Chereads / UNFORGIVEN BOY / Chapter 16 - ~When I Miss This Moment~

Chapter 16 - ~When I Miss This Moment~

Kenapa dia seperti ini?

Aku berlari sekuat tenaga. Berusaha menyamakan langkah besar-besar Genta. Namun percuma, langkah Genta lebih besar dariku. Bahkan, saat aku lari sekalipun.

Di sana, sudah ramai. Anak-anak berkumpul, ada yang berteriak histeris, ada juga yang berseru seolah menjadi kubu pembela antara keduanya. Bahkan, para Guru berlarian menuju ke arah tempat itu. Tepat di depan ruang OSIS.

Aku bisa melihat meski sering samar, karena desakan anak-anak yang ada di depan. Ricky tepat berada di atas tubuh Kak Aldi yang sudah lunglai dan lebam-lebam. Terus memukuli tanpa ampun. Sementara, anak-anak OSIS lainnya yang wajahnya sudah lebam-lebam juga, berusaha sekuat tenaga menarik tubuh Ricky. Meski aku tahu, usaha mereka akan percuma.

Saat ini aku seolah tahu bagaimana sifat asli Ricky. Dia kesetahan seolah tak mengenal siapapun di sekitarnya. Tidak mengenal ampun ataupun belas kasihan. Ricky adalah sosok mengerikan, dan mengenalnya adalah suatu musibah. Kenapa bisa, aku mengenal orang sekejam Ricky? Sejahat dan sebrutal dia? Dia itu bukan manusia, dia bukan anak-anak pada umumnya. Aku yakin, dia seorang penjahat. Dan mungkin benar ucapan anak-anak, jika dia sering keluar-masuk penjara.

"Ricky! Kamu lagi... kamu lagi! Suka sekali berulah rupanya kamu ini ya!" teriak Bu Marita. Aku tahu, beliau adalah Guru yang terkenal paling killer di sekolah. Bahkan, Pak Hamdan yang kepala sekolah pun Pak Mahmud yang Guru BP segan dengan beliau.

Ricky memiringkan wajahnya. Masih dengan tatapan itu. Mata coklat sendu yang terlihat layu. Bahkan lebih terkesan begitu dingin. Namun, kilat marah yang menyakitkan terpancar jelas di sana. Perpaduan perasaan yang membuat semua orang meremang.

"Turun dari tubuh Aldi! Sekarang!" perintah Bu Marita lagi. Ricky berdecak, setelah meninju Kak Aldi dia pun berdiri.

PLAK!!

Sebuah tamparan didaratkan di pipi Ricky. Bahkan aku tahu, betapa keras tamparan itu. Sampai-sampai wajah Ricky yang awalnya menghadap Bu Marita kini berputar miring. Tapi, Ricky masih diam. Meski rona merah di pipi putihnya terlihat sangat jelas.

"Beberapa hari tidak membuat ulah sepertinya kamu tidak bisa, ya? Sekarang, apa lagi ulahmu sampai kamu memukuli anak OSIS? Apa kamu tidak tahu jika tindakanmu ini keterlaluan Ricky! Kamu bisa diskorsing!" lagi, Ricky hanya diam. Tidak membalas satupun ucapan Bu Marita.

"Bu, biar saya yang urus." kini Pak Mahmud menengahi.

"Bapak ini bagaimana? Bapak ini Guru BP. Bapak terlalu memanjakan anak ini. Sebab itu sifat nakalnya tidak pernah hilang. Setelah tawuran antar sekolah, sekarang dia memukuli anak OSIS sekolahnya sendiri! Memalukan!"

"Tangan saya gatal, Bu. Pengen mukul orang. Apalagi lihat wajah Aldi yang sok polos. Rasanya saya ingin injak-injak dia!"

"Ricky!"

"Sudah, Bu... sudah," Pak Mahmud menarik tangan Ricky. Kemudian beliau membantu Kak Aldi untuk berdiri. "Sebenarnya, apa yang terjadi, Aldi? Kok bisa Ricky melakukan hal ini?"

Kak Aldi dengan tampang lebamnya. Menatap Ricky dengan dendam. Dia langsung menunjuk Ricky tanpa takut.

"Dia merokok di depan ruang OSIS, Pak! Sudah saya kasih tahu baik-baik jika di sekolah tidak boleh merekok. Tapi, dia malah nyerang kami! Dia ini anak nakal, anak badung! Kenapa sih tidak dikeluarkan saja dari sekolah! Dia selalu buat rusuh dan mencoreng nama baik sekolah kita, Pak!"

"Apa itu benar, Rick?" Pak Mahmud bertanya pada Ricky. Aku tahu, meski Pak Mahmud lebih terkesan lembek. Tapi, sejatinya beliau adalah Guru BP yang tepat. Beliau tidak pernah menghukum siswanya dengan cara kekerasan. Beliau selalu tahu, bagaimana cara mengambil hati siswanya. Yang tidak banyak orang tahu sudut mana itu.

Ricky diam, dia memalingkan wajahnya. Mata coklatnya sempat menatapku sekilas dan itu berhasil membuatku takut. Kenapa, tubuhku tiba-tiba bergetar hebat? Kenapa tubuhku tiba-tiba menggigil kedinginan? Aku takut Ricky. Bahkan ditatap pun, aku takut. Dan entah kenapa, aku tidak mau dekat-dekat dengan dia.

"Ikut Bapak ke ruang BP, Rick." putus Pak Mahmud. Tanpa komentar Ricky mengekori langkah Pak Mahmud masuk ke dalam ruang BP. Sementara anggota OSIS langsung berpondong-pondong masuk ke ruang UKS.

Jujur, aku sama sekali tidak tahu. Kenapa Ricky melakukan hal seperti itu. Apa hanya karena dia ditegur saat merokok?

"Ricky tumben ya, buat ulah sama anak OSIS. Biasanya, dia anti tawuran sama anak sekolah sendiri," Genta, membuyarkan lamunanku. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Karena aku tidak tahu apa-apa.

"Lo kan ceweknya, Lam. Apa dia ada masalah ama elo? Makanya dia frustasi kayak gitu?" tanyanya lagi. Aku hanya bisa menggeleng. Masuk ke dalam kelas dengan perasaan aneh. Ya, aneh. Karena saat ini para siswa memandangku dengan tatapan seperti itu. Seolah, aku ini ada sangkut pautnya dengan Ricky. Seolah, aku ini adalah mimpi buruk untuk Ricky.

"Gue yakinlah pasti sebelumnya ada masalah sama Kak Aldi. Nggak mungkin Ricky seperti itu."

"Iyalah, gue kenal Ricky sudah lama. Dia bukan tipe cowok yang gampang mukul orang kalau nggak ada salah."

"Taulah, OSIS kan sok. Mungkin, Ricky tahu kali otak yang dulu ngelaporin dia ke polisi."

Baru saja aku masuk ke dalam kelas. Bondan, Salma, dan Echa sudah bergosip seperti itu. Dan tentu, siapa antek-antek OSIS yang dimaksudkan di sini. Siapa lagi kalau bukan aku dan Sekar.

Ku tatap Sekar yang matanya sembab, karena menangis. Dia balik menatapku, dengan sedikit ketakutan diapun melambaikan tangannya padaku. Aku melangkah, duduk di sampingnya. Kemudian wajahnya didekatkan padaku.

"Apa itu karena dia belain elo?" tanya Sekar. Aku tidak tahu, apa maksudnya. Ku tatap wajahnya, dia kembali mendekatkan wajahnya padaku. "Maksud gue, Ricky. Apa dia ngelakuin ini karena elo? Elo kan ceweknya, Lam? Apa dia marah karena elo dijadikan tumbal sama Kak Aldi?" tanyanya, kukerutkan keningku bingung. Apa hubungannya? Jelas, Ricky bertengkar dengan Kak Aldi karena merokok. Bukan karena....

Apa itu benar?

Ku ulang lagi memoriku hari ini. Semua kejadian beruntun sampai kejadian Ricky. Apa itu benar? Kenapa pertanyaan itu menganggu kepalaku? Jika memang iya, begitukah cara Ricky menyelesaikan masalah? Jika memang itu karenaku, maka aku tidak suka. Aku membenci cowok yang suka main kekerasan. Aku membenci cowok pendendam, aku membenci cowok badung. Terlebih, aku sangat membenci Ricky. Tidak, aku bukan hanya benci. Tapi aku takut.