Layar monitor menunjukkan tabung yang hampir terisi penuh. Angkanya 97%. Naik terus hingga lima detik kemudian menjadi 100%. Arisa yang tidur terlentang sembari dikelilingi alat-alat aneh tahu itu ingatan aslinya yang sedang diunduh.
"Jangan tegang. Santai aja." Ibunya berucap. Wanita itu mengambil sebuah suntikan, juga botol kecil anestesi tak jauh darinya.
"Bakalan sakit nggak, Bu?" Arisa yang memakai pakaian serba hijau bertanya.
Ibunya menggeleng. "Nggak kerasa. Setelah ini kamu dibius total."
Arisa mengangguk mengerti.
"Siap?"
Ia mengangguk lagi, menatap wajah ibunya untuk terakhir kali, mengucapkan sampai jumpa pada siapapun dalam hati.
"Ibu suntik, ya. Jangan dilawan. Tidur kalau emang kamu ngerasa ngantuk."
Arisa tersenyum tipis. Ia ingat pernah punya catatan kebal obat bius. Ibunya pasti menyuntikkan anestesi dosis tinggi. Yaah, ia hanya berharap dirinya masih bisa bangun nanti.
Arisa menutup mata, merasakan jarum suntik menembus kulit lengannya. Tidak sakit, hanya terasa seperti semut merah yang sedang menggigit.
Detik selanjutnay, Arisa benar-benar menutup mata. Kesadarannya melayang entah kemana.
***
Matahari semakin meninggi. Orang-orang di luar ruangan masih setia menunggu, ingin melihat serta perubahan yang terjadi pada seseorang di dalam ruangan.
Tiba-tiba pintu terbuka, berdecit pelan. Seorang gadis berseragam pasien keluar, disusul wanita paruh baya di belakangnya. Atensi orang-orang segera teralih menatap gadis di depan pintu tersebut.
"Kenapa pada ngumpul disini?" Ia bertanya tidak mengerti.
Arival yang tadinya menyandar pada dinding segera berdiri tegak, menanyai adiknya, "Namamu siapa?"
"Arisa... Rahmawati."
"Nama ibu?"
"Arina Rahmawati."
"Nama abang?"
"Mau ngapain sih, Kak?"
"Jawab aja."
"Arival Adijaya."
"Nama suami?"
Arisa terdiam sejenak, membuat orang-orang harap cemas menunggu jawabannya. Beberapa detik kemudian, ia menatap suaminya dan berkata, "Biru Samudra."
Sorak-sorai langsung terdengar.
"WELCOME BACK, ARISA!!"
Arival memeluknya, seolah benar-benar menyambut seseorang yang telah lama pergi. Disusul teman-teman yang lain. Susan, Elang, Eva, V... Semua orang memeluk Arisa.
"Ngapain sih? Ada apa?" Arisa bertanya, menatap ibunya tidak paham, kemudian menetap manusia di sekelilingnya.
Tidak ada yang menjawab. Yang ada hanya suaminya yang tiba-tiba datang, lalu memeluknya sangat erat.
"Nanti aku ceritain," ujar Biru.
Arisa terdiam, merasakan pelukan Biru yang terasa berbeda dari biasanya. Biru memeluknya seolah mereka berdua tidak bertemu cukup lama.
Hei, apakah proses pengambilan kekebalan selama itu.
"Ada apa, sih? Kenapa peluknya kenceng banget?" Arisa bertanya pada Biru.
Biru menggeleng, masih memeluk erat. "Nggak kenapa-napa. Cuma kangen."
-end-