Berantakan.
Hanya itu yang kupikirkan. Rumahku hancur lebur akibat ulah para penagih hutang. Ibuku menangis tersedu-sedu, dia penuh dengan sedih dan luka.
Aku menatap lantai dengan perasaan kosong, tak tahu apa yang harus aku lakukan dan pikirkan.
Mereka secara tiba-tiba datang dan pergi meninggalkan rumah kami dengan hancur dan pecahan yang telah mereka lakukan.
Ibu aku memiliki hutang yang sangat tinggi sehingga dengan gaji yang telah kami berdua kumpulkan tidak mencukupi untuk menutupi hutang ibu.
Namun aku tidak bisa menyalahkan dirinya. Itu memanglah karena salah nenek kami.
"Anakku, maafkan ibu ini karena tidak bisa menjagamu sehingga kamu terluka." Ibu bangkit dan mendekati aku.
Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ini, para tetangga tidak bisa membantu tetapi menatap kami dari luar. Mereka sebelumnya berusaha membantu kami dengan cara mengusir para penagih hutang, tetapi penagih hutang mengancam mereka.
Para tetangga dengan cepat memasuki rumah kami dan membantu ibuku dan aku, sementara anak-anak membantu membersihkan berantakan ini.
Aku masih bersyukur karena ternyata disekitar kami masih memiliki kebaikan untuk diberikan kepada kami.
Aku tersenyum berterima kasih kepada tetangga kami. Sungguh Tuhan ternyata masih baik kepada kami.
Ibuku berterima kasih kepada tetangga juga, tak lupa dirinya berterima kasih kepada Tuhan.
Ibuku dan aku dengan cepat meninggalkan rumah kami menuju rumah tetangga sebelah kita.