Chereads / Go-between / Chapter 4 - Bandung

Chapter 4 - Bandung

Happy Reading!!

Jumat sore setelah Yola pulang mengajar, ia akan menjemput uminya di Bandung. Selain di rumah sendirian, perempuan itu juga sengaja pergi ke sana karena belum sama sekali mengucapkan selamat untuk sepupunya yang sudah menikah. Derita jomlo, Yola harus mengendarai mobil sendiri dari Jakarta ke Bandung. Walaupun sudah biasa, perempuan itu begitu berani.

Sesampainya di rumah sepupu, Yola di sambut oleh orang-orang di depan rumah itu. Sepertinya mereka sangat rindu dengan Yola. Nenek Yola langsung menghambur ke pelukan Yola tepat ketika Yola baru saja keluar dari mobil.

"Nenek, sehat kan?" Tanya Yola setelah neneknya selesai mencium pipinya. Sudah besar tetapi Yola masih suka di cium. Tenang, bukan sembarang orang kok.

"Alhamdulillah nenek sehat, cu. Lama banget nggak liat muka cantikmu ini," ucap nenek terkekeh, merangkul tangan cucunya untuk menuju ruang tamu.

Saudara yang lain menyambut Yola dengan baik, Yola menyalami satu persatu orang yang ada di sana. "Neng geulis, lama banget nggak ke sini atuh."

"Iya Bi, sibuk," ucapnya di akhiri tawa. Sibuk apa, Yola berpikir ia terlalu sibuk apa.

"Iya sibuk banget, sampe nggak mikir nyari suami," celetuk cowok remaja yang langsung mendapat tatapan tajam dari Yola. Sepupunya yang satu itu memang suka julid. "Hehe, ampun mba jago."

"Iya atuh, kapan nikah, La?" Tanya bibi Yola.

Yola sebenarnya malas jika di tanya kapan nikah, sudah nikah belum, intinya tentang nikah Yola sangat malas menanggapinya, lagian jodoh itu di tangan Allah. Kalau sudah ada jodohnya toh nanti pasti akan menikah, bukannya pasrah tidak mencari tetapi, kodratnya perempuan kan menunggu, nanti juga ada yang mendatangi.

"Nanti hari minggu kalau bangunnya nggak kesiangan," jawabnya malas.

"Nah itu, makanya jangan suka malas-malasan atuh, itu makanya belum dapet jodoh," celetuk bibi Yola yang lain. Lah, berarti Yola salah menjawab.

Sebenarnya puncak kemarahannya sudah di ubun-ubun, tetapi Yola berusaha sabar, orang tua semua di sana. "Bibi emang Allah, yang mampu ngatur segalanya?" Tanya Yola lembut, takut bibinya tersinggung.

"Loh, bukan gitu nak, umur kamu kan sudah cukup untuk menikah, kamu juga sudah mapan," ujar bibi tadi, yang lain hanya memperhatikan. Sebentar lagi pasti akan ada perdebatan. Sudah paham dengan kelakuan bibi Teri.

"Nikah itu bukan tentang umur, Bi. Finansial juga udah tercukupi, tapi emang nggak di bekali ilmu? Saya masih butuh belajar dan ngerasa belum pas untuk menikah, coba buang-buang pikiran tentang perempuan yang nikah di umur muda, kalau nggak nikah-nikah nanti jadi perawan tua. Kalau udah ada jodohnya semua orang juga bakal nikah. Tapi jodoh mana dulu siapa tahu sebelum nikah kita berjodoh sama maut." Otak cerdas kalau ngeluarin unek-unek gitu ya, langsung tablas tanpa pikir panjang, tetapi ucapannya pas dan ngena benget.

"Ahh, setuju gue sama elo kak," celetuk Irfan, remaja tadi yang sempat mencibir Yola sembari menunjukkan kedua jempolnya. Yola tersenyum miring melihat bibi Teri diam tak berkutik.

"Pinter banget cucu nenek kalau ngomong." Nenek yang ada di sampingnya itu mengelus bahu cucunya, beliau bangga pada cucu yang satu itu.

"Kamu kasih makan apa mba, si Yola?" Tanya bi Risa— Mamanya Irfan.

"Cabai lauk nasi, Tan," jawab Yola mewakili Umminya.

Semua yang di sana tertawa mendengar jawaban Yola berbeda dengan Bi Teri yang mendengus kesal, ia merasa kalah dengan Yola.

Yola celingak-celinguk mencari seseorang, merasa di perhatikan Yola kembali duduk anteng. "Nyari Yumna?" Tanya neneknya, neneknya itu sangat peka apalagi kepada Yola.

Yola menyengir menatap neneknya. "Tahu aja si nenek."

"Lagi keluar sama suaminya, bentar lagi pulang, kok."

—*—

"Kak Yumna ih, barakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii Khaiir." Yola memeluk kakak sepupunya erat. Sekitar satu jam Yola sudah menunggu kakak sepupunya pulang berduaan dengan suaminya.

"Aaa, sayang kangen dong. Makasih ya," ucap Yumna tak kalah senang.

"Maaf ya kak, nggak bisa hadir di nikahan kakak," ucapnya sedikit tidak enak.

"Kakak paham kok, kakak janji deh kalau di nikahan kamu nanti kakak datang." Yumna terkekeh geli, sebenarnya umur mereka tidak beda jauh selisih dua bulan lebih tua Yumna, tetapi karena ummi Yola adik mama Yumna jadi Yola memanggil kakak.

"Males ah, pada bahas nikah semua." Yola melepaskan pelukannya, lagi-lagi yang di bahas nikah, nikah, dan nikah.

Yumna tertawa, ia juga paham dengan adik sepupunya. "Nanti kalau udah ketemu jodoh kamu nikah kok, emang belum pengin nikah?"

"Belum pengin nikah aku kak, masih pengin bebas, kerja, ketemu temen, dan melakukan hal yang membuat bahagia." Yola membayangkan itu.

"Efek terlalu serius sekolah, kamu jadi gini? Tapi nggak papa kok, kalau itu hal baik kakak dukung kamu." Yumna tersenyum, Yola itu memang sangat berbeda dengan yang lain. Ya, pantas Yumna menyebutkan efek sekolah terlalu serius memang betul kok, Yola itu selalu menjadi peringkat pertama di sekolah, Yola tidak mau kalah dengan teman lainnya, kuliah juga di Amerika. Bisa di bilang tiada hari tanpa belajar.

"Lebay si kakak, kak kenalin ke suami kakak dong," pinta Yola pada Yumna, Yola memang belum menemui suami Yumna, ini saja Yumna yang masuk ke kamar tamu yang di gunakan Yola untuk istirahat.

Yumna mengajak Yola keluar kamar, menemui suaminya yang sepertinya sedang di taman belakang. Mereka bergandengan tangan layaknya pasangan tetapi sesama perempuan.

"Mas, nih ada yang pengin ketemu," ucap Yumna membuat lelaki itu berbalik menatap mereka, kenapa jadi Yola yang melting, Yumna memanggil begitu lembut. "Kenalin Mas, ini Yola."

Yola menangkup kedua tangannya, tersenyum kepada suami Yumna. Satu kata ganteng, dan dia sangat cocok dengan kakak sepupunya.

"Yusuf." Suami Yola itu menyebutkan namanya, pantas namanya saja Yusuf,  ganteng. Tetapi masi terlalu ganteng nabi Yusuf.

"Ini loh mas anaknya Tante Arin."

"Pantes, mirip sama Tante Arin." Yusuf terkekeh, sepertinya Yusuf itu sesosok orang yang mampu mencairkan suasana, pembawaan tenang dan serius, tetapi dia juga suka bercanda, itu yang Yola tangkap.

"Iya kak, salam kenal. Selamat atas pernikahannya, maaf nggak bisa datang, semoga langgeng sampai kakek nenek ya kak, sampai surga nanti, jaga dan sayangi kakak sepupu bawel ku kak."

"Saya ngerti kok, sudah di ceritakan juga sama orang tua kamu, terima kasih. Pasti saya jaga, Aamiin." Yusuf merangkul Yumna, tersenyum pada Yola. Sepertinya Yola ingin menghilang saja melihat adegan uwu di depannya.

Gawai di sakunya bergetar, ia mengambil dan melihat beberapa panggilan masuk dari kantor dan banyaknya pesan yang belum di buka. Yola membuka pesan teratas di mana belum ada namanya. Seketika matanya terbelalak.

+628529263....

Assalamualaikum Ibu Fayyola, maaf menganggu waktunya, saya Aliza kelas 11 MIPA 3, Bu. Ibu, apa ibu masih ingat dengan Aarav? Maaf Bu Aarav manggil-manggil ibu, terus Abang Van tadi minta nomor Ibu sama saya. Maaf Bu tanpa izin ibu, saya sudah kasih nomor Ibu ke Abang. Itu yang mau saya sampaikan, sekali lagi maaf dan terima kasih Bu. Wassalamu'alaikum

"Kenapa?" Yola terkejut saat Yumna menepuk bahunya, ia masih membaca pesan dari anak muridnya begitu serius.

"Nggak papa, kak. Ini ada pesan dari kantor," alibinya, kemudian menatap dua sejoli yang masih rangkulan itu. "Yola, izin ke dalam ya kak, nggak mau ganggu pengantin baru."

Setelahnya Yola berjalan masuk dan fokus pada gawai, mengetikkan kata membalas pesan Aliza. Baginya, Aliza itu sopan. Gawainya kembali berdering, lagi-lagi nomor tidak di kenal masuk, Yola membiarkan sebentar, setelah ia sampai di kamar ia membuka pesan dari nomor tidak di kenal itu.

+628....

Assalamualaikum, ini Yola kan? Saya Rezvan. Kalau kamu ada waktu boleh kita ketemu?

Mampus Yola, belum apa-apa sudah di ajak bertemu kan? Untung saja dirinya di Bandung.