"Hafiz, Papa akan mewariskan semua harta papa pada kamu." ujar Faris Fernandez tiba-tiba yang notabene adalah papa kandung dari Hafiz Putra Fernandez. "Tapi, dengan satu syarat" lanjutnya lagi.
Awalnya hafiz merasa bahagia karena akan di warisi harta yang begitu banyak dari papanya. Tetapi, setelah dia mendengar itu bersyarat, maka Hafiz memberengut sembari mengerutkan keningnya bingung. Ia sudah lama mengenal papa nya, syarat yang di ajukan nya pasti tidak masuk akal untuk dirinya sendiri. Pernah saat dulu, dirinya menginginkan motor sport Faris malah memberi syarat yang menurutnya sangat berat. Yaitu, tidak bermain keluar selama satu bulan lamanya. Padahal motor sport itu untuk dirinya pergi bersekolah dan bermain.
"Apa syaratnya, Pa?" tanya Hafiz, mencoba untuk tenang.
"Kamu harus menikah dengan Sarah Azurra" Faris berkata dengan santainya.
"Apa! Bagaimana bisa papa tertarik dengan wanita jahat seperti dia. Sarah yang udah bunuh Kirana, Pah. Kirana sahabat Hafiz. Pokoknya Hafiz gak mau nikah sama perempuan pembunuh itu!" jawab hafiz dengan nada tinggi. Setelah itu, dia segera berdiri dari sofa dan beranjak pergi ke kamarnya.
"Hafiz, Mama tidak pernah ya mengajarkan kamu berbicara yang tidak sopan seperti itu!" bentak Alinda kepada putra semata wayangnya. Namun, perkataannya tak didengarkan oleh Hafiz. Dia terus saja menaiki anak tangga, segera membuka pintu kamarnya. Setelah itu, menutupnya dengan cukup keras. Membuat Alinda dan Faris yang mendengar menghela nafasnya.
Hafiz menghempaskan diri di ranjang king size miliknya.
"Gue gak akan pernah menikah dengan wanita pembunuh itu!" tekad Hafiz.
Hafiz merebahkan diri di atas kasur, sembari memandang kaca balkon kamarnya yang transparan. Tiba-tiba Dia teringat akan sosok Kirana didalam kehidupannya dulu.
"Abang...kita main kejar-kejaran yuk!" ajak Kirana yang usianya masih menginjak delapan tahunan itu kepada Hafiz. Bocah yang di panggil Abang pun menganggukan kepalanya pertanda setuju dengan tawaran Kirana.
Belum sempat bermain, Hafiz teringat akan sosok Sarah yang ia tinggal di taman karena ingin melaksanakan panggilan alamnya, dan saat akan kembali dia bertemu dengan Kirana. "Kok abang baik banget ya sama Kirana" celoteh Sarah, saat dia tak sengaja melihat Hafiz menggandeng tangan mungil Kirana, menuju ke arahnya.
"Sarah. Kamu mau ikut main kejar-kejaran gak sama kita, gak?" tanya hafiz sembari, sekarang dia dan Kirana sudah berada di hadapan Sarah.
"Iya aku mau." jawab Sarah antusias, saat Hafiz mengajaknya untuk bermain.
"Ayo kita suit..lihat nanti siapa yang akan jaga" ujar Sarah memberikan solusi.
"Tidak mau suit lah, ribet! Mending sini kaki nya, kedepankan." jawab Kirana.
Hafiz yang notabene disini sebagai cowok maka Hafiz berinisiatif untuk mengalah saja. Mengikuti apa kata sahabat perempuannya itu.
Tidak ada lagi penolakan lagi dari Sarah. Karna dia tahu jika dia menolak pun, maka Hafiz akan tetap membela Kirana.
Kaki mungil mereka berjejer indah. Dan hitungan pun dimulai.
"Polis hidup untuk berjaga, polis mati pencuri ada" jari telunjuk Kirana berakhir di kaki Hafiz. Tandanya Hafiz 'lah yang harus berjaga.
Kirana dan sarah 'pun berlari supaya tak dapat tertangkap oleh hafiz. Taman yang riuh untuk anak-anak 'pun tidak dipedulikannya lagi. Yang terpenting mereka bertiga bahagia.
"Sarah. Jangan Lari terlalu laju!" teriak Kirana ketika melihat sarah yang berlari ke arah depan ; jalan raya.
Sarah masih berlari sekencang mungkin dengan langkah kaki yang pendek, bukannya dia tidak ingin membalas ucapan Kirana. Tapi Sarah sudah tidak kuat menahan pipis yang ia tahan sedari tadi. Sarah ingin menuju rumahnya, yang tepat berada ditepian jalan raya yang menghubungkan antara rumahnya dan taman. Sarah segera melihat ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada kendaraan yang melintas. Dan akhirnya dia 'pun berhasil menyebrang.
Kirana mengikutinya dengan tawa yang menghias di bibirnya, Karena tidak ber hati-hati akhirnya mobil yang berkecepatan diatas rata-rata menabrak tubuh Kirana, dan dan tubuh kirana 'pun memental jauh. Sementara itu, supir mobil tadi kabur, entah kemana.
"KIRANA!" jeritan Hafiz-milik bocah tampan yang masih berumur 11 tahun, membuat Sarah membalikkan tubuhnya.
"Kirana...!!..Kirana.. Bangun, hikss~" dengan menangkup kepala yang berlinangan darah bocah itu terus saja menangis.
Orang-orang mulai mengerumuni mereka. Dan segera membawanya kerumah sakit terdekat. Tapi, Tidak dengan Hafiz. Ia masih ada ditepian jalan raya dengan wajah pucatnya. Dia tidak mampu berjalan ke arah Kirana sahabat tersayangnya.
"Abang Hafiz" panggil Sarah, matanya masih mengeluarkan air mata. Mendengar panggilan itu Hafiz segera tersadar, dengan apa yang terjadi.
"Kirana mana. Kirana?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran diwajah polosnya.
"Kirana, dibawa kerumah sakit. Ayo kita lihat ajak orang tua kita." ajak Sarah, yang masih duduk di bangku kelas empat SD sedangkan Hafiz sudah menginjak kelas enam SD.
"Tidak mau! Jangan pernah anggap lagi aku sebagai sahabatmu Sarah. Jika saja Kirana meninggal. Maka, aku gak mau lihat kamu lagi. Coba jika kamu tidak lari, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi!" bentak Hafiz kepada Sarah dan segera pergi untuk pulang lalu menyusulnya ke rumah sakit bersama orang tuanya.
Saat kejadian itu nyawa kirana tidak bisa di selamatkan. Kirana di nyatakan meninggal diperjalanan menuju rumah sakit akibat kekurangan darah dan juga benturan keras di kepalanya.
"Kamu pembunuh Sarah! Kamu membunuh sahabatku!" Racau Hafiz, sampai-sampai Hafiz di gendong oleh papanya dan menangis sejadi jadinya di pangkuannya.
Sejak kejadian itu Hafiz tidak mau menemui Sarah kembali. Meskipun, rumah mereka masih satu kompleks. Jangankan menemuinya, bertatap muka saja Hafiz tak sudi. Dan sekarang orang tuanya ingin Hafiz menikah dengan sarah. Bagaimana bisa Hafiz menerima sarah di hidupnya? Sedangkan, Sarah adalah wanita Pembunuh yang sangat ia benci sedari kecil.
**
"Sarah.. Sarah" panggil Alinda sambil mengetuk pintu rumah Sarah.
Sarah membuka pintu dengan cepat. Karena ia tahu suara siapa yang berada di luar.
"Eh tante, mari masuk" ajak Sarah pada Linda.
"Tidak usah, nak. Tante cuman bawain ini aja sekalian silaturahmi, udah lama tente gak kesini. Mamah kamu ada?" jawab Alinda, dengan memberikan beberapa kantong kresek yang isinya seperti baju.
"Oiya, makasih ya tante. Mama sama papa masih di Australia nanti malam perjalanan pulang katanya."
"Iyaa cantik, Gak apa-apa deh. Kamu kapan nikah nih?"
"Hehe, tante bisa aja. Nanti kalau udah ada jodohnya saja, tan."
Lianda tersenyum penuh arti. "Semoga jodohnya anak tante ya, Sar. Kalau begitu tante pulang, Permisi." ucap Alinda yang sukses membuat Sarah terbengong.
Setelah kepulangan Linda, Sarah segera masuk kedalam rumah dan membuka bungkusan kresek itu, ternyata isinya adalah dua baju gamis dan satu kemeja. Tetapi, dengan warna yang sama yaitu silver. Sarah berpikir ini adalah oleh-oleh, mengingat jika keluarga Alinda baru saja pulang dari kampung halamannya.
Tiba-tiba saja, handphone sarah berbunyi. Dia segera membuka notif, untuk mengetahui siapa yang mengiriminya pesan.
Temui gue sekarang ditaman depan kompleks.
Sarah tersentak, bertanya dalam hati siapa yang mengajaknya bertemu sore hari begini. Tanpa berniat menjawab sedikitpun Sarah kembali menyimpan benda persegi panjang itu di atas kasurnya. Mungkin hanya orang iseng saja, pikirnya. Namun, beberapa menit kemudian, deringan telpon terdengar di pendengaran sarah, mau tak mau Sarah mengangkatnya.
"Hallo, Assalamualaikum" ujar Sarah, Pasalnya tidak ada suara dari seberang sana, setelah di angkat beberapa saat, jadi dia memutuskan untuk berbicara terlebih dulu.
"..."
"Untuk ap.." belum sempat Sarah melanjutkan bicaranya, telpon sudah terputus secara sepihak. Tidak mau menunggu lama lagi, akhirnya sarah segera memakai kerudungnya kembali dan bergegas pergi menemui seseorang yang sangat ia kenal ditaman.
"Hafiz?" panggil Sarah.
Hafiz berbalik badan, dan menatap manik Sarah dengan tatapan tajam.
"Bayangan itu? Kenapa harus teringat lagi.. Darah segar dijalanan, suara jeritan dan .. dan kata kata yang membuatnya sakit yang Hafiz lontarkan kepada ku beberapa tahun yang lalu. Oh sarah berhentilah untuk trauma perihal kejadian itu. Lupakan saja, kamu pasti bisa!" ujar Sarah dalam hatinya. Percayalah sejak kejadian itu Sarah trauma. Namun trauma Sarah hanya akan datang, saat dia di tatap tajam oleh Hafiz.
"Marry me!" Hafiz berbicara tanpa berbasa-basi sedikitpun. Karena menurutnya, itu tidak penting dan tidak pantas untuk seorang pembunuh seperti Sarah mendapatkan kata romantis darinya.
Lagi-lagi Sarah terkejut dan segera tersadar dari pikiran kelamnya, dia tak percaya dengan apa yang Hafiz katakan barusan. Ia yakin, ada yang salah dengan pendengarannya.
"A-apa?" tanya Sarah gugup, dia hanya ingin memastikan jika perkataan yang barusan ia dengar hanyalah halusinasinya saja.
"Maukah kamu menikah denganku, Sarah?" tanya Hafiz kembali, kali ini perkataannya sedikit lembut.
"bukannya kamu benci padaku, Hafiz?" tanya Sarah, dia mengatakan itu dengan hati-hati.
"Ya, aku ingin menikah denganmu supaya harta papa jatuh ke tanganku semuanya. So, will you marry me, Sarah?"
"A-aku gak mau, bukankah pernikahan itu sakral, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup, Hafiz. Tapi mengapa kamu menganggap nikah itu mudah, kamu anggap ikatan sakral ini sebagai permainan." jawab Sarah dengan suara lemah, air matanya sudah mengalir di pipi mulusnya.
"Mudah. Anggap saja ini sebagai tebusan karna kamu sudah membunuh Kirana!"
Lagi dan lagi Sarah harus mendengar kata itu lagi. Bukankah yang membunuh Kirana adalah supir mobil yang mengendarai mobil tersebut? Kenapa Hafiz terus menerus menyalahkan dirinya seperti ini. Jika memang dengan ini Hafiz akan memaafkan dirinya. Maka, Sarah akan ikhlas melakukannya.
Sebagai jawaban, Sarah 'pun mengangguk dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Hafiz yang masih berdiri sambil menampilkan senyuman seringainya. Dia menatap kepergian Sarah dengan senyum.
Untuk masa lalu, berhentilah mengetuk punggungku. Aku ingin menatap dan menata masa depan tanpa adanya bayang-banyang semu yang hanya membuatku merasa sakit yang amat sangat dalam. ~Sarah Azzura.