Tak terasa sudah beberapa tahun berlalu sejak kematian Zhou Cheng Cheng, seorang lelaki tua berjalan tertatih-tatih, menuju sebuah rumah yang nampak mewah. Halamannya luas, dengan di sisi sebelah kirinya di hiasi pepohonan yang membentuk taman. Pagar halaman rumah itu, terbuat dari besi yang di rangkai indah. Di cat cokelat muda warna metalik. Di dinding pintu pagar halaman itu, tertera nomor rumah tersebut. Seorang satpam, berdiri di pos yang ada di lingkungan dalam halaman rumah itu. Matanya memandang ke lelaki tua yang dari tadi berdiri di depan pintu pagar rumah meeah tersebut.
Sedari tadi mata lelaki tua itu, memandangi setiap sudut yang ada di lingkup sekitar rumah mewah tersebut. Sehingga membuat satpam yang juga menghampirinya.
"Ada apa, Pak…?" tanya satpam itu.
"A… nu, apa benar ini rumah A Nan?" lelaki tua ini bertanya dengan penuh hati-hati.
"A Nan…?" satpam itu pun berkerut dahi.
"Iya." jawab lelaki tua itu.
"Maksud Bapak, Tuan Zhang Xiao Nan, ya?" satpam itu pun bertanya untuk memastikan.
"Benar." jawab lelaki tua itu.
"Ya, memang ini rumahnya. Ada apa…?" tanya satpam itu kemudian, dengan mata masih memandang curiga pada lelaki berusia sekitar tujuh puluh delapan tahunan yang masih berdiri di depannya itu. dan sepantasnya, lelaki setua itu tidak perlu di curigai. Karena apalah bisa dan kemampuannya. Namun begitulah satpam sekarang, senantiasa berlagak. Sok jagoan dan sok disiplin. Seperti kejadian yang menimpa supir angkutan beberapa waktu yang lalu. Itu pun ulah tingkah satpam yang sok jagoan itu. Sehingga membuat citra satpam jelek. Padahal tidak semua satpam sejahat itu. Banyak satpam yang baik, ramah dan santun dalam menghadapi masalah. Hanya karena tindakkan beberapa gelintir orang satpam, membuat predikat satpam di mata masyarakat tak ubahnya penjaga yang angker. Yang setiap waktu bisa membahayakan.
"Apa dia ada…?" lelaki tua itu dengan hati-hati sekali bertanya. Berharap mendapatkan jawaban yang di inginkannya.
"Ada apa memangnya…?" dengan masih memandang curiga, satpam itu bukannya menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh pak tua tersebut, malah kembali mengajukan pertanyaan.
"Anu… saya ingin ketemu dia." jawab lelaki tua itu.
"Ketemu Tuan Zhang?" tanya satpam itu dengan kening mengerut. Matanya memandangi sosok tua berpakaian kumal yang berdiri di hadapannya itu. Sosok lelaki desa yang miskin dan hina itu. Mau apa bertemu dengan Tuan Zhang yang merupakan orang hebat dan penting? Kalau mau meminta sumbangan dana, mengapa harus bertemu langsung dengan Tuan Zhang. Jangan-jangan orang ini hanya berpura-pura, akhirnya malah membuat repot. Siapa tahu di luar temannya banyak. Sudah banyak kejadian di Guang Zhou hal-hal seperti ini. Pura-pura meminta sumbangan, tetapi ketika pemilik rumah lengah tahu-tahu barang-barang habis. Atau malamnya, datang dengan teman-temannya dan merampok. Pikiran dan bayangan-bayangan seperti itulah, yang membuat satpam di Guang Zhou harus ekstra hati-hati. Dan mungkin yang mengakibatkan timbulnya penganiayaan. Karena bagaimana pun juga, orang tak akan tahu pasti sifat semu orang.
Satu sisi, seorang Satpam di tuntut tanggung jawabnya dalam mengamankan apa yang di amanatkan dan di tugaskan kepadanya. Karena jjika terjadi sesuatu, maka satpamlah yang bertanggung jawab. Nah, dari sinilah satpam terkadang terlibat langsung dengan maslah yang terjadi di tempat yang menjadi tanggung jawabnya.
"Iya." jawab lelaki tua itu.
Kening satpam itu semakin mengerut mendengar jawaban lelaki tua berpakaian lusuh itu. Matanya semakin lekat, memandangi sosok tua di hadapannya itu. Seakan masih tetap menaruh curiga pada lelaki tua itu.
"Mau minta sumbangan ya…?" tanyanya kemudian, setelah beberapa kali memandangi keadaan lelaki tua ini.
Lelaki tua itu menggeleng lemah, dengan matanya memandang sesaat ke wajah satpam ini. Oh, betapa menyedihkan sekali ucapan satpam itu di hatinya. Dia datang jauh-jauh dari kampung untuk bertemu dengan anaknya yang sudah lama menghilang, kini malah di anggap mau meminta sumbangan. Namun memang semua orang tak akan percaya, kalau dia adalah ayahnya Zhang Xiao Nan, sebab Xiao Nan kini sudah menjadi orang yang sukses, orang yang kaya, orang yang hebat, dan orang yang penting sehingga rumahnya harus di jaga oleh satpam.
"Saya tidak mau minta sumbangan. Saya ingin ketemu dengan A Nan." jawab lelaki tua itu kemudian dengan tegas, semakin membuat satpam rumah Zhang Xiao Nan kian bertambah kaget. Karena lelaki tua itu menyebut tuannya tidak dengan istilah kehormatan. Namun menyebutnya dengan nama saja. Padahal semua orang tahu, siapa itu A Nan. Di Guang Zhou dia sangat di hormati dan di segani. Tak seorang pun yang berani berlaku tidak sopan dan tidak hormat kepada Zhang Xiao Nan. Eh, sekarang ada orang tua yang memanggil tuannya hanya dengan memanggil nama saja. Sungguh berani dan tidak sopan sekali orang tua ini, pikir satpam rumah itu dengan mata masih lekat memandang ke sosok tua yang berdiri di hadapannya itu dan bertanya-tanya dalam hati, siapa lelaki tua ini sebenarnya.
"Bapak siapa…?" tanya satpam itu.
"Saya Zhang Xiao Tian…." jawab lelaki tua itu.
"Marga Bapak Zhang?" tanya satpam itu memastikan.
"Benar." jawab lelaki tua itu.
"Maksud saya, ada keperluan apa…?" satpam itu pun bertanya lagi.
"Saya mau ketemu anak saya…" jawab lelaki tua itu.
"Anak Bapak…?" satpam itu pun bertanya lagi.
"Ya." jawab lelaki tua itu.
"Maksud saya, siapa nama anak Bapak…?" tanya satpam itu lagi.
"Zhang Xiao Nan itu anak saya…!" tegas lelaki tua itu.
"Ah… tuan Zhang itu anak Bapak…?" tanya satpam itu lagi masih belum percaya sepenuhnya, kalau majikannya yang terhormat itu mempunyai ayah miskin dan lusuh begitu. Rasanya tidak masuk di akal saja, jika tuan Zhang yang kaya raya, terpandang dan terhormat itu, mempunyai orang tua semiskin lelaki tua ini.
"Iya…" jawab lelaki tua itu.
Satpam itu terpongoh begong. Tak percaya mendengar jawaban lelaki tua itu. Matanya masih tajam, memperhatikan sosok tua di hadapannya itu.
"Bapak jangan main-main, ya…" ancam satpam itu.
"Saya tidak main-main. Saya bicara yang sebenarnya kok…" tegas lelaki tua itu.
Kening satpam itu pun semakin mengerut, mendengar jawaban lelaki tua itu yang tegas. Menandakan kalau dia itu benar-benar orang tua Zhang Xiao Nan. Tapi memang sulit untuk mempercayainya, kalau ada orang miskin yang mengaku ayahnya Zhang Xiao Nan. Orang yang terpandang dan terhormat di Guang Zhou itu.
"Bapak berasal dari mana…?" tanya satpam itu.
"Shang Hai." jawab lelaki tua itu.
****
To Be Continue…
Terima kasih buat kalian semua yang sduah membaca chapter ini. Sampai jumpa di chapter berikutnya ya~