnya," cegah Kanaya.
"Oh gitu." Sullivan duduk di pinggir ranjang, lalu membuka ponselnya.
"Sulli, kenapa Shireen masih ada?" tanya Kanaya.
"Siapa yang jaga Alea kalau dia nggak ada," jawab Sullivan datar.
"Tapi, aku nggak senang ada dia. Sakit hatiku Sulli!" tukas Kanaya.
"Belajarlah memaafkan Nay. Apa nggak capek lo dendam terus?"
"Sampai kapanpun tidak akan pernah!"
