Chereads / THE MAN WHO LOVES PASTRY [Pasha Family Series #1] / Chapter 3 - Drei (3): Rainbow Cakes

Chapter 3 - Drei (3): Rainbow Cakes

Nabil memijat pelipisnya dengan sebelah tangan. Kepalanya menyandar ke bantalan kursi di belakangnya. Hari ini sibuk sekali. Dia sibuk berkeliling dari satu kamar ke kamar rawat yang lain. Nabil memang bukan satu-satunya dokter di rumah sakit ini. Tetapi tidak bisa dipungkiri, sebagai putra dari pemilik rumah sakit, dia harus selalu memastikan apa saja yang diperlukan oleh pasien-pasien, staf, dan dokter di rumah sakit ini. Karena itulah dia berkeliling ke sana kemari. Rasanya lelah sekali. Dia lapar dan ingin segera kembali ke apartemennya. Nabil melirik jam tangannya. Sudah pukul enam sore. Sebaiknya dia pulang sekarang. Dengan tenang dia bangkit dari duduknya dan memakai coat berwarna biru tuanya dengan syal berwarna hitam. Kemudian dia keluar dari ruangannya, masuk lift yang akan membawanya ke lantai dasar rumah sakit sebelum akhirnya dia sampai di parkiran mobilnya. Nabil memang tidak memiliki supir pribadi. Dia lebih suka menyetir mobilnya sendiri. Adakalanya dia meminta Aldarich untuk menyetir mobilnya tetapi itu hanya berlaku bila dia memang terdesak atau sedang sangat lelah.

Laki-laki itu menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Hujan salju masih terus turun menutupi jalanan. Sudah dua hari sejak Nabil berjumpa dengan Daleela. Besok adalah hari Jumat dan sesi terapi Daleela yang pertama juga akan dimulai. Zeyneb sudah mengirimkan alamat rumah mereka melalui Aldarich kemarin. Nabil akan mengunjungi mereka besok setelah pukul satu siang.

Mata Nabil tanpa sengaja menatap ke arah salah satu toko yang berjejer di tepi jalan. Dia menepikan mobilnya di depan toko itu dan menatap ke papan nama toko kecil tersebut yang bertuliskan 'Rainbow Cakes'. Sudah lama dia tinggal di Munich tapi dia sama sekali tidak menyadari bahwa ada sebuah toko pastry kecil di tepi jalan. Mungkin disebabkan toko itu kecil dan letaknya sedikit tertutup karena diapit oleh dua toko besar di kiri dan kanan, jadi tidak mudah terlihat oleh pengemudi kendaraan. Godaan memakan beberapa pastry sebagai makan malamnya membuatnya turun dari mobilnya. Sejenak dia menatap ke arah dalam toko yang dilapisi oleh kaca besar yang tembus pandang. Lampu-lampu berwarna oren redup menyinari bagian dalam toko. Entah kenapa toko itu memancarkan suasana hangat yang menyenangkan. Membuat siapapun yang melewati toko ini tergoda untuk masuk ke dalamnya dan menghabiskan waktu di sana. Apalagi di musim yang dingin seperti ini. Nabil melangkahkan kakinya dan masuk ke dalam toko. Aroma roti yang dipanggang segera memenuhi indra penciumannya yang tajam.

"Selamat datang di Rainbow Cakes. Ada yang bisa saya bantu?" Sebuah suara riang menyapanya tepat ketika dia memasuki toko itu. Matanya mencari-cari asal suara dan menemukan seorang gadis mungil tengah berdiri di dekat sebuah meja. Gadis itu tersenyum menyambut kedatangannya. Nabil tahu gadis itu hanya melakukannya untuk sebuah formalitas, untuk menunjukkan betapa ramahnya pemilik toko ini. Tapi mau tak mau dia juga membalas senyuman gadis itu. Nabil melangkah ke arah etalase yang dipenuhi oleh berbagai pastry di sana. Entah sejak kapan gadis itu sudah berada di balik etalase itu. Nabil membungkukkan badannya dan mulai memperhatikan satu persatu kue-kue di sana. Setelah agak lama memperhatikan isi etalase, dahinya berkerut saat dia mulai kebingungan ingin mengambil pastry yang mana. Semuanya terlihat lezat dan menggugah selera. Dia menegakkan tubuhnya kembali dan berucap pada gadis yang tengah menunggunya dengan sabar sejak tadi.

"Semuanya terlihat lezat hingga aku bingung ingin memilih yang mana." Kata Nabil dengan jujur. "Mungkin kau bisa menyarankanku beberapa pastry yang paling lezat di antara semua ini, Nona…"

Nabil berhenti sejenak, menatap ke arah name tag yang tersemat di apron gadis itu "Aara." Sambungnya sambil tersenyum ramah ketika dia sudah mengetahui nama gadis itu. Entah hanya perasaannya saja atau memang dia melihat kedua pipi gadis itu memerah malu ketika Nabil menyebut namanya.

"Eh ya... Semua pastry di sini memang lezat. Para pelanggan kami biasanya membeli fruit puff pastry dan croissant." Ujar gadis yang bernama Aara itu sambil menunjuk beberapa pastry yang dia maksud. Untuk beberapa saat Nabil bisa melihat gadis itu terlihat salah tingkah tapi kemudian dia bisa menguasai raut wajahnya dengan cepat.

"Cinnamon rolls juga sangat lezat." Gadis itu menunjuk ke arah pastry yang berbeda dengan bersemangat.

Mata Nabil mengikuti arah tangan Aara. Diam-diam dia mengamati gadis bertubuh mungil di depannya. Aara memiliki mata indah yang memiliki iris berwarna kuning seperti madu. Sudah pasti Aara bukan penduduk asli negara ini. Nabil jadi penasaran darimana asal gadis ini. Cara bicaranya yang menyenangkan membuat Nabil berpikir bahwa dia akan betah dan tidak keberatan untuk berdiri di sini berjam-jam hanya untuk mendengarkan Aara berceloteh tentang aneka macam pastry di sini.

"Atau kalau Tuan menyukai sesuatu yang renyah di luar tetapi lumer di dalam, cream cheese danish adalah pilihan yang tepat. Tuan bisa menikmatinya dengan secangkir kopi hitam. Ini juga salah satu pastry favorit saya. Biasanya saya menikmatinya dengan secangkir teh melati tawar." Tiba-tiba saja Aara terlihat mengatupkan bibirnya. Sadar bahwa dia sudah terlalu banyak berbicara. Nabil menatap gadis itu dengan takjub, entah untuk alasan apa.

Tanpa bisa menahan senyumannya, Nabil berkata dengan nada geli. "Kalau begitu tolong bungkuskan aku tiga cream cheese danish yang lezat ini serta dua croissant berukuran sedang."

Kedua pipi gadis itu memerah lagi dan kali ini Nabil tidak salah lihat. Gadis yang imut. Tanpa sadar Nabil bergumam dalam hati.

Nabil menyerahkan beberapa lembar uang pada Aara dan menerima dua paper bag berisi pesanannya. "Terima kasih banyak. Aku akan mencoba cream cheese ini. Kalau ini tidak enak, besok pagi aku akan datang ke sini lagi dan menuntutmu." Nabil tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya yang rapi terlihat jelas. Kedua matanya bersinar jahil. Nabil hampir tak bisa menahan tawanya saat melihat gadis itu memucat dan terlihat menelan ludah dengan susah payah karena perkataannya barusan.

"Sampai jumpa lagi, Nona Aara." Ujar Nabil masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia kemudian melangkah keluar dari toko itu ke arah mobilnya yang terparkir di depan toko. Nabil duduk di depan kemudi mobilnya. Dia membuka kedua paper bag itu dan aroma harum segera memenuhi bagian dalam mobilnya. Kue-kue itu terasa masih hangat seolah baru keluar dari oven. Dengan tidak sabaran Nabil meraih sebuah cream cheese dari dalam paper bag itu. Dia menggigit cream cheese itu dan mengunyahnya dengan pelan. Meresapi rasa manis dan gurih yang berasal dari keju yang sekarang menyatu di lidahnya. Tanpa sadar bibir Nabil tersenyum lagi.

Aara benar.

Kue ini sangat lezat dan lumer di lidahnya.

***

"Selamat datang di Rainbow Cakes. Ada yang bisa saya bantu?" Aara tersenyum pada pengunjung yang baru masuk ke dalam tokonya. Seorang laki-laki berambut gelap muncul di balik pintu. Tubuhnya yang menjulang tinggi dan tegap seketika saja membuat toko itu terasa kecil, seolah dia adalah raksasa yang sedang masuk ke rumah kurcaci. Tinggi Aara bahkan hanya sebahu laki-laki asing itu.

Laki-laki itu membalas senyuman Aara dan segera membungkuk di hadapan etalase toko. Aara berjalan pelan ke balik etalase. Dia mengangkat kedua alisnya saat kedua matanya menatap ke arah laki-laki muda di depannya. Aara belum pernah melihat orang ini di toko ini sebelumnya. Dari pakaiannya terlihat jelas bahwa laki-laki ini berasal dari keluarga kalangan atas.

Tiba-tiba saja laki-laki itu menegakkan badannya kembali. Kedua iris mata kelabu laki-laki itu bersinar ramah saat menatap ke arah Aara.

"Semuanya terlihat lezat hingga aku bingung ingin memilih yang mana." Ujar laki-laki itu dengan jujur. "Mungkin kau bisa menyarankanku beberapa pastry yang paling lezat di antara semua ini, Nona…" laki-laki itu berhenti sejenak, menatap ke arah name tag yang tersemat di apron Aara "Nona Aara." Sambungnya sambil tersenyum ramah ketika dia sudah mengetahui nama Aara. Sekejap saja kedua pipi Aara terasa memanas dan memerah saat dia mendengar laki-laki itu memanggil namanya. Cara laki-laki asing itu menyebut namanya membuat nama Aara terasa terdengar sangat indah bahkan di kedua telinganya sendiri.

Apa yang dia pikirkan? Fokus Aara! Aara meneriaki dirinya sendiri untuk memfokuskan kembali pikirannya.

"Eh ya... Semua pastry di sini memang lezat. Para pelanggan kami biasanya membeli fruit puff pastry dan croissant." Ujar Aara sambil menunjuk beberapa pastry yang dia maksud.

Laki-laki di depannya tidak merespon perkataanya. Tetapi Aara memutuskan untuk melanjutkan perkataannya tanpa menatap ke arah laki-laki di depannya.

"Cinnamon rolls juga sangat lezat." Kali ini dia menunjuk ke arah pastry yang berbeda dengan bersemangat.

Masih tidak ada respon.

"Atau kalau Tuan menyukai sesuatu yang renyah di luar tetapi lumer di dalam, cream cheese Danish adalah pilihan yang tepat. Tuan bisa menikmatinya dengan secangkir kopi hitam. Ini juga salah satu pastry favorit saya. Biasanya saya menikmatinya dengan secangkir teh melati tawar." Tiba-tiba saja Aara mengatupkan bibirnya. Menyadari bahwa dia sudah terlalu banyak berbicara. Apalagi ketika dia mendapati laki-laki itu menatapnya dengan pandangan takjub. Eh?

Menyadari Aara sudah berhenti berbicara, laki-laki itu menyebutkan pesanannya. "Kalau begitu tolong bungkuskan aku tiga cream cheese danish yang lezat ini serta dua croissant berukuran sedang." Entah kenapa Aara bisa menangkap nada geli dalam suara laki-laki itu.

Apanya yang lucu? Apakah dia sudah salah bicara? Lagi-lagi kedua pipi Aara terasa memanas, menahan malu.

Laki-laki itu menyerahkan beberapa lembar uang sambil menerima dua paper bag berisi pesanannya dari Aara. "Terima kasih banyak. Aku akan mencoba cream cheese ini. Kalau ini tidak enak, besok pagi aku akan datang ke sini lagi dan menuntutmu." Laki-laki itu tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya yang rapi terlihat jelas. Seketika jantung Aara terasa mencelos. Laki-laki itu ingin menuntutnya? Menuntut apa? Apakah Aara akan dilaporkan ke polisi hanya karena rasa kuenya yang tidak enak? Memikirkan itu membuat Aara menelan ludahnya dengan susah payah.

"Sampai jumpa lagi, Nona Aara." Ujar laki-laki itu, masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia kemudian melangkah keluar dari toko itu ke arah mobilnya yang terparkir di depan toko bibinya.

Bagaimana ini? Bagaimana jika cream cheese yang dia buat dengan hasil jerih payahnya karena rasa cintanya pada pastry itu rasanya memang benar-benar tidak enak bagi laki-laki itu? Apakah laki-laki itu benar-benar akan datang besok dan menuntutnya untuk masuk penjara?

Aara mulai merasa ketakutan.

Bersambung