"Erika! Erika Uli Panjaitan Bangun sekarang juga!" teriak seorang wanita paruh baya tepat disamping telinga gadis muda yang tertidur lelap tanpa ingat waktu.
"Hah! Aisshhh.... bunda telingaku sakit dengar teriakan bunda setiap pagi tau gak sih bun? memangnya bangunin aku gabisa pakai cara halus ya? kasar banget sih. Kok bisa ayah nikahin bunda yang beringas gini sih" dumel gadis muda itu sambil melangkah menuju kamar mandi untuk mandi.
"Cape juga sebenarnya bunda tau gak kamu hah? udah pake cara halus loh bunda tapi ga bangun bangun juga ya terpaksa bunda pake opsi teriak ke kamu dan ternyata caranya berhasil bikin kamu bangun kan? udah ah! bunda tunggu di dapur ya kak, udah bunda siapin sarapan kamu." Jawab bunda sambil merapikan tempat tidur ku dan setelah itu menuju ke dapur meninggalkanku dikamar untuk berkemas.
'emang sinting keluarga ini' pikirku dalam hati sambil berkemas.
Ah! Kalian pasti bingung, Perkenalkan namaku Erika Uli Panjaitan aku asli Indonesia, bersuku batak. Aku anak satu-satunya . dan Ayahku adalah lelaki penikmat warisan keluarganya hanya karna dia anak laki-laki terakhir yang terlalu dimanja dan ibuku adalah Pegawai negeri yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya demi kariernya. Hidupku terhitung beruntung karna lahir di keluarga yang berkecukupan, akan tetapi pemikiran keluargaku tentang pernikahan masih sangat kuno. Mereka tidak mengijinkan kami menikah dengan orang luar negeri harus dengan orang yang satu suku atau paling jauh satu kewarganegaraan dengan kami Tapi aku tidak mau aku memiliki impian menikah dengan orang korea karna menurutku mereka juga bisa atau berhak jadi jodohku.... canda doang ini pemikiran, yang ada diseret kawin sama ayah lagi.
"PAGI SAYANGKU" teriakku dari tangga sambil berlari kecil menuju ruang tamu tempat ayahku bersantai dikursi goyang kesayangannya, setelah sampai aku memeluk ayahku erat dan mencium jidat dan kedua pipinya (rutinitas wajib setiap pagiku).
"Pagi juga boru hasianku" jawab ayah membalas salamku sambil mendusel hidung mancungnya ke pipiku.
"udah rapi aja boru, kuliah pagi ya? tumben udah rapi aja" tanya ayah sambil mematikan rokoknya.
" iya yah kuliah pagi, jelas dong aku udah rapi tadi dibangunin dengan penuh cinta sama ibu negara" jawabku sambil menaikkan nada suaraku supaya kedengaran ke telinga bunda yang ada di dapur. "Eri.... Kamu bilang bunda apa?" teriak bunda dari arah dapur agak nyolot.
"Gaboleh gitu ah boru, masa manggil bunda ibu negara sih? suka banget ngusilin bundanya, nanti bundanya marah baru tau rasa." kata ayah sambil mengelus rambutku.
"iya deh iya, apalah aku ini kalah jauh sama bunda cinta sehidup sematinya ayah" kataku mendramatisir. "udah ah ga seru lagi. Erika pamit dulu ya ayah." kataku bersiap menuju garasi untuk mengeluarkan sepeda motorku.
"Erika! bunda udah siapin sarapan untuk kamu!" teriak bunda lagi dari dapur. " udahlah bun erika ga laper" jawabku berusaha tetap fokus menuju ke garasi.
"Bunda padahal bikin sarapannya sambal teri medan kesukaan kamu" kata bunda walau enggak teriak masih terdengar jelas di kupingku.
"Mana bunda makanannya aku udah laper banget nih." kataku sambil sudah duduk dengan rapi di kursi meja makan meminta sarapan ke bunda. "Loh tadi katanya ga laper kak?" ledek bunda sambil tetap menyiapkan sarapan ke piringku.
"Hehehe.... tiba-tiba eri laper bun, widih mantep banget sarapannya bun. Tumben masak teri dapet ikan terinya dari mana bun?" kataku sambil sibuk memasukkan makan kemulutku.
"Eh anak gadis biasa aja makannya! gaada yang mau ngerebut makanannya juga, nanti kalau kurang kan bisa nambah kak." kata bunda nyeletuk geram.
"Dapet dapet asal aja nyeletuk itu bibir . Ya dari manalagi kak ya dari calon mertuamu lah Ri" lanjut bunda menimpali.
'uhuuukkk....uhuuuukkkk' aku terbatuk mendengar penuturan bunda yang asal keluar gitu aja. "Apaan sih bund?! ga lucu tau becandaannya" jawabku setelah meminum air mineral yang dikasih bunda sambil menepuk punggung ku pelan.
"Bunda sama sekali ga bercanda loh kak, bunda sama ayah udah punya calon yang terbaik untuk kak eri" kata bunda serius sambil menarik kursi meja makan di seberangku dan duduk.
"Bunda tau kan aku gasuka ide dijodoh jodohin? aku udah bilang aku bakal nikah sama orang yang emang aku cinta, bunda sama ayah ga boleh ngatur satu hal itu. Aku yang tau yang mana jodoh yang terbaik untuk aku nantinya." Kataku mulai sinis ke bunda.
"Erika! Apa salahnya kamu ketemu dan jalanin dulu? siapa tau emang dia cocok sama kamu. Sekali aja kamu ikutin apa kata dan maunya ayah sama bunda mu ini. Jangan kekanak-kanakan dan keras kepala hanya mau semua sesuai dengan keinginan mu." kata bunda.
"Apa keuntungan yang didapat dengan menikahkan aku dengan orang yang kalian jodohkan itu?" kataku lirik ke ayah yang sudah mengambil posisi duduk di kursi meja makan sebelah bunda.
"Dia bakal bisa melanjutkan mengurus bisnis Ayah eri. Dia adalah anak dari salah satu klien ayah" jawab ayah lembut untuk berusaha membujuk ku.
"ck.... eri dulu udah bilang ke ayah kalau eri bisa bantu ayah nerusin bisnis ayah yang besar itu. Eri sanggup kok yah. tapi ayah malah suruh eri ngelanjutin kuliah ambil jurusan hukum, padahal cita-cita dan passion eri tuh dibidang yang sama kayak ayah. eri tuh tertarik untuk berbisnis, ayah. Eri bakal bisa kok.... ayah jangan kuatir kalau soal melanjutkan bisnis ayah, eri aja." kataku menjawab ayah karna menurutku alasan ayah itu terlalu kuno.
"Gak! Kamu itu perempuan eri, kamu ga bakalan sanggup bersaing di dunia bisnis besar ayah yang keras. Ayah gamau anak perempuan kesayangan ayah harus kesusahan dibodoh- bodohin sama kolega bisnis nantinya. Mau jadi apa perempuan megang bisnis perhotelan." kata ayah mulai rada tegas.
"Ta..tapi yah! eri bisa, Okelah engga perhotelan nya. Cabang bisnis kita yang lain bisa eri handle yah." jawabku masih bersikukuh melawan pemikiran ayah.
"Apa gunanya memegang hanya anak cabang perusahaan?. Ayah perlu yang bisa menghandle sekaligus semuanya tidak tercerai berai terbagi satu-satu. sudahlah kamu cukup terima hasil dan ketika menikah nanti, cukup menjadi ibu rumah tangga dan melahirkan penerusmu berjenis kelamin laki-laki dan membesarkannya dengan pengajaran tentang bisnis keluarga kita." jawab ayah tegas ke arahku.
" Jadi masa depan eri tuh semuanya udah direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sesuai keinginan ayah ya? Hanya menikah, terus ayah mendapat menantu untuk meneruskan usaha ayah dan aku cuma untuk menjadi alat bisnis ayah? dan terakhirmya hanya untuk membesarkan penerus?" jawabku sambil menundukkan kepala dan mencoba menahan bulir airmata karna sakit mendengar penuturan ayah.
"Eri kira ayah udah berubah. Eri kira kalau eri ngikutin keinginan ayah ngambil jurusan kuliah yang ayah mau, ayah bakal berubah pikiran dan bakal mendukung keinginan atas mimpi dan cita-cita eri untuk jadi penerus bisnis besar ayah. Ayah jahat, eri benci sama ayah. Eri gamau ketemu ayah lagi!" sambung ku sambil berlari menuju garasi dan membawa keluar sepeda motorku entah kemana.