Di depan mata sudah terlihat pemandangan yang indah dan begitu asri, sebuah pemandangan yang sedap untuk dinikmati oleh penglihatan kita. Hamparan hijau dedaunan juga ikut serta melambai-lambai serta membuat hati dan jiwa kian tenang.
"Bagaimana? Pemandangannya, bagus bukan?" tanya Akbar kepada Hayati.
"Iya," Hayati masih belum bisa berkata-kata kembali, dia begitu tertegun dengan apa yang telah disaksikan kini.
"Bagaimana?Kamu suka?" tanya Akbar.
"Suka, indah sekali." Hayati masih tercengang dengan pesona alam yang di saksikan nya.
"Kalau begitu, mari kita duduk." Akbar mengajak Hayati untuk duduk di tempat duduk yang ada di tempat yang indah itu.
Mereka masih terdiam, mereka masih menikmati alam yang begitu indah.
Selang beberapa menit kemudian, Akbar memulai pembicaraan.
"Kenapa kamu tidak mau dijodohkan denganku?" tanya Akbar.
Seketika itu, pandangan Hayati tentang indahnya alam menjadi sirna.
"Kamu sendiri, kenapa tidak mau dijodohkan denganku?" Hayati membalikkan pertanyaan.
"Kalau aku bukannya tidak mau, aku masih ingin mengejar cita-citaku." Akbar menjawab dengan begitu santai.
"Jika itu memang alasanmu, begitu juga alasanku." Hayati menjawab dengan meniru alasan Akbar.
"Malah dicopy paste, Hahaha." Akbar tertawa.
Hayati juga ikut tertawa.
"Kamu lucu deh, kalau tertawa seperti itu." Akbar memuji.
Hayati mendengar akan hal itu membuat dirinya tersenyum dan tersipu malu.
Mereka menikmati alam yang begitu indah, mereka berdua yang sering bertengkar namun cepat untuk meredakannya.
"Sudah sore sekali, ayo kita pulang." ajak Hayati. Hayati yang ingin segera kembali kerumahnya, sebab ada sesuatu yang harus diselesaikannya.
"Kenapa buru-buru?" tanya Akbar.
"Iya, ada tugas yang harus aku selesaikan." Hayati menjawab dengan membenarkan tasnya.
"Tugas apa?" tanya Akbar lagi.
"Tugas menulis, aku ikut lomba menulis artikel di sekolah." Hayati teringat bahwa artikel itu seharusnya sudah dia kumpulkan tadi, karena ada perpanjangan jadi boleh jika mengumpulkan besok pagi.
"Oh... Iya. Sampai lupa, kalau kamu itu cewek cerdas di kelasku." Akbar lagi-lagi memuji.
"Memang gak salah sih.!" ucap Hayati.
"Apanya yang gak salah? Kamu yang cerdas atau...?" belum sempat Akbar meneruskan pembicaraannya, Hayati melanjutkan.
"Kalau kamu itu cowok yang suka gombal, tidak heran kalau semua cewek mengejar-ngejar. Hahaha." Hayati kemudian berlalu pergi menuju arah sepeda motor Akbar, Akbar mengejarnya.
Mereka berdua kejar-kejaran layaknya tom dan Jerry.
"Kamu pulang saja sendiri.!" teriak Akbar ketika dia sadar bahwa Hayati sudah jauh berlari.
Mendengar akan hal itu, Hayati berhenti. Dia yang tidak tahu arah pulang dan keadaan tempat begitu sepi.
"Baiklah, aku menyerah." Hayati kemudian duduk di padang rumput menunggu Akbar menyusul.
"Nah, gitu dong..." Nafas Akbar mulai tidak beraturan.
"Katanya pemain basket, berlari saja tidak kuat." Ledek Hayati.
"Kamu juga yang salah, sudah tahu aku habis tanding basket. Malah di ajakin lari-larian, kayak filem Bollywood saja. Hahaha." Akbar tertawa lagi. Akbar tidak menyangka, jika dia akan sebahagia ini.
"Ayok, kita pulang." ajak Hayati setelah Akbar sudah cukup istirahat dari nafas yang terengah-engah.
"Ayok." Akbar mulai menghidupkan kembali mesin sepeda motornya.
Kali ini, Akbar sengaja muter-muter dulu sebelum pulang. Alasannya hanya karena Akbar ingin lebih lama bersama Hayati, Hayati juga senang akan hal itu. Meski Hayati tahu kalau Akbar sedang membuat arah jalan semakin jauh untuk di jangkau.
'Apa Akbar juga sama, sengaja muter-muter agar lebih lama bersamaku.' Hayati bergumam.
Akbar dan Hayati yang semakin akrab, mereka berdua sudah melupakan pertikaian yang kadang terjadi pada keduanya.
"Hayati, maafkan aku ya." Akbar melajukan sepeda motornya pelan.
"Iya, maafin aku juga." Hayati menjawab dengan penuh kelembutan.
"Suara kamu kenapa berbeda?" tanya Akbar.
"Berbeda gimana?" Hayati balik bertanya dengan sedikit berpikir.
"Iya, tumben gak ngegas. Haha." Akbar tertawa saat dia ingat bahwa Hayati adalah seorang cewek yang suka berbicara ngegas pada Akbar.
"Yee, mulai lagi nih.! Ngajak berselisih." Hayati pura-pura ngambek.
"Lucu saja, kalau lihat kamu ngegas apalagi ngambek Manyun-manyun gitu." Akbar lantas bangga, usahanya tidak sia-sia. Setidaknya itulah cara Akbar agar lebih memahami Hayati.
"Lucu... lucu.. Kamu itu, yang nyebelin." Hayati memukul punggung Akbar.
"Hahahah. Iya deh gak lagi-lagi seperti itu." Akbar kembali fokus ke jalan.
Akbar melajukan kembali sepeda motornya dengan kecepatan yang begitu tinggi, Akbar yang sudah tersadar bahwa jam sudah menunjukkan 16.00.
Akbar tidak enak hati jika Hayati harus pulang lebih sore lagi.
Beberapa menit kemudian, Akbar sampai di rumah Hayati.
"Ayok.. masuk dulu." Ajak Hayati.
Akbar mengikuti Hayati dari belakang dan dia berkata.
"Memang boleh?" Belum sempat Hayati menjawab tiba-tiba mama Hana berkata.
"Iya, jelas boleh. Menantu kesayangan mama Hana dan papa Sandi." Mama Hana justru menyeletuk setelah membuka pintu.
"Terimakasih, tante," ucap Akbar.
"Jangan panggil tante, panggil Mama Hana." Mama Hana menjawab sembari mempersilahkan Akbar masuk.
"Iya, Ma." Akbar kemudian masuk diikuti oleh Hayati.
"Terimakasih ya, sudah mau menjaga dan mengantarkan Hayati. Ternyata memang mama tidak salah memilih menantu, kamu memang anak yang bertanggung jawab." Mama Hana begitu gembira.
"Mama bisa saja," jawab Akbar singkat.
"Ma, aku mau ke kamar dulu ya. Ganti baju." Hayati pamit.
"Iya, Akbar duduk dulu ya. Biar Mama buatkan minuman dulu," Mama Hana mempersilahkan Akbar duduk di ruang tamu.
"Tidak usah repot-repot, Ma," kata Akbar.
"Tidak repot kok." Mama Hana kemudian ke dapur untuk membuatkan minuman.
Sedangkan Hayati sudah selesai ganti baju dan menjalankan kewajibannya.
"Akbar, kamu tidak sholat dulu?" tanya Hayati.
"Oh... iya." Akbar langsung tanya kamar mandi dan tempat sholat. Saat Akbar sholat, Mama Hayati selesai membuat minuman.
"Nah gitu dong, harus akrab." Mama Hana sembari menaruh segelas kopi di atas meja. Mama Hana yang tahu betul kesukaan Akbar, lantas selalu membuatkan kopi untuknya.
"Hehe." Hayati hanya tersenyum mendengar ucapan Mamanya, sebab dalam hatinya juga ingin selalu akur dengan Akbar.
Lima belas menit kemudian, Akbar selesai dan duduk bersama Hayati dan Mama Hana.
"Sudah?" tanya Mama Hana.
"Sudah, Ma." Akbar menjawab dengan membenarkan posisi duduknya.
"Kopinya di minum dulu," ujar mama Hana.
"Iya, Ma." Akbar langsung menyeruput kopi buatan mama Hana.
"Enak, Ma." imbuh Akbar.
"Buatan Mama, pasti enak." Mama Hana sedikit memuji diri sendiri.
"Kalau begitu, Akbar pamit dulu." Akbar menghabiskan kopi buatan Mama Hana.
"Kenapa buru-buru?" tanya mama Hana.
"Iya, Ma. Sudah hampir malam." Akbar yang terbiasa pulang tepat waktu menjadi tidak enak kalau pulang malam, beruntung sebelumnya Akbar sudah pamit kepada kedua orang tuanya.
"Hati-hati ya, salam kepada Mama dan Ayahnya Terimakasih juga telah mengantarkan Hayati pulang dengan selamat."
"Ya, Sama-sama Ma. Nanti Akbar salamin." Akbar menjabat tangan Mama Hana kemudian melajukan sepeda motornya kembali.
Sedangkan Hayati hanya bisa terdiam dan menatap akan kepergian Akbar.