Keduanya duduk saling ujung. "Kalau Mbak berkenan cerita aku siap mendengarkan,"ujar Kamil sambil membukakan tutup obat merah lalu menyodorkan.
"Heh ... karna Ustadz yang menolong aku cerita," ujarnya lalu mengobati kaki.
"Aku tadi pagi ketemu teman SMP dan SMA, intinya dia memakai kalung yang ada aura mistisnya, apa ya ... em ... ituloh, hipnotis, dia datang kerumah melamar lalu mengajakku ke rumah yang akan kami tempati setelah menikah, aku merasa janggal namun aku tetap menuruti, eh ... tidak taunya saat kalung itu terlepas dari lehernya. Aku sadar Ya Allah ... Allah masih melindungiku. Lalu keadaanku seperti ini," cerita singkatnya membuat Kamil tertegun merunduk.
"Santai Ustadz ... Oh ya, Ustadz dulu menghabiskan masa kecil remaja sampai dewasa di Pesantren ya? Kayaknya kita tetanggaan tapi jarang ketemu," tanya Laras memastikan.
"Iya Mbak, tiga S sampai selesai, tapi ... kehidupan Mbak kayaknya seru. Aku yakin tidak mudah bekerja sebagai TKI," ujar Kamil melihat Laras sejenak.
"Weh ... kalau itu sangat, apa lagi kalau kerjanya sama yang beda keyakinan dan melarang orang seperti aku ibadah, aku selalu mencuri waktu agar bisa solat, kadang juga telat-telat, aku yakin Allah mengetahi keadaanku. Apalagi kalau saat romadhon majikan membuat aku sangat sibuk hingga lelah dan lemas, majikan tertentu sengaja melakukan itu agar aku membatalkan puasaku. Tapi ... ada juga yang baik, aku disuruh menyelesaikan kewajiban sebagai hamba. Jadi solat tepat waktu, mengaji Alquran sampai puas dan puasa sesuka hati. Ya seperti itulah. Aku juga merasa Ustadz mengalami kisah yang seru. Masa belum ada yang dekat, santri putri yang memikat hati mungkin?" tanya Laras, Kamil tertawa kecil.
"Kebetulan di pondokku hanya ada santri putra Mbak, ya ... seperti itu, tidak ada cinta-cintaan, kalau suka pun sama anak tetangga pesantren. Ya pernah sesekali makan di warung dekat dengan pondok, karna Anaknya cantik jadi incaran dua puluh santri putra, hehehe," keduanya tertawa.
"Hehehe. O ... ternyata seperti itu, aku dulu sangat ingin mondok tapi ya ... keuangan. Sebenarnya kalau yakin dengan kuasa Allah pasti dimudahkan jalannya, sayangnya imanku belum kuat dan masih meragu jadi cari uang deh, uang itu lama mencarinya dan cepat menghabiskannya."
"Bener banget Mbak. Mbak, kadang aku sendiri merasa kasihan sama Hikam dia sering meratap melas saat ibu dari anak yang lain datang untuk menjemput ataupun menyuapi saat istirahat," ucapan Kamil terhenti saat ada sesuatu yang menyerang hidung dan hatinya, air matanya jatuh.
"Makanya aku berniat menyatukan Mbak Naina dan Bang Zaki lagi, tapi ... sangat sulit abangku itu terlalu keras dengan apa yang menurutnya benar, dia sangat sensitif dengan orang berada, sedang Mbak Naina sekarang sukses dengan menjadi pelukis terkenal, semuanya menjadi rumit," ujar Laras berusaha tegar.
"Hikam punya riwayat asma ya Mbak?" tanya Kamil, Laras menoleh kearah Kamil tepat mata mereka saling bertemu, Laras dan Kamil segera menepis pandangan sesaat itu kearah lain.
"Iya ... kan dulu Hikam sering diajak ngernet, Ibu sakit dan Mbak Ratih merawat Ibu kandung, ibu mertua belum lagi anaknya, dan aku masih kerja di luar jadi ... dengan terpaksa Bang Zaki mengajaknya kemana-mana. Bayangkan saja anak kecil dan daya tahan tubuhnya belum kuat diajak berangin-angin terus belum lagi polusi dari kendaraan. Ya Allah ... aku itu gemes banget deh sama Bang Zaki, ingin marah tapi tidak bisa," jelas Laras terlihat sangat kesal.
"Lha terus, kalau boleh tau, kapan Mbak akan memikirkan masa depan Mbak, aku yakin pasti ada alasan kenapa Mbak sampai saat ini belum memilih pendamping," ucapan Kamil membuat Laras menatapnya dengan tersenyum.
"Entahlah ... belum ketemu yang pas, kalau Ustadz sendiri bagaimana? Apa sudah ada yang diincar?" tanya balik Laras.
'Apakah salah jika aku berharap Ustadz ini belum ada pasangan, aduh ... Laras hentikan kembang api yang menyala dari dalam dadamu,' batin Laras sangat berharap.
"Sudah ada rencana ta'aruf, doakan ya Mbak," jawaban dari Kamil mematahkan harapan kecil dari hati Laras, Laras tersenyum untuk menutupi harapan yang pupus lalu mengangkat kedua tangan.
"Aku doakan semoga semua lancar, diterima, dan menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah nantinya, Aamiiin," Laras mengusap wajah.
"Aamiin, Ya Allah ... semoga Mbak juga segera menemukan yang cocok, Aamiin," balas Kamil mendoakan.