"Dingin banget, bray."
Yora menengok dan mendapati Sera tengah menggosok kedua telapak kakinya, sementara dua tangannya di masukkan dalam hoodie. Mereka sedang di ruang tunggu penerbangan sekarang.
"Pake kaos kaki lah."
"Masa pake crocs terus pake kaos kaki lagi? Aneh ah."
"Siapa suruh? Orang mau jalan jauh, malah pake crocs. Lagian itu sandal buaya udah gak jaman kali."
"Ini tuh alas kaki tersantuy tau. Make sama nyopotnya gampang."
"Kenapa gak sekalian aja pake sandal jepit?"
"Kalo gue pake sandal jepit, keliatan banget udiknya."
Yora mendengus saja menanggapi temannya itu. Kadang, ia suka heran. Kenapa Sera selalu mengenakan sepatu crocs warna shocking pink itu hampir di setiap kesempatan. Kalau tidak salah, sepatu karet itu sudah Sera dapatkan dari zaman SMP.
Waktu Sera kembali dari Amerika, ia pikir crocs itu sudah musnah. Tapi ternyata tidak. Saat menjemput Sera di bandara, Yora bahkan tidak perlu melihat wajahnya. Cukup melihat sepasang crocs yang warnanya menyita perhatian dari antara kaki-kaki yang melintas, Yora sudah tau itu adalah Sera.
"Itu crocs udah cocok jadi fosil, masih lo pake aja?" kata Yora waktu itu.
"Sembarangan! Masih kinclong gini masa dibilang fosil," sanggah Sera tidak terima. "Nih kalo crocs gue bisa ngomong, udah protes pasti dia. Gak mau disamain sama fosil."
"Kalo crocs lo bisa ngomong, dia bakal protes soalnya diinjek-injek mulu sama lo!"
"Bisa jadi sih," ucap Sera yang saat itu hendak memasuki mobil Yora.
Memang sih, Sera nih tipe orang yang kalau sudah suka suatu barang, dia akan memakainya terus. Konon katanya, untuk segelintir orang seperti Sera ini, semakin lusuh barangnya semakin nyaman juga dipakai.
Terbukti, saat sol crocs itu lepas, Sera lebih memilih mengelemnya dengan aica aibon ketimbang membeli yang baru.
Ingatan dari hampir 3 tahun itu buyar saat Aruna datang dengan 3 cup minuman dalam holder berbahan kardus di tangan kiri. Berhubung ini masih pagi, ditambah dinginnya AC bandara, tiga sekawan itu memutuskan untuk membeli minuman hangat terlebih dahulu.
Hot americano with extra sugar untuk Sera karena ia butuh booster supaya matanya bisa terbuka lebar di pagi hari dan dalam ruangan yang dingin ini. Hot caramel macchiato untuk Aruna. Sementara Yora lebih memilih hot chocolate sebagai minuman penghangatnya.
Penerbangan mereka dijadwalkan pukul 8.30 dan itu masih sekitar satu setengah jam lagi. Mereka memang sengaja datang lebih awal karena, tau lah ya. Segala sesuatu bisa terjadi di bandara.
Ketiga gadis itu memilih duduk manis di bangku tunggu sambil menikmati minuman hangat mereka dengan roti yang tadi Sonya berikan. Sera pindah posisi jadi duduk melantai sementara Aruna dan Yora duduk di kursi panjang di depannya. Gadis berkaca mata itu sedang bermain handphone sembari menge-charge di stop kontak yang tertanam di tembok.
"Nanti sampe Spore langsung check in hotel aja kali ya?" tanya Aruna.
"Emang udah bisa? Kita paling sampe jam 10an," jawab Yora.
"Kan di sana lebih cepet 1 jam."
"Tetep aja, masih jam 11."
"Dateng aja ke hotelnya dulu," timpal Sera. "Kalo belom bisa check in, ya kita cacamarica makarena duls."
Aruna baru mau bertanya, tetapi Yora sudah lebih dulu mengoreksi. "Cari makan maksudnya."
* * *
"Para penumpang yang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara internasional Singapura, Changi…"
Sera baru mau beranjak dari duduk, tapi suara merdu pramugari yang menandakan pesawat akan segera mendarat memaksa Sera mengurungkan niatnya. Tau apa yang Sera rasakan sekarang? Ia butuh menuntaskan panggilan alamnya.
Iya, Sera kebelet pipis.
Mungkin ini efek minum segelas kopi hitam, ditambah pendingin ruangan yang bikin menggigil. Dalam penerbangan menuju Singapura selama kurang dari 2 jam ini, terhitung sudah 3 kali Sera bolak-balik ke toilet.
Di bangkunya Sera bergerak tidak nyaman, bikin Aruna heran. "Kenapa sih lo?"
"HIV."
"Hah, AIDS? Sejak kapan?" Serius, Aruna kaget.
"Hasrat Ingin Vivis anjir. Masa iya bocah polos kayak gue kena AIDS. Punya pacar aja belom pernah."
"Lagian. Ngomong yang bener dong," protes Aruna.
"Siapa tau lo suka one night stand? Ngaku deh, selama di Amrik, pernah kan lo?" Yora ikut menimpali.
"Idih, gue bukan lo yang hobi jajal cowok ya."
"Yeee, gue juga belom pernah kali kalo ONS."
"Belom pernah. Berarti mau nyoba?" tanya Aruna.
"Penasaran juga sih," jawab Yora dengan canda.
"Sinting."
Duduk diapit dua orang dengan topik ngaco seperti ini tidak membuat Sera melupakan hasrat buang air kecilnya. Justru, rasanya makin parah di tiap menit yang terlewati.
Sialnya lagi, sepertinya bandara sedang padat. Hal itu membuat peswat yang mereka tumpangi harus berputar dulu di udara sambil menunggu landasan parkir tersedia.
"Gusti Nu Agung, akika mawar kencana."
Sera frustasi banget. Tangannya disatukan di antara paha sembari ia mengencangkan seluruh otot dalam tubuh. Berharap kandung kemihnya juga bisa kuat menampung isinya lebih lama.
Kan gak lucu juga kalau Sera sampai ngompol di pesawat.
"Lo belajar bahasa gituan dari mana sih, Se?" tanya Aruna lagi. Soalnya, selain suka ceplas-ceplos bahasa Korea, Sera juga kadang menggunakan kosa kata ajaib yang entah apa artinya.
"Yang mana?"
"Yang mawar kencana tadi."
"Itu bahasa gaul. Masa gak tau sih, Na?"
"Itu bahasa bencong," kata Yora mengoreksi.
"Terus artinya apa?"
"Akika means saya. Mawar itu mau. Kalo kencana sama dengan KEN-CING," jelas Sera dengan menekankan kata 'kencing'.
Kebetulan juga di saat yang bersamaan, ada seorang pramugari yang lewat. Sera sontak mengulurkan tangannya ke lorong kursi, meminta atensi si pramugari. Posisinya yang duduk di tengah membuat Sera jadi punya alasan menindih tubuh Yora dari samping.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pramugari tersebut dengan ramah.
"Mbak pramugari yang cantik jelita, aku boleh ke toilet gak? Mendesak banget ini, udah di ujung penantian."
Pramugari itu tersenyum mendengar kata-kata Sera, tapi dengan lembut meminta Sera untuk sabar sedikit lagi karna kali ini pesawat akan benar-benar mendarat.
Sepeninggal pramugari itu, Yora langsung dengan sepenuh hati mendorong Sera menjauh. "Lo berat, jing. Udah pipis di botol aja!"
"Pertama, botolnya mana? Kedua, lo pikir gue bocah SD yang kebelet di tol? Ketiga, emang kita bisa pipis di botol? Kalo cewek mah pake kantong kresek kali?"
"Ew, kalian jorok banget sih! Malu tau didenger orang." Aruna benar-benar tidak habis pikir dengan dua sahabatnnya. Perkara kebelet pipis aja diributin. Semoga saja penumpang yang duduk di depan dan belakang mereka tidak mendengar.
"Udah, bentar lagi juga landing."
"Bentar laginya tuh udah dari sepuluh menit yang lalu, Aruna Gauri yang seputih melati."
Aruna tidak menanggapi ucapan Sera. Terbukti, pesawat memang sepertinya akan mendarat.
Dari bertiga, nampaknya hanya Aruna yang tetap santai. Saat menengok ke kanan, Aruna mendapati Sera dan Yora yang terlihat tegang. Mereka kompak menutup mata dan berpegangan tangan seakan mereka sedang dihadapkan dengan maut.
Yora memang punya phobia ketinggian. Tidak separah itu sampai ia anti naik pesawat. Tapi tetap saja, momen krusial seperti saat take off dan landing adalah salah dua hal yang paling Yora takuti.
Beda dengan Yora, sebenarnya Sera bisa saja sesantai Aruna. Tapi beda ceritanya kalau ia sedang menahan hasrat buang air kecil. Guncangan yang diakibatkan gesekan roda pesawat dengan landasan pacu seakan menguji pertahanan Sera.
Aruna tidak tau harus kasihan atau tertawa melihat dua kawannya itu.
Tidak sampai sepuluh menit, pesawat akhirnya benar-benar berhenti. Sesaat setelah lampu tanda sabuk pengaman mati, Sera langsung beranjak dari duduknya. Ia melangkahi kaki Yora yang masih lemas di bangkunya lalu mengambil ranselnya yang berada di kabin.
Untungnya tidak banyak orang yang mengantri di depannya. Sera lalu berjalan cepat menuju pintu pesawat setelah sebelumnya memberi tau Aruna dan Yora kalau ia keluar duluan. Sera juga sempat bertemu dengan pramugari yang sepat ia hadang jalannya tadi. Pramugari dengan rambut rapih disanggul itu melempar senyum dan berbaik hati memberi tau lokasi toilet terdekat.
Sera lalu secepat mungkin berjalan melewati jembatan penghubung antara pesawat dan gedung utama bandara. Ia sempat dicegat untuk dimintai tiket juga passport. Mungkin gelagat anehnya mengundang curiga. Itu terlihat jelas dari wajah si petugas.
"Excuse me, sir. Can you hurry? Please. I need to go to the toilet ASAP. It's been 30 minutes since I holding it."
Mendengar protes tersebut, petugas itu lalu segera mengemballikan tiket juga passport Sera. "Oh, I'm sorry. Here you go, ma'am."
Dengan kecepatan kilat, Sera berlari menuju toilet terdekat. Heran deh, lagi kebelet gini, ada aja halangannya. Ia langsung masuk ke salah satu bilik toilet. Sungguh Sera merasa lega setelah menuntaskan urusan alamnya. Rasanya seperti seluruh beban kehidupannya telah diangkat.
Beruntung toilet sedang sepi. Coba kalau toiletnya ngantri seperti toilet bioskop yang sedang memutar film terkenal. Kayaknya Sera beneran bisa ngompol di celana.